Bab 2

17 6 1
                                    

"YAR!"

Cowok bertubuh gempal yang berlari membelah lautan manusia di koridor utama SMA Lintang Utara itu berhasil menggapai bahu Daniar. Ridho Anesti, si Ketua Kelas 11 IPS 3 itu tengah menyampaikan pesan kenegaraan untuk Daniar.

"Sekarang?" Tanya Daniar agak worry ketika dirinya tiba-tiba dipanggil ke kantor BK.

"Iyalah, Yar. Masa iya tahun depan?" Celetuk Ridho sebelum akhirnya melengos ke kantin. Berhubung ini sudah jam istrahat, sudah tahu kan apa yang biasanya si gembrot lakukan?

Malas terlalu lama memikirkan Ridho, Daniar pun langsung menuju ruang BK yang gak jauh dari lorong kedua dari kelasnya. Juga, melewati kelas si Bidadari Lintang Utara. Pritana Rasyid. Cewek kelas 11 IPA 2 yang lagi asik menggossip bareng temannya, Kanina.

***

"GAK nyangka gue!" Teriak Kanina menggebu. Sampai Cewek ini menggebrak mejanya dan berdiri. Sebelum Kanina kembali melakukan hal yang dirasa memalukan. Prita langsung menariknya kembali agar duduk dengan manis di tempatnya.

"Jangan rusuh deh Nin!" Tegur Prita. Bukannya membuat Cewek bertahi lalat di bawah dagu ini sadar. Ia malah semakin menggila setelah mengecek notifikasi dari LINE nya.

"Aaaaaaa!!!" Teriak Kanina heboh. Membuat Prita otomatis menutup telinganya. Bisa-bisa gendang telinganya jebol kalau kelamaan berada di sebelah Kanina.

"Apaan sih, Nin? Bener ya lo mau bikin gue jadi pasien dokter THT?"

Kanina cuek. Tidak terlalu memperdulikan ocehan Prita yang setengah merajuk itu. "Bodo deh, lo mau bilang apa. Yang terpenting adalah .... "

"Apa?"

"BTS MAU KONSER DI JAKARTA!!!" Teriak Kanina sumringah. Sedangkan Prita hanya memutar bola matanya malas ke arah lain.

"Bukannya kemaren udah nonton konser ya?"

Kanina menggeleng keras. "Yang kemaren itu Got7, Prit. Nah yang ini para suami gue akan berkunjung." Kanina menjelaskan dengan mata berbinar.

"Eh? Gue kan gak tahu. Emang kantong lo gak jebol apa? Saban hari kerjaan lo nonton konser mulu." Lagi-lagi Kanina menggeleng. "Gue kan nabung."

Ingin rasanya Prita menggetok kepala Cewek satu ini dengan sepidol. Mana mungkin, ada orang yang rela menghabiskan uang berjuta-juta dalam semalam?

"Tenang aja, ntar kalo habis tinggal minta ke bokap," jawab Kanina enteng. Iya juga sih. Bagai mana bisa Prita lupa, kalau Ayah Kanina itu asli orang Arab yang kerja di pabrik minyak di Saudi. Mana mungkin juga kantong Kanina bisa jebol? Kecuali Prita yang begitu, bisa dikutuk Ibu sama Ayah sampai tujuh turunan ntar.

"Eh itu Daniar mau ke mana?" Kanina menepuk bahu Prita sampai ia menoleh ke ambang pintu yang terbuka lebar. Mendapati sekelebat bayangan Daniar yang lewat. Membuat benih-benih rasa penasaran itu megembang layaknya adonan kue bolu. Dan gak pikir panjang lagi, Prita berbisik kepada Kanina. "Kita ikutin dia!"

***

"KAMU tahu, kenapa ibu suruh si Ridho untuk manggil kamu kemari?" Tanya Bu Airi dengan tampang galak.

Daniar menggeleng. Sesekali pandangan Cowok berjambul itu terangkat. Namun kobaran api di sekitar Bu Airin selalu mengalahkan binar tak berdosa milik Daniar.

"Saya gak tahu Bu. Baru juga keluar kelas, mau istirahat. Terus Ridho - "

"Sssstttt," potong Bu Airin sambil melotot. "Saya belum suruh kamu ngomong!"

Glek

Kalau ada yang bertanya, bagai mana perasaan orang yang siap di tembak mati. Mungkin seperti ini rasanya. Eh, yang siap aja masih dag-dig-dug-ser begini. Apa lagi yang gak siap?

"Nih lihat!" Bu Airin menyodorkan sebuah rekaman amatir lewat ponselnya. Mata Daniar otomatis membulat sempurna.

"Ini kan .... "

"Ini kan, ini kan apa? Masih kurang kantin bertebaran di sekolah? Masih saja kamu delivery order! Memangnya ini rumah kamu?" Sentak Bu Airin membabi buta. Membuat intuisi Daniar memaksa untuk menoleg ke belakang barang sebentar.

Oh, benar kan?

Prita dan Kanina sedang bersorak riang di depan sana. Tertawa di atas penderitaan Daniar yang ternyata ulah dari mereka. Membuat Daniar otomatis merasa malu dan telinganya panas karena omelan Bu Airin yang menusuk-nusuk bagai bunyi bom molotov yang sengaja dicentelkan pada daun telinganya.

"Kamu Daniar! Kalau ibu lagi ngomong, ya di dengerin! Ngadep sini!" Teriak Bu Airin sambil menjewer telinga Daniar. Memutar kepala Cowok itu paksa dan kembali menghujaminya dengan pertanyaan bertubi-tubi. Yang satu pun belum sempat Daniar jawab sebenarnya.

Dalam hati Daniar meledak. "Awas aja lo sumprit! Lihat aja lo ntar!"

"Melamun? Daniar Perwira!"

"E-nggak kok Bu."

Bu Airin mendengus keras. Menyeruakkan aroma kari ayam yang berasal dari mulut Bu Airin masuk ke dalam indera penciumnya.

"Ngapain kamu nutup hidung?" Tanya Bu Airin galak. Membuat Daniar buru-buru melepas tangannya yang mengapit dua lubang bersahaja miliknya.

"Kamu .... "

"Iya bu?"

"Bersihkan toilet Cewek sekarang!"

Dan mendapat hukuman seperti ini, bagai lebih kejam dari hukuman mati yang sudah diputuskan pengadilan agama. Ralat, negeri!

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PepermintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang