"Bu..bukan ... begitu nyonya, kami samasekali tidak berbuat apa-apa". Ucap Celin dengan gugup.

"Aku tidak peduli apa yang kalian lakukan tapi aku akan mengurus pernikahan kalian segera, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, dan satu lagi MOM, aku tidak suka dipanggil nyonya oleh menantuku sendiri". Ucapnya, membuat Jayden dan Celin menganga karena terkejut.

"sampai bertemu dirumah nak, aku mencintaimu". Lizbeth mencium pipi Jayden yang tengah terdiam karena kaget. Kemudian ia melangkah mendekati Celin dan melakukan hal serupa.

"Aku akan menunggumu datang lagi sayang, sampai jumpa". Lizbeth menuju pintu keluar ruangan Jayden. Sesaat hening diantara mereka memikirkan yang tengah terjadi.

"Beritahu pada ibumu, kalau tidak ada apa-apa diantara kita". Ucap Celin memecah kebisuan diantara mereka.

"dan baju itu, aku tidak mungkin mengembalikannya lagi pada Ibumu tapi aku akan membayarnya dengan mencicil, kau bisa memotong gajiku setiap bulan, aku tahu baju itu mahal dan dari perancang ternama, aku mempunyai salah satu dari koleksinya dulu".

"Kau masih saja bermimpi, dan kau tidak perlu merisaukan baju itu, aku yang mengambilnya dari lemari Ibuku bukan kau".

"Maaf aku lupa aku berada di kehidupan nyata sekarang". Sahut Celin sinis.

"boleh aku tahu siapa yang mengganti pakaianku malam itu?" Tanyanya kemudian Jayden menelan ludah mendengar pertanyaan yang samasekali tidak ingin didengarnya.

"hmmm.....Aku ....sendiri....".

"Apa????". Wajah Celin langsung memerah dan Jayden hanya tersenyum tanpa rasa bersalah sedikitpun.

***

Verin Pov

Sudah dua minggu aku bekerja pada Nathan, dan selama dua minggu ini Nathan menyiksaku dengan sikap dinginnya dan terkadang dengan kemarahannya yang tidak jelas.

"Apa kau tidak bisa mengerjakan segalanya dengan benar!". Dia membentakku lagi, ketika aku memberinya laporan mingguan perusahaan. Aku sudah mencoba membuat rekonsiliasi antar departemen, aku sudah mengeceknya berulangkali, aku yakin tidak ada kesalahan, tapi tetap saja aku salah.

"Maaf, saya akan memperbaikinya, sir". Sahutku, aku hanya bisa menundukkan kepalaku, aku takut melihat kemarahannya.

"pergilah!!". Perintahnya, cepat-cepat aku beranjak dari ruangannya sebelum kemarahannya lebih buruk lagi.

Di luar ruangannya aku hanya menghela nafas. Ingin sekali aku berteriak dan menangis, Nathanku berubah. Dia bukan Nathan yang penyayang lagi, apa waktu bisa mengubah orang seburuk itu? Pertanyaan itu selalu muncul di otakku.

Aku berjalan menuju cafetaria, saat ini aku perlu segelas kopi untuk menenangkan syarafku.

"sepertinya kau cukup tertekan bekerja dengan mr. Nathan?". Seseorang disebelahku mencoba memulai pembicaraan denganku, aku menoleh seorang pria yang cukup tampan tersenyum padaku.

"Iya, ini karena memang kebodohanku, sepertinya aku tidak cukup mempunyai kualifikasi sebagai asisitennya". Sahutku lemah.

"Aku Leo". Pria itu menjulurkan tangannya padaku.

"Aku Verin". Balasku.

"kalau sedikit tertekan cobalah menuju atap gedung, kau bisa menikmati pemandangan gedung-gedung di sekitar sini, mungkin bisa sedikit menenangkanmu".

"benarkah? Sepertinya aku tertarik, apa kau sibuk? Bisakah kau mengantarku kesana?". Tanyaku penuh harap, dan ia menganggukkan kepalanya.

Seperti kata Leo, pemandangan dari atas sini sungguh menakjubkan, aku tidak akan pernah bosan memandanginya. Aku harus berterima kasih pada Leo karena memperkenalkan tempat ini.

Twin SistersWhere stories live. Discover now