"Masa iya gara-gara merhatiin label gitu doang mama bisa mutusin dia istri-able atau enggak."

Mata sang mama memicing pada anak lelakinya, "Seenggaknya kalau dia merhatiin label begitu, dia pasti nyuci bajunya sendiri, Dan."

Kali ini Madan tertawa kecil.

Yang tidak ia duga, setelahnya sang mama menghampiri wanita muda tersebut dan menepuk bahunya. Madan mulai mengira-ngira hal mengerikan apa yang akan mamanya lakukan. Terakhir kali, ia ingat sang mama memaksanya untuk mendaftar di salah satu biro jodoh, demi keinginannya untuk menimang cucu sebelum berumur enam puluh lima.

"Mbak?"

Seketika setelah wanita muda itu menoleh, senyum di wajah sang mama mengabur, diikuti dengan melebarnya tatapan sang anak oleh keterkejutan.

] [

Di bagian belahan bumi yang paling tidak terduga, Khanza bertemu dengan pria yang setengah mati dihindarinya.

Dua hari yang lalu ia baru saja tiba di Jakarta dan langsung mengambil penerbangan ke Malang. Kemarin, ia mengistirahatkan diri sepenuhnya, mencoba membiasakan diri menghirup udara dari kota yang sarat akan pahit masa lalunya.

Dan ketika ia telah terbiasa, sosok itu muncul seenak jidatnya.

Khanza tidak pernah ingat kalau lelaki itu suka berbelanja ataupun menemani siapapun berbelanja. Maka ketika mendapati ptia itu mencengkeram erat pegangan troli, Khanza tak bisa menahan dirinya untuk tersenyum.

Oh, bukan tersenyum pada pria itu, tapi tersenyum pada sesosok wanita yang barusan menepuk bahunya, yang ia kenali sebagai ibu dari pria yang mematung di belakangnya.

"Eh, Tante." Ia meraih tangan wanita itu dan menciumnya, "Apa kabar, Tan?"

Khanza dapat melihat wanita di depannya tersenyum kaku, "Baik, Za. Kamu ngapain disini?"

Ia tertawa dalam hati mendengar pertanyaan tersebut. Memangnya apa lagi yang ia lakukan kalau sekarang ia berada di supermarket? Mencari ubur-ubur?

"Belanja, Tan. Biasa," jawabnya, kontras dengan apa yang baru ia pikirkan.

"Oh, gimana kabar mama kamu? Sehat?"

Khanza mengangguk, "Alhamdulillah, sehat, Tan."

"Alhamdulillah kalau gitu." Wanita itu menimpali.

Khanza dapat melihat gerak-gerik tak nyaman yang ditunjukkan wanita di hadapannya. Ia lantas berbasa-basi sedikit, mencoba untuk mencairkan suasana. Setidaknya ia harus terlihat kuat dan baik-baik saja, di mata pria itu.

"Yaudah kalau gitu. Tante kesana dulu, ya, Za?"

Khanza menganggukkan kepala, bersyukur karena ia tidak perlu menjadi orang pertama yang pergi.

Sekelebatan kemudian, sosok wanita itu tergantikan dengan sosok pria yang tingginya mengintimidasi Khanza. Tidak, pria itu tidak melakukan apapun selain hanya memandanginya.

"Enggak ngikutin mama kamu?" Khanza bertanya, kikuk.

Pria itu mengangguk pelan, namun bergeming dari tempatnya berdiri. Ketika mulutnya mulai membuka, Khanza mengambil langkah cepat untuk berbicara.

"Kalau gitu, aku kesana dulu, ya. Bye."

Khanza tersenyum, lantas dalam hitungan detik berikutnya ia melangkah pergi.

Menjauh sejauh-jauhnya sebelum luka lamanya menganga kembali.

] [

"Sejak kapan kamu jadi suka minum teh?"

NTdTK: Menemu KamuWhere stories live. Discover now