Audrey memilih untuk menonton televisi sambil menunggu Riel tiba. Ponselnya ia pegang di tangan agar ia tahu saat Riel mengiriminya pesan. Tapi, sudah hampir satu jam berlalu dan Riel tak kunjung sampai. Perjalanan dari rumah Riel ke rumahnya tidaklah jauh. Maksimal hanya membutuhkan tiga puluh menit jika memang ada kemacetan.

Ia pun memutuskan untuk menelepon Riel dan memastikan bahwa Riel baik-baik saja. Panggilan pertama tidak dijawab. Panggilan kedua juga tidak dijawab. Hal ini sukses membuat Audrey panik. Ia takut terjadi sesuatu pada Riel di tengah jalan. Ia pun kembali mencoba untuk menelepon Riel untuk terakhir kalinya.

"Drey?"

"Riel? Lo dimana? Lo nggak papa kan?" tanya Audrey dengan panik.

"Nggak papa. Kayaknya kita nggak jadi pergi hari ini. Ouch!" rintih Riel di sebrang sana.

Kedua mata Audrey langsung melebar mendengar rintihan Riel. "Lo kenapa? Kecelakaan atau gimana? Lo dimana? Gue ke sana ya sekarang?"

"Nggak usah. Ngapain ke sini. Orang cuma luka kecil doang."

"Apanya luka kecil? Lo tuh babak belur tau nggak?" Terdengar suara Bev di sebrang sana.

Babak belur? tanya Audrey dalam hati. Bagaimana bisa Riel babak belur? Apa ia benar-benar kecelakaan?

"Lo di rumah aja," ucap Riel lagi.

Audrey menggeleng. "Nggak. Gue ke sana sekarang."

"Ngapain sih?"

"Ya, lo kan babak belur. Gue mau jenguk lo lah," jawab Audrey sambil mematikan televisinya sebelum berjalan keluar rumah untuk mencari Pak Donny. Seharusnya ia sudah kembali bekerja hari ini.

"Nggak usah. Gue nggak mau ketemu lo."

"Nggak perduli. Gimana kalau gue mau ketemu lo? Udah, gue matiin dulu teleponnya," ucap Audrey sebelum memutuskan sambungan.

"Pak Donny, anterin aku ke rumah temen aku," ucap Audrey saat ia berhasil menemukan Pak Donny yang sedang menikmati kopinya di garasi.

Pak Donny mengangguk dan segera bangkit untuk mengambil kunci mobil di dalam rumah. Begitu mereka sudah berada di dalam mobil, Audrey memberitahu alamat rumah Riel. Dalam perjalanan ke rumah Riel, hatinya tidak bisa tenang memikirkan Riel yang babak belur. Bagaimana hal seperti ini bisa terjadi?

"Makasih, Pak," ucap Audrey sambil terburu-buru keluar dari mobil. Ia berlari sampai ke depan pintu rumah Riel dan mengetuknya beberapa kali. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan muncullah El.

"Pagi, Om. Riel dimana?" tanya Audrey dengan panik.

El mengangkat sebelah alisnya dengan bingung. "Riel?"

"Ah, Lucas maksud aku, Om," ucap Audrey dengan cepat.

"Oh, dia ada di kamarnya. Lagi diobatin sama Bev dan mamanya. Kamu naik aja gih ke atas." El melebarkan pintu untuk memberi jalan pada Audrey.

Audrey mengangguk dan segera pergi ke kamar Riel. Pintu kamar Riel sudah terbuka saat Audrey sampai. Di dalam terlihat Bianca yang sedang mengobati luka Riel dan Bev duduk di samping Riel.

"Aw, sakit, Ma," protes Riel saat Bianca sedang mengobati lebam di pipi kanannya.

"Lagian, siapa suruh kamu berantem?" tanya Bianca balik.

"Aku nggak berantem. Tiba-tiba aku distop di tengah jalan terus dipukulin coba," jawab Riel sambil menahan sakit.

"Emang siapa sih yang stop lo?" Kali ini Bev yang membuka mulut.

Riel menggeleng. "Gue nggak kenal mereka siapa."

Audrey yang sedaritadi hanya diam di pintu kamar pun akhirnya memutuskan untuk berjalan masuk. Mereka semua langsung menoleh ke arah Audrey.

"Tante, Bev," sapa Audrey disertai anggukan pelan.

Bianca tersenyum. "Hai, Drey. Kamu dateng sama siapa?"

"Sama supir aku, Tante. Sini, biar aku aja yang ngobatin dia," ucap Audrey dengan sopan.

"Yaudah. Tapi hati-hati, dia galak." Bianca memperingati Audrey sambil tertawa pelan. "Bev, turun yuk."

"Oke, Ma," ucap Bev sambil mengedipkan sebelah matanya pada Audrey.

Begitu mereka sudah keluar dari kamar Riel, Audrey duduk di samping Riel. Ia menatapi wajah Riel yang babak belur. Pipinya terdapat lebam yang cukup parah dan bibirnya terdapat beberapa luka. Melihat Riel dalam kondisi seperti ini membuka hati Audrey seakan teremas.

"Gue kan suruh lo nggak usah dateng," ucap Riel dengan nada sebal.

"Siapa?"

Riel menatap Audrey dengan bingung. "Siapa apanya?"

"Siapa yang ngelakuin ini ke lo?"

"Gue nggak tahu. Gue nggak kenal," jawab Riel sambil mengangkat kedua bahunya.

Audrey menghembuskan napasnya dengan berat dan membersihkan luka di bibir Riel dengan sangat amat pelan. Ia takut menyakiti Riel. Begitu ia sudah selesai membersihkan luka-luka di wajah Riel, ia mengambil salep dan mengoleskannya pada lebam di pipi Riel. Setelah itu baru ia mengobati luka di bibirnya. Audrey melakukan semuanya dengan sangat berhati-hati.

Riel menatap Audrey yang sedang mengobatinya dengan serius. Ia masih bisa melihat ekspresi khawatir di wajah perempuan itu. Walaupun ia terluka parah, ia senang Audrey ada bersamanya sekarang.

"Nggak papa kan kita nggak jadi pergi?" tanya Riel begitu Audrey sudah selesai mengobatinya.

Audrey mengangguk. "Nggak papa. Masih ada lain kali kok."

"Oke."

Saat Audrey sedang membereskan kapas-kapas bekas, ponselnya berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Audrey membuka tasnya dan mengambil ponselnya.

Gimana datenya? Cukup menyenangkan kan? Btw, Lucas jadi terlihat lebih ganteng ya.

Napas Audrey seakan tertahan begitu membaca pesan tersebut. Siapapun orang yang mengiriminya pesan ini sudah pasti orang yang sama yang membuat Riel babak belur.

Riel yang menyadari wajah Audrey seketika berubah pucat pun langsung menatap Audrey dengan bingung. "Kenapa lo?"

Audrey menoleh ke arah Riel dan berkata dengan suara bergetar, "gue tahu siapa yang bikin lo babak belur."

*

Lesson To Learn Where stories live. Discover now