Anata Dewangga

14.1K 1.3K 154
                                    

Jakarta, pukul satu dini hari. Seorang anak laki-laki tengah terjaga ditemani laga pertandingan Tottenham versus Manchester City. Merasa lega karena hingga akhir babak pertama, club andalannya masih tetap unggul 2-0. Di tengah-tengah babak kedua, dirinya terusik dengan bising nada panggil telepon genggam.

"Ya, Mah?" sapa Nata, menjawab panggilan sang Mama.

"Kamu belum tidur?"

"Belum. Lagi nonton bola dulu. Mama juga belum tidur?"

"Mama nggak bisa tidur, makanya iseng-iseng nelepon kamu. Gimana kuliahnya?"

"Selalu itu aja yang ditanyain tiap nelepon."

Hani tertawa. "Ya udah kalau gitu, Mama ganti pertanyaan, deh. Tahun baru besok, kamu libur berapa hari?"

"Libur Senin Selasa aja. Hari Rabu langsung UAS."

"Mau ada acara tahun baruan ke mana?"

"Nggak ada kayaknya, Mah. Aku lagi banyak tugas."

"Ikut Mama ke Bali mau nggak? Mama ada workshop kedokteran tanggal tiga."

"Ke Bali? Tanggal empatnya aku UAS, Mah."

"Kamu pulang ke Jakarta duluan tanggal dua. Masih ada waktu satu hari untuk belajar. Refresh pikiran kamu dulu supaya nggak penat. Ayolah, Nat. Temenin Mama. Udah lama juga kita nggak liburan bareng. Mau, ya?"

"Hmm, Mama tahu sendiri aku nggak pernah bisa nolak maunya Mama."

"Nah, gitu, dong. Siapa tahu di Bali ketemu cewek yang bisa dibawa pulang."

Nata ikut tertawa. Namun, tawanya terhenti saat mendengar Hani kembali bicara, "Dua minggu kemarin Mama baru ketemu Jani. Kondisi dia lagi nggak bagus. HB-nya rendah dan sendinya mulai bengkak-bengkak lagi. Jani sampai nggak bisa mandi beberapa hari ini, katanya."

Nata diam, mulai kehilangan kata-kata. Sudah sangat lama Nata tidak pernah saling berhubungan dengan Jani. Beberapa kali panggilan Jani tidak terjawab karena posisi Nata sedang berada di dalam studio.

"Terus gimana kondisi Jani sekarang? Apa harus dirawat?" tanya Nata kemudian.

"Nggak. Semoga masih bisa membaik dengan istirahat di rumah aja. Untungnya Jani lagi liburan sekolah, jadinya nggak banyak aktivitas. Tapi, kalau sampai minggu depan kondisinya masih seperti itu, mau nggak mau Jani harus opname lagi. Kamu kok kaget gitu? Emangnya kamu nggak tahu?"

"Minggu-minggu ini—apalagi menjelang UAS, aku lagi sibuk-sibuknya di kampus. Ngerjain tugas deadline-nya sampai minggu depan sebelum UAS. Belum lagi ada tugas lain yang harus diserahin akhir minggu ini sebelum liburan tahun baru."

"Besok kamu hubungi dia, tanya kabarnya gimana."

"Nanti aja, Mah. Sebentar lagi aku libur. Aku bisa langsung datang ke rumahnya."

"Ya udah kalau gitu, sampai ketemu hari Jumat, ya? Kita berangkat dari bandara Soetta aja. Biar nanti Mama minta diantar driver rumah sakit, supaya kamu nggak perlu capek-capek harus ke Bandung dulu."

Setelah mengakhiri percakapan dengan sang mama, Nata merenung sebentar. Terakhir kali ia berhubungan dengan Jani adalah sekitar dua bulan lalu, sewaktu Jani cerita tentang pertemuannya dengan Iyo di acara pernikahan salah satu guru di sekolah mereka. Dari sejak itu Nata belum sempat bicara lagi dengan Jani.

Nata berpikir, semakin dia mencoba untuk memahami Jani, semakin dirinya merasa tertinggal jauh di belakang. Seolah Nata memang tidak pernah diberi kesempatan untuk bisa menggapai gadis itu.

_____________

Malam tahun baru, Nata dan Hani berkeliling Bali untuk mengeksplorasi kemeriahan acara tahun baru di pulau yang konon katanya menjadi tempatnya para Dewa. Mereka sempat makan malam di restoran seafood pinggir pantai, lalu memutuskan kembali pulang ke hotel setelah banyak warga mulai turun ke jalanan hingga membuat keadaan kian crowded.

Nata duduk di bangku depan sebelah Hani yang sedang menyetir, memperhatikan jalanan yang mereka lalui hingga saat mobilnya melewati pantai Kuta. Di bagian paling ujung dekat Legian, Nata melihat standing banner besar di tempat yang lebih ramai dari tempat lainnya. Sebuah acara musik, dan Nata tertarik melihat siapa-siapa saja bintang tamu yang akan tampil.

"Mah, aku boleh berhenti di sini? Ada acara musik, kayaknya seru lihat daftar bintang tamunya."

"Boleh aja."

"Mama nggak apa-apa pulang ke hotel sendiri?"

Hani mengambil jalur kiri, menghentikan mobilnya di bahu jalan. "Nggak apa-apa, tapi nanti kamu pulangnya gimana?"

"Naik taksi aja, gampang."

Setelah keluar dari mobil, Nata berjalan menuju tempat diadakannya acara musik itu. Akan tetapi, ketika dirinya melewati gate masuk, langkahnya dihadang dua orang penjaga yang menanyakan tiket masuk.

"Ticket box-nya di mana?" Nata bertanya dengan kepala celingak-celinguk mencari tempat penjualan tiket.

"Tiket masuknya nggak dijual di tempat. Penjualannya on-line, di sini untuk penukaran merchandise aja."

Sial.

Karena tidak bisa masuk, akhirnya Nata mundur dan memilih untuk kembali ke hotel. Namun, begitu dirinya berbalik, ada gadis berhijab yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya.

"Mau masuk ya, Bli?" tanya gadis itu.

Karena dia menggunakan jilbab, Nata bisa menebak gadis itu bukan orang asli Bali.

"Iya, tapi gue nggak punya tiket."

Gadis itu terlihat kaget. "Oh, masnya bukan orang Bali?"

"Bukan, gue dari Jakarta."

"Sama. Aku juga dari Jakarta. Gini lho, Mas, kami udah beli tiket buat nonton konser ini, tapi ternyata ada satu orang teman kami yang nggak bisa datang. Nah, kalau Mas mau, tiketnya buat Mas aja. Eh, maksudnya dibeli, Mas, bukan ngasih, ya?"

Nata tertawa mendengar ucapan gadis itu. "Iyalah, pasti gue beli. Berapa harganya?" balasnya, lalu menyerahkan sejumlah uang sesuai nominal yang disebutkan gadis berhijab itu.

"Senang bekerja sama dengan anda," kelakar sang gadis yang berhasil memancing tawa renyah Nata. "Mas nonton sendiri?"

"Iya. Gue lagi liburan berdua sama nyokap."

"Ya ampun... So sweet banget. Oh iya, kita belum kenalan. Nama Mas siapa?" Dia mengulurkan tangan.

"Nata."

"Aku Kayla. Kalau Mas mau, Mas gabung sama kami aja."

Nata mengangguk. "Boleh, tapi gue punya satu permintaan."

Kayla mengerjap lebih dulu sebelum bertanya, "Permintaan apa?"

"Jangan panggil gue 'mas'. Emang tampang gue kayak mas-mas apa?"

Lagi-lagi, gadis itu tergelak karena ucapannya. Mengakibatkan laki-laki di depannya tertegun melihat tawanya. Sejak awal Nata bertemu dengannya, rasanya perempuan ini memang tidak asing. Apalagi setelah mereka bicara panjang lebar, seperti ada sesuatu yang mengingat Nata dengan seseorang. Namanya juga rasanya familier di telinga Nata.

Kayla, Kayla, Kayla.... Nata berusaha keras mengingat-ingat, hingga saat Kayla menoleh padanya, mengunci tatapan mereka sedetik, saat itu juga Nata tersadar bahwa gadis ini mirip dengan....

Buru-buru Nata meraih telepon genggam miliknya dari saku celana, membuka aplikasi Instagram, dan, ternyata benar, sesuai dugaannya. Fix, Nata yakin gadis itu adalah Kayla Arkana, sepupu Omar dan Jani yang kuliah di Bali.

Kali ini Nata percaya, dunia hanya selebar daun kelor.

_____________

(Jani's Story #2) Two HalvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang