Part 12: Pergi Tanpa Apapun

26.5K 1.5K 32
                                    

[review]

"Rafa!" geramku sambil menindihnya. Berani-beraninya dia! Rasakan saja pembalasanku.

*

Pria itu menguap sebelum membuka matanya. Benar-benar seksi pria yang satu ini. Padahal umurnya sudah nggak lagi dikategorikan muda.

"Apa? Ngapain kamu di atas badanku?" tanyanya dengan tatapan sayu.

"Kamu apain aku semalam?" tanyaku ketus. Kulihat seringaian di bibirnya. Dasar licik!

Aku mengambil bantal kemudian memukulkannya pada tubuh Rafa. Membuatnya menahan tanganku, kemudian menarikku sampai posisiku berbaring di atasnya dengan tubuh yang menghadapnya.

Sebuah kecupan bersarang di hidung dan bibirku. Hanya kecupan.

Tubuhnya memutar sehingga sekarang aku berada di bawah kukungan tangannya yang kokoh dan berbulu itu.

"Yang aku pengen, seseorang yang nyapa dengan ucapan selamat pagi saat aku membuka mata. Bukan malah gadis barbar yang duduk di atas perutku kemudian memukulku dengan membabi buta," katanya sambil menatapku dengan tajam.

"Gimana aku nggak jadi bar-bar? Kamu liat aja ini," kataku sambil menunjuk beberapa kissmark di dekat dadaku.

Tanpa kusangka, kepalanya dibenamkan di antara kedua dadaku yang sedikit terekspos sambil menggesekkan tangannya pada paha atau betisku.

"Rafa!" geramku. "Menyingkir sekarang juga!"

"Nggak mau! Panggil sayang dulu. Kasih morning kiss," jawabnya lantang.

"Rafael Gumilar! Mesum banget kamu. Nanti kalau Lili masuk gimana?"

"Dia nggak akan masuk. Paling sekarang lagi mandi atau udah sarapan di bawah. Cepat! Panggil sayang sama morning kiss kalau kamu nggak mau kita seharian disini terus," ancamnya.

"Sayang," panggilku sambil menarik kepalanya dari dadaku. Memberikan kecupan kecil bibirnya sebelum mengigitnya dengan keras. Ha! Rasakan.

Sebelum beranjak, aku memukul bokongnya dengan keras yang dihadiahi umpatan sebelum masuk ke kamar mandi dan membanting pintunya.

*

Setelah mandi dan memakai pakaian yang kemarin kugunakan, aku segera turun ke bawah. Ternyata Lili dan Rafa sudah duduk disana sambil menyatap makanan mereka yang tinggal setengah.

"Mama, semalam tidur dimana? Nggak pulang, ya?" tanya Lili dengan mulut yang penuh waffle.

"Iya, kemarin malam Mama tidur di... di hmn," ragu-ragu kujawab pertanyaan Lili.

Rafa menginterupsi, "Telan makanan kamu, Lili! Jangan ngomong sebelum selesai makan."

Selalu saja. Walaupun sama anak sendiri, sikap Rafa sama sekali nggak berubah. Tetap dingin. Bahkan yang kulihat, ia jarang memanjakan anak perempuannya itu.

Lili hanya mengangguk, kulihat ada sorot ketakutan dan sedikit kekecewaan di matanya. Mungkin aku harus bertanya beberapa pertanyaan padanya. Tapi nanti. Kalau sudah waktunya.

23 VS 38 (sebagian part telah dihapus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang