"Mirip doang kali," balas Dodo dengan tenang-tenang saja.
Bev yang melihat Audrey dan Riel tidak kunjung menjawab pun akhirnya membuka mulut. "Itu emang kotak makan dia. Lucas bawain sarapan buat Audrey. So sweet, right?"
"Wah!" Thea lah orang pertama yang memberikan komentar heboh.
"Gila! Gue nggak nyangka!" sahut Levin sambil menatap Riel dengan takjub.
"Hah? Nggak salah, Cas?" tanya Rachel dengan tidak percaya.
Sedangkan Dodo hanya menatap Riel dengan biasa dan berkata, "akhirnya ya, Cas."
"Kalian pada apaan sih?" balas Riel sambil memutar kedua bola matanya. "Orang cuma niat baik kasih sarapan. Emang apa yang salah?"
"Nggak ada sih," jawab Thea dengan cengiran lebar. "Baru pertama kali liat lo care sama cewek selain kita-kita."
"Emangnya kenapa kalau gue mau mulai berbuat baik sama orang lain juga?" tanya Riel dengan datar.
"Yaudah, nggak papa, Cas," jawab Dodo sambil menepuk pundak Riel dengan pelan. "Lanjutkan."
Dalam keadaan seperti ini, Audrey baru bisa menilai sifat-sifat tiap orang di kelompok ini. Tepatnya, ia baru sempat memperhatikan mereka semua. Thea yang heboh, Levin yang tak kalah heboh, Dodo yang selalu memasang ekspresi tenang dan Rachel yang selalu terlihat tidak menyukainya. Ia tidak pernah tahu apa masalahnya dengan Rachel. Bertemu saja sebelumnya tidak pernah. Pertama kali mereka bertatapan yaitu saat ia memanggil Riel di perpustakaan saat Bev hendak mengikuti lomba cheerleader. Setelah itu, mereka jarang bertemu apalagi berbicara. Hal ini cukup membuat Audrey kebingungan.
"Kasian Audreynya pusing. Makan aja, Drey," ucap Levin sambil tertawa melihat tampang Audrey yang kebingungan.
Audrey langsung tersadar dari lamunannya. "Oh, iya iya. Gue makan ya, guys."
"Iya, Drey," balas mereka berbarengan. Terkecuali Rachel dan Riel tentunya.
Audrey terkekeh pelan melihat tingkah mereka lalu kembali melahap sandwich-nya yang belum habis tadi sambil mendengarkan pembicaraan mereka. Riel sepanjang pembicaraan hanya menjawab beberapa kata. Hal ini membuat Audrey tahu bahwa Riel tidak hanya cuek pada dirinya. Tapi pada setiap orang. Bahkan pada kembarannya sendiri. Jadi, ia tidak boleh memikirkan sikap cuek Riel karena itu memang sudah sikap aslinya.
Audrey merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari sebelah kirinya. Ia pun menoleh ke arah kiri dan mendapati Marco yang sedang memperhatikannya. Hanya Marco saja. Lucy dan Claire terlihat asik mengobrol sedangkan Dennis sedang asik dengan ponselnya. Audrey tidak tahu mengapa tatapan Marco membuatnya sangat tidak nyaman. Ada sesuatu di balik tatapannya yang membuat firasat Audrey menjadi tidak enak.
Hal ini membuat Audrey dengan refleks menggeser kursinya mendekat ke arah Riel. Riel yang sadar akan sesuatu yang aneh pada Audrey langsung menatap perempuan di sampingnya. Wajah Audrey yang tegang semakin membuatnya yakin ada sesuatu yang sedang mengganggu Audrey.
"Kenapa?" tanya Riel pelan agar tidak terdengar oleh siapapun.
Audrey menelan ludahnya dan menggeleng. "Nggak papa."
"Yakin?"
"Iya," jawab Audrey sambil kembali mengigit sandwich-nya.
Walau Riel tahu ada sesuatu yang terjadi, ia sama sekali tidak memaksa Audrey untuk memberitahunya. Jika Audrey ingin memberitahunya, ia pasti akan memberitahunya.
***
Saat Audrey sedang mengerjakan tugas sekolahnya, ponselnya berdering menandakan ada pesan yang masuk. Karena ia juga kebetulan sudah selesai dengan tugasnya, ia pun membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas. Ia tidak mau ada lagi tugas yang tertinggal seperti kejadian yang lalu. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, ia pun meraih ponselnya di atas meja untuk mengecek pesan yang masuk.
Ia mengerutkan keningnya begitu melihat nomor yang tidak ia kenal. Ia tidak pernah sembarangan memberikan nomor teleponnya pada orang lain sehingga tidak mungkin jika ada orang lain yang tahu.
Berhati-hatilah karena saya memperhatikanmu.
Bulu kuduk Audrey seketika berdiri begitu membaca isi pesan tersebut. Ia bertanya-tanya dalam hati siapa yang mengirim pesan seperti itu padanya. Apa mungkin hanya orang jahil yang tidak memiliki pekerjaan lain selain menggangu orang lain?
Tiba-tiba, ponselnya kembali berdering. Audrey hampir terlonjak kaget karena ia sedang melamun tadi. Ia membuka pesan yang lagi-lagi berasal dari nomor yang sama.
Saya serius, Audrey.
Tubuh Audrey seketika melemas ketika membaca namanya yang tertulis di layar. Siapapun orang ini, ia pasti mengenal Audrey. Bahkan ia tahu namanya. Sudah jelas ini bukan ulah orang jahil. Pesan ini benar-benar ditujukan padanya.
Karena takut, ia memutuskan untuk mengirimkan pesan pada Riel untuk sekedar bertanya.
Riel, kenal nomor ini nggak? +62xxxxxxxxxx
Tidak lama setelah Audrey mengirim pesan tersebut pada Riel, ponselnya berdering lagi. Kali ini menandakan ada telepon masuk. Begitu melihat nama Riel di layar, ia segera menjawab telepon Riel.
"Halo?" ucap Audrey seperti orang yang panik.
"Kenapa?"
Audrey berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Kenal nggak sama nomor itu?"
"Enggak. Emang itu nomor siapa?"
"Nggak tahu. Makanya gue tanya sama lo."
"Penting?"
Audrey mengigit bagian bawah bibirnya, tidak yakin apakah ia harus memberitahu Riel atau tidak mengenai pesan misterius itu. Ia tidak ingin dikira gegabah akan masalah-masalah kecil olehnya. Maka dari itu, ia memutuskan untuk tidak memberitahu Riel terlebih dahulu. Mungkin saja itu memang hanya orang jahil yang mengetahui namanya.
"Hm, nggak sih. Cuma pengen tahu aja itu nomornya siapa," jawab Audrey sambil menghembuskan napasnya dengan berat, merasa bersalah karena berbohong pada Riel.
"Oh, yaudah. Entar gue tanyain ke Bev coba. Dia kayaknya punya nomor semua murid di sekolah."
Audrey terkekeh pelan mendengar ucapan Riel mengenai saudara kembarnya. Bev memang sangat akrab dengan hampir seluruh murid tapi tidak mungkin ia mempunyai nomor telepon semua murid.
"Oke, makasih banyak ya. Sorry gue ganggu malem-malem."
"Iya nih, lo ganggu gue lagi kerjain pr."
"Iya, maaf," ucap Audrey dengan pelan. "Harusnya tadi lo cuekin sms gue aja."
"Abis sms lo kek penting gitu."
"Emang iya? Enggak kok, nggak penting," balas Audrey lagi.
"Terus ngapain belom tidur? Udah jam sebelas."
Audrey duduk di samping tempat tidurnya. "Baru selesai ngerjain pr. Lo masih banyak?"
"Lo abis ngerjain pr bukan langsung tidur tapi malah nyempetin diri buat tanya nomor orang?"
Audrey mengerucutkan bibirnya dengan sebal. "Gue kan penasaran itu nomornya siapa."
"Yaudah, tidur."
"Lo kedengeran perduli sama gue," goda Audrey.
"Gue mau bikin pr tau."
Audrey tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa mendengar balasan Riel yang terdengar kesal. Sepertinya ia benar-benar menggangu Riel yang sedang membuat pr.
"Yaudah. Gue matiin ya teleponnya?"
"Ya, daritadi kek."
Dengan begitu, Audrey pun memutuskan sambungan telepon. Ia menaruh ponselnya di meja dan berbaring di atas tempat tidurnya. Berbicara dengan Riel sebentar saja sudah bisa membuat perasaan Audrey jauh lebih baik. Ia bertanya-tanya kekuatan apa yang dimiliki Riel sampai bisa membuatnya seperti ini.
***
BINABASA MO ANG
Lesson To Learn
Teen Fiction"When you think everything's going so well but then all of a sudden everything starts to fall apart." ••• Audrey selalu berpikir bahwa hidupnya sudah sempurna. Pacar yang tampan, dua sahabat yang selalu ada bersamanya, dan juga keluarga yang bahagia...
13. Mysterious Messages
Magsimula sa umpisa
