Tak terlihat namun nyata

513 77 8
                                    

"Kau tidak bisa menyangkalnya Zarc. Ramalan itu telah menunjukan tanda-tandanya."Gio membalas tatapan Zarc.

Zarc memalingkan wajah, ia menatap butiran salju yang berguguran di luar jendela sana. Tak ada yang tau apa yang tengah ia pikirkan. Pria itu memandang dingin di kejauhan sana.

"Kehadiran gadis itu, bukankah salah satu tanda-tanda Ramalan itu. Kau sendiri tau, tidak ada satupun makhluk hidup yang dapat memasuki teritorial ini. Dimana tempat ini dilapisi oleh kabut hitam yang pekat, siapapun yang memasukinya atau menghirup sedikit saja maka tubuhnya akan hancur. Dan lihat wanita itu baik-baik saja. Dia tidak mati. Dan tanda-tanda kedua, kurasa kau tau apa itu." sambung Gio. Ujung kalimatnya menggumam penuh arti.

"Aku tidak mengerti apa yang kalian bicarakan. Memangnya Ramalan apa?" Tanya Rei yang menatap kedua pria itu bergantian. Zarc dengan pandangan lurus ke jendela, jelas pria dingin itu tidak akan menjelaskan apapun padanya. Lalu ia menatap Gio. Gio melirik sekilas dan kemudian berlalu seraya menguap.

"Aku mengantuk." Gio menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

"Hei! Astaga, aku diabaikan." Rei berdecak kesal. Ia menoleh ke arah Zarc yang masih terdiam kaku didepan jendela," aku juga mengantuk. Malam Zarc." pamit Rei.

Setelah pintu tertutup, Zarc menyentuh dadanya. Secepat inikah? Bibirnya menyungging sinis. Ia terpejam merasakan detakan amat kuat dari jantungnya. Ini tidak pernah terjadi dan sekalinya terjadi dia harus mengalami suatu kepahitan. Suara dengusan keluar dari rongga hidungnya. Ia menengadah menatap langit tak berbintang disana. Bayang wajah wanita itu masih membekas dalam ingatannya. Sentuhan dingin dari tangan mungil yang mencari kehangatan pada tubuhnya terekam dengan jelas. Lidah mungkin bisa berbohong tapi hati?

Zarc menolehkan kepala, memandang lukisan yang tergantung didinding. Dahinya mengerut pertanda dirinya tengah berpikir. Lalu tanpa membuang waktu ia melangkah ke lukisan itu. Menggesernya sedikit lalu dinding di sebelah lukisan itu berderak hingga terbukalah menampakkan deretan anak tangga yang menjorok ke bawah. Kemudian lilin-lilin yang berderet menempel di dinding dekat tangga hidup secara misterius. Menerangi jalan.

Zarc melangkahkan kakinya kesana. Ia berjalan tenang seakan ini adalah sebuah kebiasaan yang selalu ia jalani. Setelah sampai pada sebuah pintu berbahan dasar kayu, ia memutar kenop dan membuka pintunya perlahan. Tidak ada apapun diruangan itu, tapi yang menjadi tujuannya kemari ada pada bunga mawar hitam yang terletak di atas cawan di meja. Satu kelopak bunga itu gugur menandakan bahwa ramalan itu benar-benar akan terjadi.

Zarc menyentuh secarik kertas lusuh yang telah termakan rayap yang diletakan di samping cawan bunga mawar itu. Jarinya mengelus baris pertama, dan bibirnya mengucapkan untaian kata yang tertera disana.

"Seperti angin yang akan datang dan juga pergi."

Baru selesai ia mengucapkan kalimat itu. Suara Rei terdengar memanggilnya. Ia menggeser lukisan itu ke tempat semula dan ruangan itu tertutup kembali oleh dinding. Rei membuka pintu serampangan, ia menghampirinya dengan wajah pucat.

"Sebenarnya aku tidak ingin membuatmu marah. Tapi...tapi...aku penasaran dan pergi ke...kamarmu..."

Wajah Zarc langsung berganti menyeramkan. Aura intimidasi tak terelakan dan matanya memicing tajam.

Rei cepat-cepat menyambung kalimatnya,"aku tidak melakukan apapun, sungguh. Ketika aku membuka pintu kamarmu, aku tak mendapati apapun disana."

Zarc mencerna ucapan Rei. Kata-kata dari ramalan itu terngiang dan secepat itu pula ia ke kamarnya. Langkahnya terburu-buru. Ia membuka pintu kamar dengan kasar.

Kosong. Seakan tak pernah ada seseorang yang singgah disana. Tangan Zarc mengerat pada ganggang pintu. Mencengkeramnya kuat dan menghancurkannya. Rei bergidik ngeri melihat ganggang pintu yang terbuat dari batu mulia itu hancur dalam cengkeraman Zarc. Hancur seperti butiran tak berharga.

The Dark Lord ZarcWhere stories live. Discover now