'and on and on from the moment i wake, to the moment i sleep, i'll be there by your side. just try and stop me, i'll be waiting in line. just to see if you care.'
"I want you to meet someone, mir." kata Niall setibanya mereka disana, Kepala pria itu celingukan kesana kemari mencari seseorang.
Dengan malas Amira mengetukkan jemarinya di atas meja. Biasanya Niall sering mempertemukannya dengan teman sepermainan Niall untuk di kenalkan, siapa tau saja Amira tertarik. Tapi sejauh ini belum ada yang mencuri perhatian gadis itu. Yaiyalah, bagaimana bisa sementara Amira menaruh hatinya pada si idiot yang tak pernah peka di hadapanya ini?
Tak lama kemudian, Amira bisa melihat seorang gadis dengan hot pants dan tanktop ketat berjalan bersama seorang pria ke arah mereka. Amira mengernyit. Jangan bilang ini pria yang ingin Niall kenalkan padaku, batinya.
"Luke!" Niall langsung menyambut pria di hadapan Amira dan tersenyum lebar ke arah gadis di sebelahnya. "Hi, Isabelle." kata Niall dengan nada setenang mungkin. cih, sok keren, batin Amira lagi.
"Hei, Amira. Sana perkenalkan dirimu." bisik Niall pelan di telinga Amira membuat Amira mau tidak mau memutar mata malas.
"Aku Amira. teman Niall." ucapnya berusaha terlihat seramah mungkin.
"Uh-oh, hanya teman?" cetus gadis berambut merah di sebelah Luke, Isabelle.
Amira baru saja akan menjawab dengan ketus saat Niall tiba-tiba menyela, "Tentu saja hanya teman. Ayo duduk." Niall melemparkan senyum jahil ke arah Isabelle dan gadis berambut merah itu membalasnya dengan tersipu malu.
"Oh damn, she's hot." bisik Niall lagi pada Amira. Ingin sekali gadis itu menonjok Niall.
Kemudian setelah memesan makanan, Niall tak henti-hentinya memancing obrolan, membuat Amira jengah. Bagaimana tidak? Di setiap topik, ujung-ujungnya pasti Niall akan menggoda Isabelle atau menjodoh-jodohkan nya dengan Luke. Luke mungkin terlihat tidak keberatan namun Amira benar-benar keberatan.
Amira masih bisa menahan semua emosinya sampai akhirnya Isabelle berkata, "Oh iya, Niall. Bagaimana kalau kita pergi keluar lusa nanti?"
Niall dengan senyum sumrigahnya langsung menjawab, "Tentu." Namun sedetik kemudian dia menatap Amira yang melemparkan pandangan kesal ke arahnya. "Ah, aku ada janji dengan Amira menemaninya ke toko buku. Namun aku rasa amira tidak keberatan kalau aku membatalkan janji itu bukan?"
Amira ingin sekali melempar steak di hadapanya ke kepala Niall kalau saja Isabelle tidak berkata, "Ah, Niall, thats very kind of you. Lagi pula dia kan bukan siapa-siapanya kamu. Kenapa pula dia harus melarang?" tambah gadis itu dengan senyum polos. Amira sekarang benar-benar ingin melayangkan steaknya ke kepala gadis itu.
Namun hati Amira langsung jatuh berkeping-keping saat Niall berkata, "Iya, dia bukan siapa-siapaku." dengan seulas senyum kecil di wajahnya.
Detik itu juga amira langsung kehilangan moodnya. Di bantingnya garpu dan pisau yang di gunakan nya untuk memotong steak dan bergumam, "Aku kenyang. Aku pergi deluan ya." Kemudian di raihnya tas nya dan langsung bergegas keluar dari cafe itu.
Niall yang keheranan memilih untuk mengejar Amira, "Amira! hey, whats wrong?" Di raihnya pergelangan tangan Amira dan menahanya pergi. "Let me go, Niall." ucap Amira tegas.
