R-G 10

11 1 0
                                    

"Gimana kerjaannya tadi nak?" Tanya bunda di ujung telfon.

"Baik bun. Capek. Fresca di jadiin babu tadi. Huhh.." jawabku sambil mengehla nafas kasar. Lelah sekali rasanya. Mataku benar-benar butuh istirahat.

"Yaudah. Tidur lagi. Besok bunda bangunin jam berapa?" Tanya bunda yang sepertinya mengerti benar dengan kondisiku.

"Empat bun. Yaudah ya Fresca tutup telfonnya." Ucapku sambil mengakhiri percakapan.

Benar-benar drop kalau gini caranya.
'Tuhan kuatkan aku. Aku butuh, dan sangat butuh pekerjaan ini' gumamku yang tak sadar sudah terlelap sebelum membersihkan diri.

Drttt drttt
"Hm." Jawabku malas.

"Bangun nak udah jam empat." Ucap bunda yang ku dengar juga masih menguap di ujung sana.

"Ya." Ucapku singkat lalu mematikan sambungan telfon.
Aku langsung bergegas kekamar mandi. Dan baru tersadar lupa sekedar untuk mencuci muka.
Aku menguap selebar-lebarnya dan melekukan tubuhku kekanan-kekiri dan kedepan-kebelakang.

Seusai mandi kudengar bell berbunyi. Siapa orang gila yang tega mengacau di pagi buta begini.
Saat ku buka pintu, cengiran khas yang beberapa hari ini sering kulihat terpampang jelas di depan pintu.
Siapa lagi kalau bukan tetangga sintingku Dalyan Saputra.

"Breakfast yuk." Ucapnya sambil menggosok kedua matanya.

"He?" Tanyaku linglung tak mengerti.

"Sarapan." Ucapnya singkat yang kali ini masih berdiri menungguku mempersilahkannya masuk. Kulihat dia menenteng  dua kantongan yang ntah apa isinya. Baunya sih bubur.

Aku menarik tangannya tak peduli. Lalu mempersilahkannya menjelajahi dapurku yang cukup berantakan.

"Ntar kunci apartemen lo tinggal aja. Gue suruh orang bersihin kamar lo ntar." Ucapnya malas sambil menuang bubur kedalam mangkok. Nah kan benar bubur.

"Lain kali ngajak gue sarapan jangan bawaiin bubur. Gue gak terlalu suka bubur." Ucapku sambil menyuapi sendok demi sendok bubur tersebut. Belum sampai lima menit bubur dalam mangkok tersebut telah habis ku lahap.

"Oke" jawabnya lambat.
Dasar lemot batinku.
Seusai makan, ia langsung ngeloyor pergi. Kelakuannya benar-benar membuatku harus menghela nafas kasar dua detik sekali.

Saat semua nya siap. Maksudku aku dan barang bawaanku dalam tas sudah siap. Aku langsung mengunci pintu dan menitipkannya pada Dalyan Saputra. Aku percaya karna aku telah menanyakan tentang Dalyan pada mas Adit. Dan ternyata dia adalah bawahan Mas Adit yang sedang bertugas di Surabaya.

"Mau gue anter?" Tanyanya datar.

"Gak." Balasku lebih datar dan langsung pergi menuju lift.
Hanya ada lima belas lantai dalam gedung ini. Dan horor menurutku saat malam hari yang takut pada lorong sepi.

Supir taxi yang dari kemarin menemaniku sudah menunggu di bawah. Aku memang sengaja memintanya siap sedia mengantarkan ku saat pergi dan pulang kerja.

****

"Oke Fresca sekarang tugas kamu bantu menyiapkan Group Tag. Terus kamu bantu pasangin kebagasi grup penumpang. Siapkan dua warna" perintah senior ku sopan sambil tersenyum ramah.
Aku pun segera mengambil dua kardus berukuran sedang dan melakukan dengan sigap tugasku. Aku melakukan semaksimalku agar aku cepat diangkat menjadi pegawai tetap.

Dengan bibir yang selalu tersenyum hampir delapan jam rasanya cukup membuatku merasa keram.
Tulang-tulang ku semua terasa nyilu. Otot-otot kakiku sudah menegang. Jari kaki ku terasa membengkak karna heels yang kupakai. Tapi mau bagaimana lagi, ini lah awal sebuah perjuangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 25, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Random-GirlWhere stories live. Discover now