#2

311 16 0
                                    

Hari-hari pun berlalu. Hari ini adalah hari bahagiaku bersama Rey. Kami baru saja menikah. Untuk sementara, kami tinggal di Toronto ditempat ayah, ibu dan pamanku. Bosku yang sedari kemarin sibuk menghubungiku. Memintaku untuk segera masuk kerja. Sementara Rey tetap bekerja dibengkel pribadinya. Ada beberapa anak buah yang membantu pekerjaannya disana selama dia pergi.

Suatu hari, aku sedang jalan bersama Rey. Kami menuju sebuah pusat kota. Ada seorang pria tua jalan kearah kami. Ia terlihat pucat. Agak membukuk. Lalu dia menyerahkan sebuah kertas brosur kepada kami. Lantas saja aku dan Rey terheran-heran. Aku tak berfikiran macam-macam langsung kuambil saja brosur itu. Tanpa banyak bicara, pria tua itu pergi. Ia berjalan terseok-seok.
Aku melihat brosur itu. Sebuah brosur rumah? Rey mengerutkan keningnya. Ia mengambil brosur itu dari tanganku.
"Kebetulan kita mencari rumah, kan?". Katanya padaku.
"Harganya juga tidak terlalu mahal". Sambungku.

Entahlah bagaimana pria itu seakan-akan tau bahwa kami tengah mencari rumah tinggal untuk kami sendiri.

Rumah itu ternyata terletak di Michigan. Karena sudah menikah, aku dan Rey memutuskan membeli rumah dengan hasil tabungan kami selama ini.

Keesokkan harinya, kami memutuskan untuk kembali ke Michigan. Aku tidak tahu bahwa ternyata ada rumah yg dilelang di Michigan.

Sesampainya di Michigan, kami dijemput oleh temanku. Namanya Brian. Dia temanku sejak kecil. Saat ini dia tinggal di Michigan bersama ibunya.
Kami pun bergegas menuju kealamat yang tertera di brosur yang kami dapat kemarin.
"Entahlah. Aku belum pernah mendengar alamat itu sebelumnya". Gumam Brian yang tengah sibuk menyetir mobil.
Aku tak menjawab.

Michigan diguyur hujan lagi. Kilat menyambar dimana-mana. Udara semakin dingin. Waktu menunjukkan pukul 4 sore.

Tak lama, kami pun sampai dirumah itu. Kutatap rumah itu dari dalam mobil. Suasananya mencekam. Sepi. Sekitar rumah itu juga terdapat rumah-rumah warga. Aku, Rey dan Brian pun menuruni mobil. Berjalan menuju rumah itu. Kami berteduh dibungalow rumah itu.

Dari kejauhan, kulihat seorang pria yang tengah berlari menghampiri kami.

"Hey. Hey!". Katanya seraya berlari kecil kearah kami.
"Ada apa?". Tanya Rey.
"Apa yang kalian lakukan disini? Kebetulan aku yang mengurus rumah ini". Tanyanya dingin.
Aku tersentak. Tanpa pikir panjang aku pun mengeluarkan brosur dan menyerahkannya pada pria itu.

"Kami akan ambil rumah ini". Ujarku. Ia menatapku.

Ia membuka pintu rumah itu. Kami berniat untuk melihat-lihat seisi rumah itu.
Suasana didalam rumah itu gelap. Seluruh prabotan ditutupi kain putih.

"Kuharap kalian akan nyaman disini". Ujar pria itu pada kami.

Kami melihat-lihat ruangan-ruangan dirumah itu. Aku menaiki tangga yang membawaku kelantai dua. Rumah ini berlantai 2. Bau tengik masih tercium. Kupandangi lukisan-lukisan yang terpajang didinding. Rumah itu tak begitu besar. Tapi lumayan nyaman untuk ditinggali. Aku menuju sebuah ruangan santai. Kulihat ada sebuah cermin disana. Sebuah cermin tua. Tak terurus. Disisi kanan kiri cermin itu terdapat lilin. Aku mengampiri cermin itu. Kuraba kaca cermin itu. Kayu yang menyangga kaca cermin itu dipenuhi dengan sarang laba-laba.

Aku pun menuju kearah jendela. Kutatap kearah luar. Tiba-tiba aku melihat seorang gadis yang tengah berdiri disamping kotak pos rumah ini. Ia menatap tajam kearahku. Menatap sangat tajam. Wajahnya begitu dingin dan pucat. Aku mengerutkan keningku. Diluar sana hujan deras. Kenapa anak kecil itu tetap berdiri disana. Ia tak berhenti menatapku.
Terus menatap...
Terus...

Tiba-tiba aku tersentak ketika ada yang memegang pundakku. Dengan cepat aku menoleh kebelakang. Sialan! Ternyata itu Rey. Aku kaget bukan kepalang.
Aku menghela nafas panjang.

"Kau baik-baik saja?". Tanyanya padaku.
"Aku tidak apa-apa". Kataku seraya mengatur nafas. Kembali aku menatap ke arah luar tempat gadis yang sedari tadi menatapku terus.

Anehnya, ketika aku kembali melihat, gadis itu telah tiada. Entah dia kemana. Keningku mengerut. Kepalaku dipenuhi pertanyaan tentang gadis itu. Apakah dia hanya tetangga sekitar saja yang ingin melihat kami? Tapi, mana ada orang yang mau berdiri disana. Hujan pula.

Reynand menyadarkan aku. Ia terheran-heran dengan sikapku yang daritadi tak berhenti menatap keluar sana.
"Apa yang kau lihat, Alena?". Tanyanya lagi.
"T-tidak. Aku tidak melihat apa-apa. Hanya saja, diluar hujan semakin deras...". Kata-kataku terputus ketika teriakan Brian dari bawah sana memanggil-manggil kami.
"Alena! Rey!". Teriaknya.

Kami pun bergegas menuruni anak tangga dan menghampiri Brian. Brian tengah berdiri dipojok ruangan tengah. Dia tengah menatap kearah sebuah cermin.

Tunggu...
Cermin itu terlihat mirip dengan cermin yang kutemukan diatas loteng.
"Lihat ini. Sebuah cermin tua. Lihat...". Kata Brian seraya meraba pahatan kayu yang menyangga cermin itu.
"Pahatannya keren sekali. Terlihat indah...". Gumam Brian.

Aku tak menjawab. Aku menatap cermin itu. Kulihat dicermin itu ada seorang gadis tengah berdiri di pojok ruangan dibelakang kami. Gadis itu mirip dengan gadis yang tadi menatapku dari luar. Bedanya...

Dia tersenyum kecut padaku...
Dengan cepat aku menoleh kebelakang.

Tidak ada!!!
Aku kembali menatap cermin itu. Dia telah menghilang!

Apa-apaan ini?
Apakah hanya halusinasiku saja? Tidak, tidak..
Ini pasti hanya halusinasiku saja. Akhir-akhir ini aku sering menonton film hororr. Huh! Dasar bodoh!

"Kunci rumah ini kalian pegang. Kuharap kalian nyaman disini. Berhentilah melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat disini". Gumam pria tua itu sembari menatap kearahku.

Berhentilah melihat sesuatu yang tak seharusnya dilihat disini....

Apa?
Kenapa dia menatapku seperti itu?
Dia menatapku aneh...

AimeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang