Chapter 2

9.3K 748 27
                                    


(PoV Lucy -> Adik)

Aku dan Kakakku selalu bersama kami tidak pernah terpisahkan sejak dulu. Kami berdua beranjak remaja diusia yang sama tetapi semakin lama hubungan kami kian merenggang seperti ada jarak diantara kami. Jarak yang tidak terlihat. Tetapi meskipun begitu aku tahu Kakak selalu memperhatikanku dari jauh. Aku sudah cukup bahagia mendapatkan sedikit perhatian darinya.

Kami berdua adalah murid unggulan disekolah kami. Tentu saja aku yang pertama baru setelah itu Kakak. Meski begitu orangtua kami selalu membandingkanku dan Kakak. Entah apa yang membuat mereka selalu membandingkanku dan Kakak soal nilai, peringkat, bahkan sifat saja mereka bandingkan. Entah apa yang mau orangtuaku itu kejar. Mungkin anak yang seperti aku yang selalu mempunyai nilai nyaris sempurna dan juga pandai bersosialisasi. Tapi bukannya setiap anak itu berbeda-beda sifatnya bahkan jika anak itu kembar. Kembar bukan berarti harus sama bukan? Kalau kami berdua terlihat sama dalam berbagai hal bukankah itu terlihat mengerikan. Bayangkan saja kamu tidak bisa membedakan kembar yang satu dan yang keduanya karena mereka sama.

Untunglah Kakakku itu sangat sabar, bahkan selalu diam ketika Ayah dan Ibu membandingkannya denganku. Aku bersyukur Kakak tidak membenciku karena Ayah dan Ibu yang selalu membandingkanku dengan Kakak. Tapi... beberapa jam yang lalu untuk pertama kalinya aku melihat sisi lemah Kakak yang selalu terlihat tegar.

Membayangkan apa yang terjadi beberapa jam yang lalu membuatku menghela napas panjang sambil menatap langit-langit dikamarku. Aku kembali membayangkan kembali saat-saat Kakakku terlihat lemah... Entah kenapa membuatku bibirku ini merekah dengan sendirinya, detak jantungku juga bermain dengan dentuman-dentumannya yang begitu cepat, suarannya terdengar sangat nyaring ditelinga, dan juga membuatku sedikit bersemangat...

(Flashback beberapa jam lalu)

Ayah dan Ibu kembali membandingkan aku dan juga Kakak hanya karena nilainya dibawah nilaiku. Aku heran apa orang tuaku tidak bosan selalu membandingkan kami berdua. Aku saja bosan mendengarnya. Apa Kakak tidak bosan mendengar dirinya selalu dibandingkan denganku?

Kakak pergi meninggalkan kami dengan alasan 'belajar' setelah selesai mendengar semua kata-kata Ayah dan Ibu. Aku rasa mungkin Kakak juga sudah muai bosan mendengar kata-kata Ayah dan Ibu oleh karena itu Kakak pergi meninggalkan Aku, Ayah, dan Ibu diruang keluarga. Aku pun diam-diam mengikuti Kakak yang terlihat berjalan menuju kamarnya.

Kuperhatikan langkah Kakak semakin melambat, terlihat punggungnya mulai bergetar. Kakak menangis? Kakak tidak tegar seperti yang aku kira. Tidak mungkin Kakak tidak terluka setelah mendengarkan apa yang Ayah dan Ibu katakan. Mungkin sebenarnya Kakak juga membenciku dan aku tidak tahu itu.

"Kakak..." Ucapku sambil menghampiri Kakak yang sedikit terkejut karena kehadiranku.

"Kakak... jangan sedih... aku akan selalu ada untuk Kakak." Ucapku sambil terus mendekatinya. Tidak ada kata yang terdengar dari Kakak. Kakak mencoba menyembunyikan tangisnya dariku. Kakak orang yang sangat baik yang pernahku lihat. Tanpa sadar aku tersenyum dan langsung memeluk tubuhnya yang kini berada dalam jangkauanku. Aku rasakan suhu tubuhnya yang hangat, sekaligus ringkih dan lemah. Tubuhnya begitu kecil dalam pelukkanku. Aaahhh... akhirnya aku bisa memeluknya seperti ini...

"Lu... lepas..." ucap Kakak. Ya... itu yang diucapkannya tetapi aku merasa tidak ada penolakan dari tubuhnya. Aku rasa Kakak sudah biasa dan merasa aman dalam pelukanku. Aaaah... Rasanya aku tidak bisa menyembunyikan rasa senangku...

"Sebentar lagi kak..." Ucapku. Aku ingin lebih lama seperti ini Kak... jadi biarkan aku memelukmu dalam keadaan seperti ini Kak.

"Kak... mereka mungkin tidak mengerti... tapi aku mengerti apa yang kamu rasakan Kak. Jadi biarkan aku menenangkan Kakak." Ucapku yakin kalau Kakak akan merasa tenang setelah mendapat pelukkan dariku.

Twins Telephaty [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang