Bagian 3 (Pertemuan)

En başından başla
                                    

Pram terpaku dalam geming melihat benda yang dibawa pelanggannya itu ke atas meja kasir.

KONDOM?

Gadis itu heran melihat barang yang dipilihnya belum juga diproses oleh kasir baru tersebut. "Hei, Mas Pram! Kenapa? Belum pernah lihat kondom, ya? Ayo, cepat! Aku buru-buru!"

Bagaimana ini?

Pram terdiam sambil berusaha mengingat peraturan toko tentang pelarangan penjualan beberapa barang kepada pembeli.

Tidak. Tidak ada. Kalau rokok dan minuman keras, untuk pelanggan berusia di bawah tujuh belas tahun memang dilarang, tetapi kondom dan lagi ... anak ini kemungkinan sudah tujuh belas tahun.

Ini tidak ada hubungannya denganku, 'kan? Tugasku hanya memasukkan data ke komputer dan terima uangnya. Selesai!

Situasi yang dilematis ini membuat keringat mengalir di dahi pria tersebut. Setelah lama diam, akhirnya dia menjawab, "Aku tidak akan menjualnya padamu."

Gadis itu sontak terlihat kesal. "Kenapa?! Aku punya uang! Aku akan bayar!" ketusnya.

"Aku tidak menjual kondom pada anak ingusan seperti kamu."

"Hah? Memangnya Mas Pram tahu dari mana kalau aku beli kondom untukku sendiri atau orang lain?"

Pram tersenyum seolah meledek lawan bicaranya itu. "Oh, ya? Lalu, kalau bukan untukmu sendiri, kamu mau beli untuk siapa?" selisiknya.

"Bapakku yang memintaku membelikan ini," sangkal gadis tersebut.

"Oh, benarkah? Kalau begitu, bilang pada bapakmu, kalau dia harus membelinya sendiri ke sini. Aku akan sabar menunggunya datang."

Wajah gadis itu langsung memerah. Manik matanya tidak kuasa menatap pria di depannya, bahkan selama beberapa detik pun.

Sementara itu, Ricky muncul dari pintu gudang. "Ada apa, Pram?"

"Bocah ini ..., dia ...."

Pram lantas menatap pelanggannya tersebut. Wajah gadis itu terlihat semakin merah padam karena kemungkinan besar Pram akan menceritakan hal itu pada staf lain di toko.

Tangan Pram sontak menutupi kondom di atas meja. Tanpa komando, dirinya tersenyum pada Ricky sambil menggeleng. "Tidak ada apa-apa, Ki. Kami cari barang, ternyata tidak ada stoknya," katanya.

Tiba-tiba gadis tadi membuka pintu. Dia keluar dan berjalan cepat menjauh dari toko tanpa permisi. Namun, usai Pram memasukkan kondom di tangannya ke laci meja kasir, ia berlari keluar mengejar pelanggannya tersebut.

"Hei! Tunggu!"

Gadis itu berhenti berjalan. Dia masih memunggungi pria yang detik ini menghampirinya.

"Maaf ..., tapi aku tidak bisa menjual benda itu padamu," ucap Pram usai jarak mereka dirasa hanya tinggal satu meter.

Gadis itu masih bergeming.

"Siapa namamu?" tanya Pram setengah melirih.

"Via."

"Via, aku tidak bermaksud menceramahimu. Kamu masih sangat muda. Mungkin beberapa tahun dari sekarang, kamu baru akan menyadarinya kalau kamu sebenarnya tidak memahami banyak hal yang dilakukan saat ini. Kamu bisa jadi keliru mengartikan nafsu sesaat dengan cinta. Kamu sebenarnya pantas untuk dimuliakan oleh orang yang benar-benar mencintaimu. Waktu tidak bisa ditarik mundur kalau kamu terlambat menyadarinya."

Via perlahan berbalik. Matanya lurus memandang Pram dengan mulut yang kembali terkunci rapat. Dia tidak pernah mendengar ucapan yang dilontarkan orang lain seperti apa yang didengarnya barusan dari pria tersebut. Sekian detik kemudian, ia tersenyum.

NIGHT SHIFT (SUDAH TERBIT)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin