Mereka pun berjalan setengah berlari menuju kantin yang ramai oleh teriakan murid-murid yang sedang menonton pertunjukkan gratis. Saking ramainya, mereka tidak dapat melihat siapa yang sedang bertengkar dengan Bev di tengah-tengah kerumunan murid-murid. Tapi setelah berusaha menyelip kesana kemari, mereka berdiri di paling depan kerumunan.

Audrey menahan napas begitu melihat Bev dan Lucy sedang saling menatap satu sama lain dengan tajam. Seragam Lucy yang harusnya berwarna putih berubah menjadi warna kuning. Audrey tebak itu adalah jus jeruk yang ditumpahkan Bev.

"Awas aja lo sekali lagi ngomong kayak gitu. Bukan baju lo yang bakal basah, tapi kepala lo yang bakal botak," ancam Bev sambil berjalan satu langkah mendekati Lucy.

"Bev! Apa-apaan sih?" Riel menarik tangan Bev dan segera menariknya untuk menjauhi keramaian.

"Ih, Cas, gue belom selesai sama itu cewek!" Bev berusaha melepaskan cengkeraman tangan Riel darinya tapi Riel jauh lebih kuat darinya.

"Jangan cari masalah di sekolah. Lo bisa kena skors entar." Riel memperingati saudaranya dengan suara pelan.

Mendengar perkataan Riel, Bev seakan tersadar akan perbuatannya. Dia benar-benar terbawa emosi sampai tidak memikirkan konsekuensi dari perbuatannya sendiri. Ia lupa bahwa peraturan di sekolahnya sangat ketat.

"Iya sih. Aduh, tapi gue beneran kebawa emosi sama itu cewek," balas Bev dengan kesal.

Tidak lama kemudian, teman-temannya datang menghampirinya. Rachel, Thea, Dodo dan Levin sama-sama memasang ekspresi panik di wajah mereka.

"Lo nggak apa-apa kan, Bev?" tanya Thea sambil mengecek Bev dari atas sampai bawah.

Bev menggelengkan kepalanya. "Nggak. Malahan dia yang sial karena udah berani berurusan sama gue."

"Sebenarnya masalahnya apa sih?" tanya Riel dengan serius.

"Itu masalah Audrey sama- loh, Audrey mana?" tanya Levin sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Audrey.

"Nggak usah dicariin lah. Dia yang bawa masalah ke kita. Gue kan udah ngomong sama lo pada waktu itu," ucap Rachel dengan kesal.

"Dia nggak salah, Chel," bela Bev dengan cepat.

Ia sudah tahu apa yang terjadi pada Audrey. Dengan usahanya memohon-mohon pada Riel, akhirnya Riel menceritakan semuanya padanya. Hanya saja, ia harus merahasiakannya dari Audrey. Jika Audrey tahu Riel memberitahunya, bisa-bisa nanti Riel yang akan kena imbasnya.

"Ngapain sih Audrey masih di sana?" tanya Dodo dengan heran.

Mereka semua menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Dodo. Audrey masih berdiri di tempat dimana ia berada sebelumnya. Keramaian yang tadi terasa sudah mulai tak terdengar.

Audrey menatap Lucy yang sedang mengelap wajahnya yang basah. "Lo ngapain ngeributin Bev?"

Lucy mengangkat kepalanya untuk menatap Audrey. "Eh, ada mantan sahabat. Apa kabar? Seneng sama hidup baru lo?"

"Sejujurnya, gue ngerasa lebih nyaman dan happy sama hidup gue sekarang," jawab Audrey dengan enteng.

Lucy memutar kedua bola matanya. "Lo itu belom sadar aja gimana gue sama Claire berkorban buat lo. Gimana Marco berusaha buat jadi yang terbaik buat lo. Lo terlalu buta sama dunia lo yang baru."

Mendengar perkataan Lucy, rasanya ingin sekali Audrey tertawa kencang di hadapannya. "Iya, gue terlalu buta sama temen baru gue. Dan gue kasih tau lo, jangan macem-macem sama mereka. Urusan lo, Claire, Marco itu sama gue bukan sama mereka."

