DENGANMU

3.1K 103 29
                                    

“Papa janji nanti jemput Lia, ya!” Dahlia yang berada dalam gendonganku mengingatkan papanya. “Lia sama Bunda enggak akan pulang kalau enggak dijemput.”

Aku tertawa kecil mendengar ancaman yang dilontarkan gadis cilik berusia lima tahun ini. Kalimat memaksa yang tidak terbantahkan.

Mas Lendra menatapku, meminta pertolongan. Sayangnya aku hanya bisa menggeleng pelan. Kalimat Dahlia adalah mutlak.

“Baiklah Sayang! Papa akan berada di TK tepat jam 11.” Mau tidak mau Mas Lendra mengalah. “Dan Lia harus janji jadi anak baik di sekolah.”

Dahlia mengangguk sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

Mas Lendra mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Dahlia sebagai stempel perjanjian sebelum berkata, “Sekarang, sayang Papa dulu!”

Dengan sebelah tangan berpegang di pundakku, Dahlia memajukan tubuhnya dan sebelah tangan yang bebas berpegangan pada bahu Mas Lendra sebelum mendaratkan sebuah kecupan manis ke pipi papanya itu.

Mas Lendra sumringah, kemudian mencium kedua pipi anaknya bergantian sebelum berpaling padaku. Mengecup dahiku lembut—yang membuat Dahlia cekikikan— sebelum berkata“Mas pergi dulu, Cemara.”

Pipiku menghangat, begitupun hati. Mas Lendra tidak pernah sungkan berlaku mesra di depan Dahlia selama merasa itu dalam tahap wajar. Dia bilang, menunjukkan kemesraan yang wajar di depan anak bisa membuat anak tumbuh lebih bahagia dan merasa dicintai.

Kuraih tangannya untuk mencium punggung tangan. “Hati-hati di jalan, Mas.”

Mas Lendra mengangguk. “Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.”

“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh,” jawabku dan Dahlia hampir bersamaan.

Senyum taklepas dari wajahku mensyukuri nikmat Tuhan yang begitu besar. Aku pikir keharmonisan seperti ini hanya ada dalam film atau novel.

Memiliki Mas Lendra dan Dahlia adalah hal membahagiakan yang pernah terjadi dalam hidupku. Pertemuan tak terduga dan membawa anugerah terindah. Aku tidak pernah menyesali walau sebelumnya bukan ini yang kuharap.

~o♥o~

Pukul delapan malam, tujuh  bulan sebelumnya.

“Menikahlah denganku,” pinta Mas Lendra ketika sudah di depan rumahku saat mengantar pulang selepas jalan-jalan hari terakhir liburannya dan Dahlia di Yogyakarta.

Tatapannya serius waktu mengucapkan itu. Tidak ada candaan maupun keraguan di sana.

Desiran aneh muncul dalam dada. Tiba-tiba jantungku berpacu di atas normal. Ada ketidakyakinan dengan apa yang aku dengar barusan.

“Jika kamu setuju, aku akan melamar pada Ayahmu malam ini juga.”

Aku mengalihkan pandangan pada Dahlia yang tertidur di kursi belakang mobil. Bingung harus merespon bagaimana pada lamaran mendadak ini.

“Terima kasih telah mengantarku pulang, Mas. Lebih baik kalian segera kembali ke hotel,” ujarku berusaha tersenyum biasa, memilih mengabaikan perkataannya tadi. “Kasihan Dahlia. Pasti dia capek sekali seharian ini jalan-jalan.”

“Apa kamu tidak ingin mencoba denganku, Cemara?” tanya Mas Lendra menghentikan gerakan tanganku yang ingin membuka pintu mobil. “Aku tahu kamu menyukai Ardan ...”

Aku refleks menelan ludah. Bagaimana dia bisa tahu? Padahal aku berusaha menyimpan perasaan itu rapat.

“Aku juga belum tahu apakah menyukaimu atau tidak. Hanya saja Lia sudah nyaman denganmu. Karena itu aku ingin mencoba membangun cinta bersamamu dalam sebuah pernikahan.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DENGANMUWhere stories live. Discover now