Aku berniat meninggalkan tempat itu namun tiba-tiba terdengar sesuatu dari dalam sana. Aku kembali melihat ke arah gang tersebut, menyipitkan mata, mencoba mengerahkan seluruh kemampuan pengelihatanku untuk mengetahui apa yang ada di dalam sana.

Sebenarnya suaranya tidak terlalu besar, seperti sekarung beras yang sengaja di lemparkan ke tanah namun suasana gang yang sepi justru membuat suara tersebut terdengar mencurigakan.

Mataku menangkap sesuatu. Seseorang berusaha keluar dari balik kegelapan, merangkak menggunakan kedua tangan, berusaha menyeret tubuhnya ke arah sini. Siapapun yang melihat pasti sadar jika ada yang tidak beres dan karena itulah aku memasuki gang untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Aku berjalan mendekati sosok tersebut sambil meraba dinding. Semakin dalam rasa takut mulai menyelimutiku, rangkaian adegan-adegan mengerikan mulai tercipta dalam otakku dan sesekali membuat bulu kuduk berdiri. Semakin dekat suasana makin mencekam dan mendadak bau anyir mulai terasa menyengat. Reflek aku langsung melindungi hidungku, menyembunyikannya di balik kaos oblong berwarna biru yang kukenakan.

"To...lo...ng...," ucap sosok tersebut dengan suara parau.

Ternyata memang ada yang tidak beres, hal buruk pasti tengah menimpa orang itu. Kupercepat langkah karena mendadak rasa keadilanku sampai pada tingkat maksimal hingga akhirnya tepat di depanku nampak seorang wanita dengan darah yang mengucur deras dari luka sayatan di lehernya. Dia melihat ke arahku, satu matanya sudah rusak, aku tidak tahu bagaimana menyebutnya yang jelas darah juga mengalir dari sana.

Tubuhku langsung bergidik ngeri hingga membuat kakiku melangkah mundur dengan sendirinya. Sosok wanita itu tetap merangkak dan terus merangkak, mendekat lalu kemudian mencengkram erat salah satu kakiku.

"To...long..., saya...."

Aku berusaha menutup mulutku, mecoba bertahan dari serangan rasa mual yang bertubi-tubi. Bau anyir darah, penampilannya yang menjijikkan, semua tentang sosok ini membuatku ingin mengeluarkan makan siangku.

Aku hanya terpaku, seolah otak ini memerintahkan untuk tak beranjak, bukan karena cengkeraman sang wanita. Kuberanikan diri untuk melihat lebih jelas keadaan wanita tersebut. Sebentar, aku mengenal wanita ini, dia adalah orang menyebalkan yang membuatku dipecat dari tempat kerja. Apa yang dia lakukan di sini? Ah lebih tepatnya kenapa dia bisa ada di sini?

Mungkin aku merasa senang jika saja tidak meyadari jika seseorang telah melakukan ini. Ya, ini pasti perbuatan seseorang, entah apa motifnya dan yang jelas pelakunya masih berada di sekitar sini. Bagaimana mungkin dia membiarkan korbannya luka parah tanpa menghabisinya?

Sadar keselamatanku juga terancam tubuhku menjadi lebih waspada, bersiap jika ada serangan mendadak yang muncul entah dari mana. Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, peluh menetes derah dan keringat dingin mulai membanjiri tanganku. Ibarat seorang kelinci yang jadi santapan ular, hanya bisa terdiam, menanti ajal tanpa kemampuan untuk melawan.

"AAAAAKRRKKGGHKK!" Wanita itu tiba-tiba menjerit, jeritan memilukan yang mampu membuatku merasakan kesakitan yang ia rasakan.

Darah tersembur ke wajahku, menghadirkan rasa perih luar biasa serta bau anyir yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Perlahan aku mengusap mataku, pelan-pelan aku melihat wanita itu tergeletak tak berdaya, bermandikan darahnya sendiri. Samar-samar aku melihat sebuah tangan muncul dari balik kegelapan, menggenggam gagang pisau yang entah sejak kapan tertancap di tengkuk si wanita tersebut. Tanpa ragu, tangan tersebut mencabut gagang pisau, menciptakan bunyi menjijikan yang membuatku ngilu setengah mati.

Gawat, ternyata perkiraanku benar, pelakunya masih ada di sini. Apa yang sebenarnya dia lakukan? Merampok? Apapun itu semuanya tak akan berakhir baik bagiku, saat ini aku berada di waktu dan tempat yang salah, menjadikanku saksi atas aksi brutalnya.

Pojok Ambigu Otak KananOnde histórias criam vida. Descubra agora