WYSM*4

1.2K 156 6
                                    


Theo menghela napas berat Saat melihat Vanessa yang membanting pintu dengan keras.

Ah Sial! Dia kelepasan Lagi. Sampai sekarang Ini, Bayangan Valerie belum juga lepas dari dirinya. Gadis itu selalu terbayang dibenaknya.

Ok. Kembali ke topik.
Pria itu tak mengejar Vanessa. Bukan! Bukan karena ia tak peduli, tapi Oh ayolah.. lukanya sakit sekali. Tusukan pisau sialan itu terasa nyeri sekali hingga rasanya tulang tulangnya pun ingin lepas.

Eh Ngomong ngomong, tadi Vanessa sendirian Atau dengan Bodyguardnya!?

Shit! Kenapa dia tidak berpikir kesana dari tadi!?

Pria itu bergegas berdiri, berjalan tertatih kearah Mejanya.  Theo mengeryit saat melihat pemandangan dari Balkonnya yang Langsung berhadapan dengan Area Taman.

Perasaannya saja atau memang ada Vanessa disana, dan dikelilingi oleh pria pria.

1 .. 2.. 3.. 5? Kenapa malam malam begini Vanessa bisa ketemuan dengan Pria pria itu? Apa ia tidak Takut!? Dia kan perempuan dan mereka itu Laki-laki. Mereka..

Ah, Terserah!

"dia memang berbeda Dengan Vale" gumam pria itu. Tak habis pikir dengan Kelakuan Vanessa.

Tapi, kenapa hatinya tidak tenang. Oh Damn! Kenapa juga salah satu pria itu malah mendorong Vanessa membuat gadis itu hampir terjatuh!?

Sial! Tanpa pikir panjang pria itu bergegas berlari dengan tertatih tatih meskipun agak sempoyongan.

Theo meringis kesakitan.

"Hahh" Keringat Dingin bercucuran diwajah tampannya.
Ini sungguh sakit sekali.

Vanessa itu, benar benar menyebalkan!! Kalau mau mencari masalah, jangan disekitarnya!

Drap drap drap.

Theo menarik napasnya sejenak, berusaha menetralisirkan rasa sakitnya. Matanya melebar saat melihat pemandangan indah didepannya. Pria pria itu Tumbang. Bukan hanya Satu, tapi SEMUA!

Rasanya Theo ingin sekali tenggelam. Sia sia saja perjuangannya.

Theo menatap Vanessa yang membelakanginya. Entah kenapa Vanessa.. terlihat menyeramkan.

"Van?" Gadis itu berbalik. Menunjukan iris Matanya terlihat Lebih dingin dan terlihat lebih Kelam.

Vanessa terdiam.

***

***

Vannesa terdiam. Matanya melirik Sekilas kearah pria pria mabuk itu yang telah tumbang satu persatu.

Tidak . Ia tidak menggunakan kekuatannya dalam bela diri. Ia hanya menggunakan Handgund yang Isinya peluru bius.

Syukurlah Ia membawanya tadi, Jadi ia tak perlu repot repot.

Jika nanti mereka bertemu lagi, Vanessa berpikir untuk minta Maaf. Yah.. itupun kalau bertemu.

Tapi bukan salahnya, siapa suruh menganggu orang saat dalam kondisi Bad mood. Akibatnya ditanggung sendiri kan!? Lain kali hati hati saat ingin menjahili orang lain, lihat dulu apa Ia sedang dalam kondisi yang baik atau tidak.

"Van" Vanessa menoleh keasal suara, disana Theo sedang mengatur napasnya sambil memegang lukanya yang tadi baru selesai diobati.

Pandangan Vanessa tak Ia hiraukan, mata pria itu sibuk melirik Para pria yang tergeletak tak berdaya itu.

Vanessa menghela Napas.
"Kau bisa kembali kesana sendiri kan?" Tanya Vanessa tanpa bada-basi. Ia lelah melihat pria ini, tapi Ia juga harus tetap menastikan keselamatannya.

