Don't Make Me Let You Go - Chapter Sixteen

27K 1.3K 158
                                    

Don't Make Me Let You Go - Chapter Sixteen

------------------------------------------------------------------

Suara detak jantungku tidak memelan. Sulit bagiku untuk bernapas. Tanganku gemetar di lehernya dan tidak ada cara untuk menyembunyikannya. Kejutan rasa panik membuatku menarik diri dari Drake. Udara dingin langsung memenuhi udara, membuatku menggigil. Saat ini aku merasa begitu rapuh dan terekspos.

Aku berbalik memunggungi Drake. “Maaf, aku—“ aku berhenti. Tenggorokanku tercekat. Aku bisa merasakan matanya di seluruh tubuhku. Menangkap getaran tubuhku. Kupeluk tubuhku dengan kedua tangan. Tidak bisa membalas tatapan matanya dan lupa akan kemampuanku bicara. Namun bukannya menuntut, Drake hanya berkata pelan, “Tidak ada yang perlu dimaafkan.”

Aku menatap Drake dari balik bahu. Aku tidak mempercayainya. Tatapanku berkata demikian.

Drake tersenyum samar. “Apa kau akan menolakku lagi?” tanyanya. Sesuatu tentang bagaimana caranya menatapku membuat sesuatu di dalam diriku retak. Emosiku meluap.

Wajahku memanas dan aku mengalihkan pandanganku. Apa yang kulakukan? Aku tidak bisa melakukan ini. Aku tidak bisa berurusan dengannya. Tidak ketika ia bisa dengan mudah mempengaruhiku seperti minyak yang dituang ke dalam api.

Gemetar di tubuhku semakin terlihat. Drake berjalan ke belakangku, menggosokkan tangannya di lenganku. Ia mencium pelipisku dan memelukku dari belakang. “Sejujurnya aku tidak membutuhkan persetujuanmu,” gumamnya. Saat ia bicara, napasnya menghangatkan telingaku. Aku menggigil di lengannya. Baja di tenggorokanku membuatku sulit untuk bicara. Aku merasakan tatapan Drake di sisi wajahku.

Drake memelukku seperti itu untuk beberapa saat sebelum ia kemudian bertanya pelan, “Apa yang kau rasakan?”

“Kau,” bisikku jujur. Kau, kerumitan.

Selama beberapa detik Drake terdiam sebelum akhirnya ia menghela napasnya yang tertahan. “Terima kasih.”

Terima kasih. Kata itu terdengar begitu sederhana bila diucapkan oleh orang lain, namun kerapuhan Drake yang terpampang jelas dalam suaranya membuatku membalikkan tubuh untuk memeluknya dengan benar. Aku sedikit melompat dan Drake langsung menangkap pinggangku dengan lengannya. Dada dengan dada, mata dengan mata, pinggang dengan pinggang. Ia mengangkatku dengan mudah. Kedua tanganku berpegangan pada bahu Drake. Pada akhirnya aku membiarkan diriku tenggelam. Aku bisa melihatnya. Mendengarnya. Suara desah nafas, gesekan pakaian, dan detik waktu yang seakan digantikan oleh suara detak jantung kita berdua.

Aku melepas salah satu tanganku di bahu Drake untuk menyusuri wajahnya. Pipi, sudut mata dan bibirnya tertutupi oleh plester. “Terima kasih karena telah menolong Belle,” aku memulai.

“Aku tidak mengerti apa maksudmu,” gumam Drake dengan mata terpejam.

Aku tersenyum. Ia tidak akan pernah mau mengakuinya. Bagaimanapun juga, Drake adalah Drake.

“Masih sakit?” bisikku.

“Tidak.”

Kupikir aku mendengar tawa dalam suaranya, namun aku tidak yakin. Fokusku kembali ke wajahnya. Jemari tanganku menyusuri ketidaksempurnaan pada lekukan hidung Drake yang pernah patah. Aku menggigit bibir, selama sedetik merasa ragu sebelum aku menekan bibir bawahnya dengan ibu jari. Entah kenapa aku tidak bisa menghentikan diriku untuk tidak menyentuhnya.

“Aku ingin menciummu,” kataku.

Akhirnya Drake membuka mata. Mata peraknya yang indah melebar. Ia menggeleng pelan dan berbisik serak, “Jangan.”

Don't Make Me Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang