Task

837 27 0
                                    

Aku  berjalan menyusuri lorong panjang yang menghubungkan antar menara kastil pada malam hari dengan tergesa - gesa usai mendengarkan pesan Chelsea bahwa Aro sedang mencariku.
Obor kecil yang menempel di tembok menghiasi sepanjang lorong ini tampak menyala tenang. Sang api  berlenggak lenggok perlahan saat aku melangkahkan kakiku melewati nya.  Sekilas aku kembali teringat wajah Demetri pagi ini, ia terlihat sangat lelah, terlalu lelah untuk menengok padaku yang telah menunggu nya semalaman. Sampai saat ini, aku belum bertemu dengan nya kembali, bahkan aku tak ingin.

Dipanggil oleh Aro seharusnya mampu mengalihkan pikiranku akan Demetri, bukti bahwa aku masih sangat dibutuhkan dibanding guard lain harusnya membuatku bangga. Namun, akhir - akhir ini aku merasa tidak bersemangat, perasaan di abaikan oleh pasanganku sendiri selama berhari-hari rupanya cukup membuatku hilang konsentrasi akan semua hal yang seharusnya lebih penting. Tetapi apakah aku harus benar - benar marah padanya karena ia selalu meninggalkan kastil untuk tugas pemberian para master? Entahlah, aku hanya tidak suka jika ia bertingkah seperti pagi ini.

Pintu besar berwarna coklat berada tepat beberapa kaki di depan, aku telah tiba di tempat dimana aku akan menemui para master. Aku berusaha menenangkan diriku sebelum tiba di ambang pintu mengingat perubahan sikap ku snagat mudah terbaca oleh Marcus. Aku tidak ingin ia menanyakan hal - hal yang membuatku jengkel.

Perlahan ku memperlambat langkahku layaknya manusia pada umumnya berjalan, satu hal yang aku suka dari sepatu hitam pemberian Athen, suara yang ditimbulkan saat ku pijakkan kakiku di atas lantai dapat membantu untuk menenangkan suasana hatiku. Aku juga mencoba tersenyum agar tidak terlihat muram. Semua persiapanku seketika goyah saat tiba tiba aku mendengar suara yang kian dekat datang menghampiriku, berlari.

"Dasar bodoh, kau ini vampir mengapa kau bersusah payah untuk lari?" gumamku.

"Jane-"

Tidak, kumohon menjauhlah! pikirku.

"Jane, kumohon!" Tangan Demetri berhasil menghentikan ku.

"Aku harus menemui Master Aro, aku tak punya waktu untuk ini," Sahutku menepis tangannya.
Ia kembali menarikku, kali ini disertai memutar badanku sehingga kami saling bertatap muka.

"Jangan memaksaku untuk melakukan nya, Deme." Mendengar itu, ia menggenggam kedua tanganku lembut.

"Oh Jane.. Baiklah. Baiklah, kalau begitu biarkan aku ikut denganmu," pintanya. Ia mengunci pandangannya pada mataku. Terasa kesedihan yang mendalam dibalik tatapan mata merah tua yang nyaris berwarna hitam itu. Tentu saja aku tidak dapat menolak jika ia menatapku seperti ini.

"Terserah kau saja!" Kutepis kembali tangannya dan berjalan kembali. Kudengar ia mulai membuntutiku. 

---

"Ah, Jane sayangku. Kemarilah!" Suara khas Aro yang feminim menyambut kedatangan kami disertai senyum lebar. Ketika suasana hati nya sangat baik atau memiliki ide brilian untuk disampaikan, Aro tidak segan segan untuk berkata manis kepada siapapun dengan harapan mereka akan melakukan sesuatu untuknya.

"Master.." ucapku mengangguk seraya memaksakan diri untuk tersenyum. Kulirik sekilas marcus memancarkan wajah kecewa ketika ia memandangku dan Demetri secara bergantian. Seperti yang kuduga, ia mengetahui nya.

"Halo, Demetri. Ah, Jane, kukira aku harus mengirimmu untuk menjemput Alec dan Heidi. Mereka membuatku khawatir," ucapnya pelan sembari meletakkan tangannya ke pipiku.

Alec dan Heidi ditugaskan untuk berburu sejak kemarin malam akan tetapi hingga saat ini mereka belum kembali dengan hasil pancingan yang seharusnya menjadi makan malam kami. 

"Jangan khawatir, aku bisa memerintahkan Demetri menemanimu," imbuhnya.
"Ah tidak Master, aku bisa melakukannya sendiri. Kurasa."
Alisnya berkerut saat aku menolak saran itu. Aku dapat mengerti, selama ini aku tidak pernah menolak saat aku dipasangkan dengan nya. Bagus, akibat kebodohanku sendiri kini semua orang mulai curiga.

"Baiklah. Demetri aku bisa memberimu tugas bersama Felix untuk-" suara itu hilang dikepalaku. Amarahku memuncak dan itu membuatku semakin haus.
Sial, mengapa aku tak menerima tawaran tadi? Sesalku dalam hati. Aku melirik Demetri dengan dengan tatapan kecewa. Ia cemas menatapku.

"Akan kulakukan, Master" balas Demetri, patuh. Hanya kata itu yg bisa kudengar sampai aku tidak sadar bahwa Aro menyuruh kami kembali. Demetri menghampiriku dan menggandeng tanganku. Aku masih terpaku sehingga disaat Demetri menuntun ku keluar dari ruangan ini aku hanya dapat berjalan mengekorinya tanpa ekspresi.

Sesaat kemudia ia berhenti melangkah, ia berbalik dan kedua tangannya kini memegang bahuku erat, menyadarkan ku dari lamunan panjang akan kekecewaanku.
"Apa yg kau pikirkan? Apabila kau menerima tawaran Master Aro tadi, aku bisa melindungimu." aku menggertakkan gigiku, melihatnya saat ini hanya membuatku semakin marah.
Sekejap Demetri terjatuh ke lantai, menggeliat kesakitan, ia pun hanya meringis tak bersuara.

"Jane, hentikan!" Jeritan seorang wanita terdengar didepanku, menghancurkan fokus ku pada Demetri dan seketika aku tersedak. -Rasa yang selalu terjadi saat tanpa sadar aku kembali menggunakan kekuatanku.-

Dengan cepat wanita itu tak lain adalah Athen berlari ke arah Demetri. Aku tersentak, Demetri terlihat tak berdaya di pangkuan Athen seraya menatapku lemah.

"Tidak-" gumamku ketakutan.

Tak kusadari aku melukai Demetri, melukai pasanganku sendiri. Aku sungguh bodoh, selama seratus tahun lebih hidup dengan kekuatan ini harusnya aku bisa mengendalikannya dengan mudah.

"Apa yang kau lakukan? Apa salahnya?" Athen bertanya padaku dengan suara lembut miliknya sedangkan Demetri masih memandangku dengan tatapan penuh kesedihan.

"Mom, aku tidak bermaksud untuk melukai nya, Aku- Maafkan aku. Deme, maafkan aku," balasku lirih.

"Jane-" ucap Demetri.

Tanpa berpikir panjang aku memilih untuk tidak mendengar apa yang ia ingin katakan dan segera melompat keluar dari menara, berlari ke arah hutan secepat mungkin.

Number One [On Revision]Where stories live. Discover now