Setelah selesai berkata, Audrey berbalik badan dan berjalan menuju kelas. Tapi saat ia melewati Riel dan teman-temannya, ia berhenti sejenak. Ia memberikan kotak makan Riel yang tadi dititipkan padanya.

"Dre-"

Audrey menggelengkan kepalanya dan berjalan meninggalkan mereka tanpa mengatakan apapun. Demi apapun, ia merasa sangat bersalah karena membuat Bev hampir mendapat masalah. Jika sampai tadi Bev kena hukuman, ia akan merasa lebih bersalah lagi.

Ini semua karena dia yang terlalu dekat dengan Riel dan Bev. Ia tahu Marco dan kedua mantan sahabatnya tidak akan suka ia berdekatan dengan orang lain. Seharusnya ia memang tidak berhubungan terlalu dekat dengan siapapun supaya tidak ada masalah yang akan menimpa siapapun.

"Awas nabrak." Seseorang menahan bahunya agar ia tidak menabrak tembok di yang hanya berjarak sepuluh centimeter di hadapannya.

Audrey melepaskan tangan Riel dari bahunya dan bergeser ke tengah-tengah koridor sebelum kembali melangkah tanpa mengatakan apa-apa pada Riel. Ia merasa malu setelah membuat Bev terlibat masalah dengan Lucy.

"Hey." Riel menahan pergelangan tangan Audrey, membuatnya berhenti berjalan.

"Kenapa?" tanya Audrey tanpa berbalik badan. "Mending lo jauh-jauh dari gue."

"Apaan sih?" tanya Riel dengan tidak mengerti.

Audrey menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. "Jauh-jauh dari gue sebelum lo terlibat masalah gara-gara gue. Cukup Bev aja. Jangan lo juga."

"Oh. Ya, emang sih lo sumber masalah buat kita-kita," ucap Riel sambil melepaskan tangan Audrey.

Ada perasaan sakit di hati Audrey begitu mendengar pengakuan Riel. Tapi, ia menyingkirkan perasaan itu dengan cepat. Ia tidak boleh memikirkan perasaannya di saat ia membawa masalah untuk orang lain.

"Tapi, gue udah terlanjur kena masalah. Inget kan masalah Marco?" lanjut Riel lagi.

Audrey pun berbalik badan. "Tapi-"

"Dan lo udah janji nggak akan kabur."

Audrey terdiam. Benar apa yang dikatakan oleh Riel. Ia sudah berjanji pada Riel bahwa ia akan tetap bersamanya.

"Lo nggak boleh dong kabur gitu aja di saat gue jadi sasaran Marco?" Riel mengangkat sebelah alisnya.

"Gue nggak enak sama Bev," aku Audrey pelan.

"Soal?"

"Gara-gara gue, dia berantem sama Lucy. Gue tahu itu salah satu cara Lucy buat ngehancurin hidup baru gue," jawab Audrey sambil menundukkan kepalanya.

"Yaudah, biarin aja. Toh, Lucy emang pantes diributin."

"Yah, tetep aja gue nggak enak sama Bev. Gimana kalau tadi dia ketauan sama guru?"

Riel menatap kedua mata Audrey. "Tapi, itu nggak terjadi kan?"

Audrey menggelengkan kepalanya. "Cuma-"

"Dan lo juga udah ngomong ke Lucy kan tadi?"

Audrey menatap Riel dengan kaget. "Lo tau?"

Riel mengangguk. "Gue liat lo masih di sana pas saat gue tarik Bev pergi."

"Gue cuma nggak mau dia bales dendam ke gue lewat orang-orang nggak bersalah di sekitar gue." Audrey menghembuskan napasnya dengan berat.

"Lo nggak salah juga. Dari awal, mereka yang salah."

"Cuma mereka nggak tahu kalau gue sebenernya tahu apa yang mereka lakuin. Mungkin seharusnya gue kasih tau mereka kemaren itu."

"Nggak. Biarin aja. Biar ntar akhir-akhir pas mereka tau, mereka bisa malu."

"Gue nggak tahu," balas Audrey lemah.

"Lo tahu dan lo nggak boleh kabur dari gue setelah lo narik gue ke dalam masalah lo," ucap Riel sebelum berjalan meninggalkan Audrey yang kebingungan. Ia harus berbuat apa sekarang?

Lesson To Learn Where stories live. Discover now