Theo diam saja. Pria itu hanya menatap Vanessa dengan tatapan anehnya, membuat Vanessa sadar akan sesuatu.

Vanessa mendengus.
"Aku tidak sejahat itu Theo" Gadis itu tersenyum Getir. Pandangan Theo sungguh menjatuhkannya kedasar jurang yang paling dalam.

"Aku.. tidak mungkin membunuh orang. Cih" Vanessa memegang kepalanya yang terasa pening.

Sial sekali tadi Salah satu sempat memukul bagian belakang kepalanya.

"Hei.. aku tidak sekejam itu Theo" ucapnya Getir. Bibir mungil itu terlihat bergetar. Setetes air mata jatuh dari kedua sudut matanya yang tak mampu Theo lihat karena Gelapnya Malam.

"Aku..bukan pembunuh Theo. Jangan menatapku seperti itu" Gadis itu Sungguh benci dengan pandangan yang dilayangkan Theo padanya. mata Yang menusuk itu sukses menjatuhkannya pada Kubangan yang gelap.

"Van maksudku bukan begitu" Theo menggeleng. Vanessa terkekeh.

Pandanganmu menjelaskan segalanya!

"Aku pulang" Gadis itu berjalan melewati Theo yang terpaku.

****
*
***

Seminggu kemudian.

Tok tok tok

Ketukan itu berlangsung Agak lama. Pemilik kamar itu tak menghiraukannya sedikitpun.

Ia tak bergerak sedikitpun. Gadis itu menyembunyikan Wajahnya diantara lututnya.

Rambutnya beratakan, Pandangannya kosong, Matanya sembab, Bahkan kantung matanya terlihat Jelas.

Seminggu ini, ia terus mengurung diri dikamar. Tidak ingin bertemu siapapun, termaksud Theo yang mengunjunginya beberapa hari lalu.

Tok tok tok

"Van, Ini Aku" Suara berat Khas Itu terdengar. Ahh Ia lupa Jika Ibunya sudah Kembali kedunianya beberapa hari yang lalu. Meninggalkan anak perempuan Semata wayangnya itu sendirian dirumah besar ini.

Vanessa menoleh kearah pintu. Hanya menoleh, tak berniat membukanya sedikitpun.

"Vanessa buka Atau Kudobrak!" Geram Theo dari luar sana.

"Aku sedang Ingin sendiri" Ucap Vanessa pelan. Entah Dapat didengar Theo atau tidak.

Hembusan Napas Theo terdengar.
"Aku minta maaf Kalau pandangan Mataku waktu itu seakan menuduhmu. Maaf Van. Aku hanya Kaget melihatmu saat itu." Jelas Theo. Vanessa menggigit bibir bawahnya dalam diam.

"Maaf juga Untuk perkataanku yang menganggapmu seperti Vale." Pria itu terkekeh. "Tapi, kuharap kau mengerti Van. Kau tau benar jika Vale benar benar berarti untukku"

Vanessa menangguk pelan meski Ia tau Theo tak dapat melihatnya.

Ia paham benar akan semua arti Valerie untuk Theo. Ia yang paling mengerti hal itu.

"Y-ya. Aku tau . Tapi maaf jangan percaya diri. Ini tak ada hubungannya denganmu!" Jelas Vanessa sedikit berteriak.

"Benarkah? Ah syukurlah" pria itu menghela napas Lega. "Boleh Aku masuk?"

Pria ini sungguh sangat sangat Tidak Peka!!

"KELUAR! AKU SEDANG GANTI BAJU IDIOT!" teriak Vanessa membuat Theo tertawa.

"Yah.. setidaknya kau sudah kembali. Aku pulang dulu. Kau makanlah"

Sesungguhnya Vanessa sedang Meringkuk sedih diatas Ranjangnya. Ia hanya sedikit meninggikan suaranya agar Theo percaya.

Gadis itu berusaha tersenyum, meskipun senyum yang ia keluarkan adalah senyum Getir.

Van, Be Strong! Jangan menangis, please!!

***

When You See Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang