Adegan yang diciptakan keduanya menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka. Hingga beberapa orang terdiam di tempat, hanya untuk mengetahui apa yang tengah berlangsung. Petugas keamanan yang bertugas menjaga pintu pun datang menghampiri mereka. Ketika itu kepanikan yang dirasa Fae membumbung ke tempat tertinggi. Membuat wajah Fae kehilangan semua rona, hanya menyisakan kepucatan yang menyiratkan rasa rapuh.

Dalam kepala Fae tengah memutar kemungkinan-kemungkinan yang muncul dari rentetan kejadian yang tengah berlangsung. Di mana dirinya digiring ke dalam kantor toko buku oleh petugas keamanan untuk kemudian ditanyai mengenai tindakan yang dia lakukan, diiringi tatapan tajam pengunjung toko buku. Asam dalam lambung Fae bergejolak.

“Ada apa ini?” tanya petugas keamanan ketika berada di dekat kedua orang yang menarik perhatian pengunjung toko, dengan mata mengarah pada Fae lalu ke arah pria di sampingnya. Mata petugas keamanan melebar, sedikit terkejut mengetahui bahwa salah satu dari penyebab keramaian di toko buku adalah orang yang dikenal.

“Pak Rio.” Petugas keamanan menyebut nama pria yang mencekal Fae dengan nada sedikit terkejut, hormat, juga rasa takut yang berusaha untuk ditutupi.

Ketakutan yang dirasakan petugas keamanan itu wajar, karena pria yang dia panggil; Pak Rio—atau Kautsarrio, merupakan orang yang kedudukannya di atas langit bagi petugas keamanan. Di pertengahan kepala tiga, Kautsarrio telah memimpin sebuah grup usaha yang semula berkecimpung di dunia properti dan hiburan, namun akhir ini mulai melebarkan sayap ke bidang lain. Salah satunya adalah jaringan toko buku yang saat ini mulai berpindah ranah sedikit-demi-sedikit ke arah toserba, berkat Kautsarrio yang mengambil alih kepemilikan dengan mencaplok induk perusahaan tempat bernaung toko buku.

Namun, walau begitu, petugas keamanan tetap berusaha bersikap profesional. Dia berdeham dan kembali bertanya, baik pada Fae ataupun Kautsarrio. “Jika boleh saya tahu, ada apa ini?”

Fae hanya bisa diam mendengar pertanyaan itu. Sedikit-demi-sedikit, di mulai dari ujung jari, tubuh Fae mendingin seakan kehangatan tidak pernah singgah di sana. Dalam panik, Fae mencoba memikirkan cara lepas dari keadaan ini. Tapi, semakin dia berpikir, semakin buntu pikirannya. Hingga tidak menyadari tangan yang menggemgamnya sedikit mengerat.

“Tidak ada apa-apa.” Kalimat itu diucapkan oleh suara maskulin dan penuh percaya diri. Membuat Fae berpaling ke arah datangnya suara dan melihat pria yang berdiri di depannya pun mengarahkan pandangan padanya lalu tersenyum kecil, sebelum berbalik kembali ke arah petugas keamanan.

“Tidak ada masalah apa pun,” ucap Kautsarrio sekali lagi, “saya hanya menyapa adik sepupu saya.”

Kausarrio tersenyum lebar untuk mempertegas perkataannya. Petugas keamanan yang merasa tidak yakin atas pernyataan itu, berpaling ke arah Fae untuk menerima klarifikasi dari gadis itu. Fae yang semula tercengang atas apa yang diucapkan Kautsarrio, mengangguk kikuk. Meski kecurigaan masih belum lenyap sepenuhnya, petugas keamanan tidak memperpanjang dan kembali ke tempat dia berjaga.

Fae, mengembuskan napas lega dan otaknya yang semula terhenti mulai bekerja kembali. Dia merasa sangat berterima kasih atas kebohongan yang diucapkan oleh Kautsarrio, dan menghindarinya dari keadaan yang sangat memalukan.
Karenanya dia memberikan senyuman dan berucap lirih, “Terima kasih.”

Namun Kautsarrio tidak mengatakan apa pun untuk membalas ucapan Fae. Hanya memandangi gadis itu beberapa saat sebelum beranjak pergi dari toko buku dengan tangan yang masih menggenggam pergelangan tangan Fae. Membuat Fae, mau tidak mau mengikutinya dengan langkah terburu-buru dan kebingungan.

Mata Kausarrio menjelajah ke tubuh gadis yang tengah duduk di depannya, dalam sebuah kedai kopi yang terletak tidak jauh dari toko buku. Gadis yang tidak dia ketahui namanya itu, memiliki paras dan tubuh yang menarik. Bahkan dalam monitor pengawas kecil yang memuat gambar hitam-putih, pesona yang gadis itu miliki menariknya.

Sugar JarDär berättelser lever. Upptäck nu