Panggilan untuk para penumpang pesawat tujuan Jakarta menggema ke seluruh sudut ruang. Menanggapinya, gadis itu beranjak dan menghela napas.
Kakinya melangkah berat meninggalkan kursi tunggu. Sejenak ia berhenti untuk mengamati sekitar, membuat cetak biru di kepalanya. Lantas setelah menghela napas sekali lagi, ia melangkah menuju antrean panjang tak jauh dari sana.
Dadanya bergemuruh tak pasti. Selama empat tahun tinggal di Texas, ini kali pertama dia kembali ke negara kelahirannya, Indonesia.
Dan ia hanya berharap satu; jangan sampai ia bertemu bedebah itu.
] [
Pria itu menarik napas dalam-dalam ketika hembusan angin sejuk menyentuh permukaan wajahnya.
Ia rindu, teramat rindu pada sentuhan angin dari tempat dimana ia lahir. Ia merindu pada angin dingin yang selalu membuatnya menggigil disini, hal yang tak pernah ia rasakan selama ia tinggal dan menetap di Dubai.
Mendapat jatah cuti selama seminggu tak membuatnya berpikir panjang. Sesegera mungkin ia mengambil penerbangan paling cepat menuju Jakarta, lantas meneruskan perjalanannya ke Batu, Malang, tempat dimana ia besar dan menghabiskan masa mudanya.
"Madan."
Pria itu menyahut singkat ketika seseorang memanggilnya dari dalam rumah. "Iya, Ma?"
"Anterin mama ke Loka, ya, abis ini? Temenin mama belanja."
Pria itu menganggukkan kepala singkat ketika sang mama muncul di belakangnya. Ketika wanita itu pergi, Madan tak mau membuang waktu. Ia menyesapi udara dingin itu sedikit lagi, lantas menatap pada barisan rumah yang ada sejauh matanya memandang.
Ia tersenyum. Dari belakang rumahnya, ia dapat melihat Kota Malang yang berada beberapa meter di bawah Kota Batu.
Dan ia tidak sanggup menampik kalau Malang juga menyimpan kenangan yang sama penting baginya.
] [
Madan tersenyum masam ketika sang mama dengan asyiknya memasukkan satu per satu belanjaan ke troli. Matanya menatap naas pada setumpuk belanjaan yang memenuhi kereta yang tengah ia dorong tersebut.
Kakinya pegal.
Ia ingin pulang.
Tapi ia tak mau menjadi anak durhaka.
"Maaf, ya, belanjanya mama banyakin sekalian. Mumpung kamu pulang ini," ujar sang mama, kembali memasukkan sekotak besar entah-apa-itu ke dalam troli. "Adikmu itu kalau disuruh nemenin mama belanja malesnya minta ampun. Giliran kulkas kosong dia selalu heboh."
Madan mau tak mau tersenyum masam ketika mendengar gerutuan mamanya. Ia seketika teringat pada gadis berusia sembilan belas yang, ketika ditinggal tadi, tengah tertidur di depan televisi yang menyala.
Adiknya memang malas, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Madan. Begitu menurut sang mama.
Pria itu lantas terus mendorong troli, mengikuti kemana sang mama melangkah. Mereka sampai di rak-rak tinggi berisikan berbagai produk deterjen ketika sang mama menyenggol lengan Madan.
"Dan, lihat itu, deh."
Mata Madan bergerak seiring dengan arah telunjuk sang mama. Dalam detik berikutnya, ia menangkap sosok seorang gadis yang tengah membaca label pada satu produk deterjen.
"Istri-able banget, 'kan?"
Mau tak mau pria itu mengangkat sebelah alisnya. Mendengar kalimat kekinian dari wanita berumur lebih dari setengah abad tersebut membuat telinga Madan tergelitik.
ESTÁS LEYENDO
NTdTK: Menemu Kamu
Historia CortaOrang bilang secangkir teh di pagi hari cukup untuk menyegarkan pikiranmu. Maka gadis itu menjadikannya rutinitas; mencoba mencintai teh sebagaimana ia mencintai kopi hitam yang telah merusak lambungnya. . . Pahit sejatinya tidak ada dalam keh...
