Ganteng-ganteng songong

26.9K 1.6K 194
                                    

Albi ternganga melihat catatan keuangan di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Albi ternganga melihat catatan keuangan di tangannya. Hanya selembar kertas yang sepertinya jatuh dan terinjak karena di salah satu sisi tampak jelas jejak sepatu. Rasanya tidak mungkin kalau yang menulis seorang laki-laki. Pasalnya, terdapat kosmetika di sana. Catatan itu juga rinci, dilengkapi sebuah emotikon senyum di bagian akhir seolah menegaskan kalau semuanya akan baik-baik saja dan dia bisa melewati satu bulan penuh dengan sisa uang tersebut.

Sang pemilik pasti salah satu karyawan klinik. Albi tidak tahu siapa, tetapi orang itu cukup membuatnya penasaran.
Seumur hidup, Albi tidak pernah memikirkan hal sekompleks itu. Bahkan, dalam masa-masa sulit sekalipun ia tak sampai mencatat semuanya dengan detail. Namun, si pemilik catatan ini sepertinya memiliki garis hidup yang sedikit terjal sampai-sampai semua serba terencana.

"Al, teteh cuma bisa mengurus semua yang ada di sini sampai besok, soalnya teteh sama Mas Wahyu berangkat ke Yogyakarta lusa. Teteh harap, klinik yang di Bandung ini bisa kamu tangani dengan baik. Hari ini sekalian perpisahan sama karyawan-karyawan di sini. Teteh kenalin kamu sama mereka. Mereka semua baik kok."

Kepalanya tertoleh ke sumber suara, kemudian mengangguk.

"Di sini ada kamar kan, Teh?"

Perempuan berjilbab di sebelahnya mengangguk. "Iya ada. Di atas ada dua kamar, kamar mandi, sama pantri. Satu kamar buat dokter, sih. Emang kenapa?"

"Biar ada tempat buat Mbak Nuni sama Ruby."

Anneu tersenyum, kemudian mengusap bahu adik laki-lakinya. "Sabar, ya? Teteh tahu semua enggak mudah buat kamu. Tapi, teteh yakin kamu bisa."

Albi hanya menanggapi dengan senyuman. Lelaki itu meliarkan pandang melihat selingkar. Untuk batas waktu yang tidak ditentukan, Albi akan mulai memimpin klinik ini. Semoga saja mereka semua bisa diajak bekerja sama.

"Ikut teteh ke atas, yuk. Anak-anak kayaknya udah nunggu di sana."

Lelaki itu mengangguk. Tangannya bergerak refleks meremas selembar kertas yang sedari tadi dipegangnya, lantas mengikuti sang kakak dari belakang. Apa pun yang terjadi di masa lalu, waktu tak membuat hidupnya turut berhenti di situ. Albi akan memulai hidup baru bersama Ruby.

***

"Bu, harus banget pindah, ya?"
Anneu tersenyum mendengar laki-laki berlesung pipi yang duduk tak jauh dari kursinya merajuk dengan muka memelas. Namanya, Tito. Dia paling bungsu di klinik karena baru saja bergabung.

"Saya tanya nih sama kamu. Kalau kamu punya istri, tapi kamu harus kerja di tempat yang jauh, kamu mau istri ikut atau kuat LDR?"

The Boss (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang