Shoplifter

37.7K 828 22
                                    

Bagai sebuah penyakit kambuhan, dorongan itu muncul. Sebuah rasa tertekan yang menghimpit, diikuti oleh debaran jantung yang memekakkan telinga. Keinginan atas rasa damba akan sesuatu. Kali ini dorongan itu muncul karena sebuah pena yang terpajang di rak alat tulis di sebuah toko buku yang Fae datangi.

Jika dilihat dengan saksama, pena tersebut tidaklah istimewa. Berbentuk silinder panjang dengan diameter nol koma lima sentimeter—yang merupakan standar ukuran pena yang beredar di pasaran, dengan warna cokelat muda sewarna kulit dan material logam anti karat pada penjepitnya. Warna yang tidak menarik juga kuno, jika dibandingkan dengan pena lain yang berada di sisi kiri dan kanannya—dan mungkin itulah yang memunculkan rasa ketertarikan dalam diri Fae.

Namun selain itu, benda tersebut hanyalah sebuah pena biasa. Yang tidak ada bedanya dengan pena-pena yang telah Fae miliki. Fae bahkan mempunyai banyak pena yang jauh lebih baik dibandingkan pena berwarna cokelat muda itu, baik dilihat dari harga ataupun kualitas. Hanya saja semua fakta-fakta tersebut tidak dapat meredakan gejolak dalam hati Fae. Malah hanya seperti menyiramkan minyak pada kobaran api yang menyala.

Dari sudut mata, Fae melirik ke arah samping, menilai keadaan di sekitar. Cukup ramai, seperti halnya keadaan toko buku di akhir pekan. Namun di bagian peralatan menulis di mana dia berdiri saat ini, hanya ada segelintir orang yang lalu-lalang dengan tidak acuhnya pada keadaan sekitar. Fae pun melirik pada sisi lain dan melihat bagian belakang tubuh petugas yang berjaga di seksi tersebut sedang asyik bertukar kabar burung dengan rekan kerjanya.

Sebuah keadaan sempurna juga waktu yang tepat untuk melaksanakan keinginan terpendam dalam hati Fae. Dengan mata waspada mengamati situasi, tangan kanan Fae meraih pena berwarna cokelat muda yang seakan meminta dia untuk mengambilnya. Beberapa detik singkat yang terasa panjang, pena tersebut telah berpindah tempat ke dalam saku rok seragam tartan berlipit yang Fae kenakan.
Rasa euphoria memenuhi hatinya. Fae merasakan kepuasan tak terlukis karena mendapatkan apa yang dia inginkan. Hanya saja rasa haru yang Fae rasa, tidaklah berlangsung lama. Karena dengan sekuat tenaga dia menahan perasaan tersebut, itu bukanlah waktu yang tepat. Saat ini, yang harus dia lakukan adalah meninggalkan toko buku dengan tenang dan tidak memancing kecurigaan orang-orang di sekitarnya.

Baru saja Fae akan mencapai pintu keluar, pergelangan tangannya dicekal oleh sebuah jemari panjang dan kokoh berwarna kecokelatan. Seketika rasa panik dan malu terefleksikan sempurna di mata Fae, dengan pandangan mengarah ke arah sosok tegap yang saat ini menahannya.

Dari pengamatan singkat, Fae tahu, pria itu bukanlah pegawai yang mengawasi area penjualan. Terlihat jelas dari pakaian yang dia gunakan. Kemeja berserat katun murni tenunan terbaik dan pantalon cokelat muda yang terbuat dari wol kasmir, keduanya dijahit dengan jahitan halus—merupakan bukti bahwa apa yang dia kenakan bukanlah barang produksi massal.

Pria tersebut tidak mengenakan dasi ataupun blazer, hanya sebuah ikat pinggang kulit rusa yang melingkar di pinggang rampingnya juga arloji dengan tali juga terbuat dari jenis kulit yang sama, sebagai pelengkap penampilan kasualnya.

Hanya saja, dari penampilan yang tidak formal tersebut, si pria mengeluarkan aura yang menegaskan segalanya yang diinginkan pada diri pria. Kekuasaan, kepercayaan diri, kharisma dan ... intimidasi. Membuat segala sifat berani, tegar ataupun tangguh yang Fae miliki bersembunyi di sudut yang tidak terlihat.

“A ... a-ada apa?” tanya Fae, mencoba bersikap tenang meski hatinya tengah melakukan lompatan energik seakan tiap detiknya akan mencelat dari kungkungan rusuk yang melindungi. Dalam hati Fae tahu, kemungkinan besar pria itu menangkap basah dirinya yang telah mengutil.

Pria di hadapan Fae bergeming, seakan tidak mendengar perkataan yang Fae ucapkan. Hanya diam dan memandang Fae dengan tatapan datar sementara tangannya masih mencekal pergelangan tangan gadis itu, membuat Fae tidak bisa berlari pergi meski ingin.

Sugar JarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang