“Hal itu apa?” Jeremiah bertanya kembali, meski ia tahu pasti apa yang dimaksudkan Alina.

“Kegiatan yang kau lakukan di kantormu.”

“Apa? Bekerja? Membaca puluhan berkas? Mendengarkan laporan? Atau mengadakan percakapan penting dengan relasi melalui hubungan telepon?”

“Jangan mencoba berkelit Jeremiah. Baik aku atau pun kau, sama-sama mengetahui apa yang sedang kita bicarakan.”

“Oh ... maksudmu adalah kegiatan yang kau sela tadi? Ketika aku sedang bersetubuh dengan seorang wanita di mejaku kah yang kau maksud?” kata Jeremiah sambil melepaskan blazer yang disusul oleh vest-nya.

“Ya!” seru Alina dengan wajah merah akibat keterusterangan Jeremiah mengatakan persetubuhan alih-alih bercinta, yang dianggap menjijikan oleh Alina.

“Kau cemburu?” tanya Jeremiah, “bukankah kau sendiri yang menganjurkan—bahkan memerintahkanku—untuk memiliki simpanan?”

Jeremiah kembali mengingatkan Alina mengenai perkataannya pada malam pengantin mereka. Bahwa Alina tidak ingin berhubungan intim layaknya suami-istri dengan Jeremiah karena menjijikan. Menyuruh Jeremiah untuk mencari orang yang dapat memuaskan nafsu binatangnya.

Pernyataan itu cukup menampar Jeremiah. Bukan. Menampar terlampau kecil dibanding apa yang dirasakan Jeremiah ketika harga dirinya tergerus saat mendengar pernyataan yang dilontarkan Alina.

Mereka memang tidak menikah atas dasar cinta. Pernikahan mereka murni untuk mengokohkan hubungan bisnis antara Jeremiah dan Alexander—ayah Alina. Namun tidak sekali pun Jeremiah menyangka bahwa ia akan ditolak oleh orang yang baru saja resmi menjadi istrinya.

“Tidak,” jawab Alina atas pertanyaan Jeremiah apakah ia cemburu dengan nada dingin yang tidak berubah. “Aku tidak cemburu dan memang akulah yang ‘menganjurkan’-mu untuk memiliki simpanan. Tapi bukan berarti kau pantas melakukan perbuatan menjijikan itu di tempat umum.

“Terlebih kantormu. Di mana semua orang bisa melihat. Bagaimana yang masuk ke dalam ruanganmu bukan aku? Melainkan pekerjamu, relasimu, atau mungkin Kakak dan Ayahku? Jika mereka menemuimu dalam posisi memalukan itu, mau ditaruh ke mana wajahku? Belum lagi dengan apa yang mereka pikirkan.”

“Kupikir mereka akan mengerti.” Jawaban Jeremiah terdengar netral, tapi Alina menangkap kesan menyalahkan yang Jeremiah  maksudkan kepadanya.

“Jeremiah, kau beranggapan jika itu semua salahku?” kata Alina mengkonforntasi maksud suaminya yang tersirat.

“Jadi kau baru menyadarinya saat ini? Setelah kita dua tahun menikah?”

“Apa maksudmu?”

“Semua orang memaklumi apa yang kulakukan, dikarenakan sikapmu yang kelewat dingin itu.”

“Kau menyalahkanku!?” ujar Alina dengan berang. Kemarahannya tersulut oleh sikap Jeremiah yang tidak acuh dan menyalahkannya.

Jeremiah pun sama berangnya dengan Alina. Ia marah bukan hanya karena disudutkan, tapi juga karena siksaan yang Alina lakukan terus menerus terhadapnya. Membuat Jeremiah mendamba setengah mati sang Istri, namun wanita itu sangat dingin—atau frigid.

“Ya! Aku menyalahkanmu!”

“Berani sekali kau menyalahkanku! Semua tidak akan terjadi jika kau bisa menahan nafsu binatangmu!” balas Alina tidak terima dengan tuduhan Jeremiah.

Jeremiah mendengus. Tertawa sinis terhadap perkataan Alina. “Bagaimana mungkin orang yang tetap suci setelah menikah dua tahun dapat mengatakan itu. Orang yang tidak pernah mengetahui mengenai gairah itu sendiri.”

Sugar JarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang