1. Hujan

21K 598 9
                                    


Seorang wanita sedang menggerutu sambil mengeringkan lantai dengan kain pel dan beberapa kain lap usang di kamarnya. Sudah beberapa kali ia bolak-balik mengangkat ember berisi genangan air di rumahnya. Setengah jam lamanya ia seperti itu, namun lantai tersebut tidak ada tanda-tanda akan mengering. Ia menegakkan kepalanya pada atap rumah kontrakannya, beberapa lubang kecil menitikkan lelehan air hujan ke dalam istana reotnya.

“Sudahlah, sweetheart, biarkan saja begitu” Suara bass laki-laki menggema di telinganya. Suara itu terdengar sangat santai tanpa terbebani dengan apa yang terjadi sekarang ini.

“Sudah katamu?” Perempuan itu berdiri dan bertolak pinggang menatapnya garang. “Mati saja kau sana” Umpatnya kesal.

“Sweetheart, jangan marah-marah. Nikmati saja apa yang terjadi” Jawab lelaki itu dengan nada masih santai.

“Diam kau, bodoh. Cepat bantu aku mengeringkan lantai ini. Jangan hanya duduk bersantai” Geramnya lagi. Kembali mengeringkan lantai dari genangan air.

“Lantainya tidak akan kering, sweetheart, jika hujan masih selebat ini dan atap kita belum diganti. Kemarilah! Aku akan menghangatkanmu dari cuaca dingin yang mencekam ini” Laki-laki itu menepuk-nepuk tepi bagian lain dari ranjang kecil tempat ia duduk.

“Aku tidak mau. Apa yang kau pikirkan? Gunakan otak encermu agar malam ini aku bisa tidur tanpa tetesan air hujan”

“Sudah kukatakan, sweetheart, aku akan menghangatkanmu dan membuatmu nyaman tanpa adanya tetesan hujan mengenai tubuhmu. Jangan gunakan keras kepalamu saat ini”

“Bodoh, jangan bersilat lidah. Aku tidak percaya dengan omonganmu, kau pandai sekali mengibul” Elak Nalu menggebu. Menghela nafas kasar seraya memejamkan mata.

“Tidak, sweetheart, aku selalu menepati janjiku, perkataanku, bahkan gumananku.” Ucapnya serius. “Percayalah.”

“Apa katamu? Jadi ini apa, Prasti? Kau menjanjikan akan memberikan kebahagiaan padaku, lalu apa ini? Aku menyesal telah termakan rayuan busukmu dulu” Nalu berteriak geram. Ia masih ingat akan janji-janji Prasti dulu sebelum mereka menikah, laki-laki itu menjanjikannya kebahagiaan sehingga tanpa pikir dua kali ia menentang kedua orang tuanya dan datang pada laki-laki menyebalkan yang kini menjadi suaminya.

“Menyebalkan!” Umpatnya menambahkan karena raut wajah Prasti tetap santai. Tidak ada reaksi khawatir ataupun rasa bersalah.

Prasti terkekeh dan menghampiri wanitanya yang masih memeras kain pel pada ember, “Aku sudah melaksanakan janjiku, love. Membahagiakanmu dengan menikah dan hidup berdua denganmu” Jawab Prasti tenang.

Nalu memutar bola matanya “Bukan hanya kebahagiaan itu yang kuinginkan, Pras, aku ingin bahagia yang lain” Jawab Nalu, kembali mengelap lantai dan memeras kain ke dalam ember. Pras ikut berjongkok lalu melempar asal kain pel dari tangan istrinya dan mengarahkannya pada cucuran air dari salah satu lubang atapnya. Setelah tangan itu bersih, ia meraih handuk dan mengeringkannya.

“Yah, mari kita tidur. Aku akan membahagiakanmu di tempat tidur dengan membawamu bersamaku ke puncak kenikmatan syurga dunia” Pras mengerling nakal pada isri judesnya.

“Aku serius, Pras. Tidak sedang main-main” Nalu tetap bertahan dengan nada suaranya. Ingin sekali mencakar-cakar wajah suaminya. Namun ssayang jika lecet, membutuhkan waktu yang lama lagi untuk melihatnya seperti sedia kala lagi. Mulus.

“Aku lebih serius, love. Bahkan hujan saat ini mendukungku untuk membahagiakanmu. Mereka datang dengan sangat deras hingga menimbulkan ngilu ke tulang belulang. Ia membantuku untuk menghangatkanmu, membahagiakanmu. Jangan salahkan turunnya hujan, mereka teramat baik untuk kita. Kamu lihat atap-atap rumah kita semakin hari semakin banyak juga celahnya” Nalu mendongak mengikuti arah pandang suaminya.

ONE SHOOTWhere stories live. Discover now