Reizen I - Osilon Village : Part 1

Start from the beginning
                                    

            Lalu seorang manusia paruh baya berperawakan sedang masuk ke dalam kamar bersama seorang gadis, yang kemungkinan besar adalah anak perempuannya.

“ Ah, akhirnya kamu siuman anak muda,” katanya membuka percakapan “ Kami kira, kamu tidak lagi bisa di selamatkan. Sungguh keajaiban kamu masih bisa bertahan.”

  “ Dimana aku?” tanyaku mencoba mengeluarkan suara dari tenggorokanku yang kering.

 “ Kamu berada di desa Osilon , kamu kami temukan di padang rumput yang tak jauh dari desa ini. Kamu………”

 “Sudah ayah, biarkan dia beristirahat dulu. Dia kan baru siuman, ini.” Gadis itu memotong sembari meletakkan gelas berisi air dan semangkuk sup hangat. “ kamu makan dulu ini, semoga keadaan mu semakin membaik setelah makan ini.” lanjutnya sambil tersenyum.

“ Ah, ya, maaf , seharusnya aku membiarkanmu beristirahat dulu. Nanti akan kita lanjutkan perbincangan kita. Selamat beristirahat.” katanya sambil meninggalkan kamar. “Oh ya, Aku Marquis, Kepala desa Osilon ini.” lalu dia menutup pintu kamar.

Aku kembali sendirian di kamar ini. Mencoba mengambil papan kayu yang ditaruh mangkuk – mangkuk berisi makanan yang tadi diletakkan di meja sebelah tempat tidurku. Aku tidak menyadari betapa lapar dan hausnya aku sekarang. Jadi tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan semua makanan dan minuman itu. Setelah habis, aku mencoba menggerakkan tubuhku. Tapi sepertinya ada pasak – pasak yang menahan tubuhku agar tak bisa bergerak. Sakit langsung menyergap seluruh tubuhku begitu aku memaksa memindahkan salah satu kakiku. 

Aku menyerah untuk menggerakan tubuhku, jadi aku kembali menghempaskan tubuhku ke kasur. Aku terbaring sambil menatap langit – langit kamar yang sekarang kutempati ini. Langit – langit yang dihiasi oleh ornamen – ornamen rumit yang tak kumengerti. Aku masih mempertanyakan siapa aku, kenapa aku terluka, dan bagaimana aku bisa sampai disini. Aku tak bisa mengingat apa yang telah terjadi padaku dan masa sebelum tadi aku siuman. Aku memikirkannya terus dengan kepala berdenyut – denyut, hingga ahirnya aku tertidur.

                                                                 ***

“..””..”

Suara – suara kecil disekitarku membuatku kembali terjaga. Suara – suara tersebut berasal dari lantai dibawah kamarku sepertinya. Aku melihat ke jendela. Langit sendu dengan Matahari yang sudah meninggalkan cakrawalanya dan mulai berganti tugas dengan sang rembulan untuk memberikan cahaya pada bumi ini yang menandakan bahwa sang Malam sudah datang. Aku sudah merasa cukup istirahat dan berharap aku bisa menanyakan pertanyaan – pertanyaan yang memenuhi kepalaku kepada kepala desa.

          Tubuhku masih sangat sakit jika digerakkan, tapi aku tetap memaksanya. Aku ingin mengambil baju yang di letakkan di bangku tak jauh dari meja dan turun kebawah untuk bertemu kepala desa. Saat aku baru bisa berdiri, masuklah anak gadis yang tadi datang bersama kepala desa.

“Hei, kamu belum boleh banyak bergerak. Ayo kembali ke tempat tidurmu.” katanya memerintah sambil memaksaku untuk kembali terduduk di  tempat tidur.

“ Aku ingin bertemu kepala desa.” kataku sambil meringis menahan rasa sakit.

“ Ayah sedang keluar. Nanti kalo sudah pulang akan aku minta dia kesini. Ini, kamu ingin mengambil ini kan?” katanya sambil memberikan baju itu.

“Ya, terima kasih… um siapa namamu?” kataku sambil memakai baju yang diberikannya.

“Aku Annabeth, putri kepala desa ini.” katanya meperkenalkan sambil tersenyum. “ kamu sendiri?”

Elemetal ForéaWhere stories live. Discover now