BAB 1 : Aku dan Kak Abby

496 20 0
                                    

"Mia!" panggil seseorang lantang. Aku menoleh seketika dan mendapati diriku yang lain sedang berlari ke arahku, dia kelihatan rapi dan bersih, berbeda halnya denganku yang lusuh dan kotor. Aku diam memandangnya yang tersenyum riang kepadaku. Aku iri dengan apa-apa yang ia miliki meski aku juga memilikinya. Aku memiliki mata menawannya, bibir indahnya, hidung mancungnya, wajahnya yang rupawan dengan alis yang sempurna dan bulu mata yang lentik. Ya, aku memiliki semua fisiknya karena kami kembar identik, namun aku tak memiliki nasibnya yang indah.

"Kenapa mesti lari-lari?" tanyaku sesampainya ia di hadapanku dengan napas yang terengah-engah. Ia memegang erat tali tas sekolahnya agar tak terjatuh dari lengannya sedangkan lengannya yang lain memegang punyaku.

"Kita bertukar tempat lagi, yuk?" pintanya padaku sembari mengatupkan kedua lengannya yang cantik dan lentik. Matanya terlihat memohon sekali kepadaku. Aku menghela napas kesal.

"Hari ini aku ada ulangan matematika kak ... " ujarku kepadanya.

"Kamu kan tahu kalau aku pandai matematika," sergahnya bersemangat. Ya, kakak kembarku memang pandai matematika. "Ayolah ... " rengeknya kembali. "Aku ingin melihat dirinya ... " imbuhnya. Ada seorang pemuda di kelasku yang menaut hati kakakku. Pemuda di kelasku memang membuatnya lebih ceria dan bersemangat dalam hidup. Dia melepaskan jaket mahal berwarna merah jambu serta pita indah yang kuinginkan sejak lama agar bertengger di rambutku yang juga indah. Ia memberikan semua aksesoris yang ada di dalam dirinya, kecuali seragam sekolah kami yang sama. Dari mulai pita, tas, jaket sampai sepatu kami bertukar. Gaya rambut kami juga kami rubah. Aku selalu mengikat rambutku sedangkan dia tidak.

Meski aku dan Kak Abby jarang bersama, kami tidak mau berbeda. Cukup lingkungan kami dibesarkan saja yang berbeda. Semua yang ada pada kami harus sama, termasuk panjang rambut kami agar orang mengenali kami sebagai saudara kembar yang saling menyayangi meski kami tidak tinggal satu atap dikarenakan satu alasan yang paling menyakitkan. Dan aku benci mengingat hal itu.

Aku bergegas memakai jaketnya, mengenakan pita indahnya di rambutku. Baru beberapa hari yang lalu aku bermimpi mengenakan pita indah seperti ini, hari ini mimpi itu terwujud meski hanya sementara saja, sampai jam pelajaran utama usai dua jam lagi.

"Teetttt!!!!!" Bel tanda masuk kelas berbunyi nyaring sekali. Aku dan Kak Abby merapikan pakaian kami. Kami memandang diri kami dalam cermin di hadapan kami. Sempurna sekali penyamaran kami. Aku menoleh ke kiri, tersenyum ke arahnya, lalu kebiasaan lama kami lakukan sebagai tanda kami saling sayang dan sepakat akan rahasia kami. Aku dan kakakku saling berjabat tangan dan mencium telapak tangan kami masing-masing setelahnya melambai ke kiri dan ke kanan bergantian sebanyak dua kali, dan terakhir gerakan menjotoskan tangan yang kami kepalkan. Kemudian kami tertawa terbahak-bahak.

Dia buru-buru berlari dari toilet setelah mencium pipi kiriku. Aku berjalan keluar. Di ambang pintu toilet kukeluarkan kepalaku sebagian, sembari memikirkan kalau-kalau penyamaran ini terbongkar. Entah mengapa aku merasa ragu-ragu saat memandang ke atas, ke kelas di mana Kak Abby seharusnya berada namun sekarang akulah yang akan ada di sana. Sungguh menyebalkan! Terbayang wajah Pak Hari saat aku memandang kelas Kak Abby. Wajah yang seolah akan menelan hidup-hidup muridnya. Apalagi jika mengingat kumisnya yang menyeramkan, seperti seorang dalang dalam lakon wayang lengkap dengan blangkon jawa dan sarung batik serta sandal yang mirip sekali dengan milik Aladin. Aku begidik memikirkannya.

Aku menghela napas panjang dan berat sekali. Rasanya sungguh malas untuk masuk kelas Pak Hari. Kak Abby sempurna sekali mencari hari kami bertukar posisi! Aku mendengus kesal. Bagaimana tidak? Setelah Pak Hari mengisi kelas Kak Abby, kelas selanjutnya yang akan Pak Hari isi adalah kelasku. Empat jam bersama beliau? Benar-benar serasa berada di kelas yang bersuhu supernova! Aku seperti dilempar jauh-jauh dari muka bumi dan mendarat di planet kutukan. Oh, beginilah nasib murid SMA. Samar, sama seperti warna seragamnya yang abu-abu.

Love Between Us 1Where stories live. Discover now