"I wont until you tell me whats wrong." balas Niall. Matanya menatap tepat ke manik mata Amira.
"Niall, what am i in your eyes?" Tanya Amira lirih pada akhirnya. Gadis itu berusaha keras agar suaranya tidak pecah.
Niall menatap Amira bingung sesaat kemudian berkata, "Best friend, of course. What else?"
Hati Amira langsung mencelos mendengar pernyataan Niall barusan. Harusnya Amira tau sejak awal, harusnya dia sadar kalau Niall tidak menganggapnya lebih dari sahabat, Harusnya Amira tidak membebani Niall dengan perasaanya. Namun apa Amira salah jika dia ingin bahagia bersama orang yang dia sayang?
Pada akhirnya Amira menegakkan kepalanya dan menatap Niall, "You said you know everything." ucap Amira pelan. Dia bahkan bisa mendengar suaranya sendiri bergetar.
Niall mengangkat bahu, "Well. i am." Pandangan bingung tak pernah terlepas dari wajah Niall.
Amira tersenyum kecil. Senyum yang kalau di cermati memancarkan rasa sakit disana, "Well, at least, there's one thing that you dont know." katanya kemudian berlari dengan cepat menjauhi Niall. Air mata nya hampir tak terbendung lagi dan pada akhirnya dia membiarkan air matanya mengalir sepanjang perjalanan pulang ke rumah.
Dan itu hari terakhir Amira melihat Niall. Gadis itu bahkan tak mau mengangkat telfon dari Niall, bahkan sekedar untuk mendengarkan voice mail dari pria itu saja tak mau. Amira benar-benar patah hati.
'i'll always be waiting for you. so you know how much i need you. but you never even see me, do you? and this is my final change of getting you.'
Hari ini hari ke tujuh Amira tanpa Niall. Masih dengan piyama kebesaran melekat di tubuhnya, Amira beranjak ke dapur dan membuat secangkir teh hangat. Baru saja dia ingin menyesap teh nya, gadis itu mendengar pintu rumahnya di ketuk dengan terburu-buru.
Amira menghela nafas, menyesap sedikit tehnya kemudian berteriak, "Sebentar!" ke arah pintu sambil berjalan terburu-buru.
Di raihnya handle pintu dan membeku begitu melihat pria di hadapanya. Pria itu baru saja akan mengucapkan sesuatu saat Amira menutup pintu rumahnya kembali. Gadis itu menyandarkan punggungnya di pintu dan terduduk lemas.
"Pergilah, Niall." ujarnya cukup keras untuk di dengar Niall yang berada di depan pintu. Tak mau pergi, belum.
Niall mengacak rambutnya, "It's been 7 days, we need to talk."
Namun Amira hanya diam, tanganya di tangkupkan di depan bibirnya, mencegah agar isakan nya tak terdengar.
"Look, Amira, i'm sorry." Niall memulai. Dia tau Amira pasti mendengarkanya meskipun gadis itu hanya diam. "Aku gak bermaksud menjodohkanmu dengan some random guy or whatever. Aku juga tak tertarik dengan gadis yang kemarin meskipun ku akui dia hot. I'm so sorry, okay?" Suara Niall perlahan melembut, "You said i dont know one thing about you, right?" Niall menggeleng pelan, "Well, how stupid i am."
Sementara itu di balik pintu jantung Amira berdetak dua kali lebih cepat mendengar apa yang di katakan Niall. "Mir," suara Niall terdengar pelan di telinganya, "Amira, aku sayang kamu."
Sekeliling Amira terasa beku begitu dia mendengar Niall mengucapkan kata-kata itu. Dengan wajah yang kaget setengah mati perlahan Amira bangkit dan membuka pintu, mendapati Niall Horan yang tersenyum teduh ke arahnya.
Dan seingat Amira, dunia tak pernah seindah itu.
..
YOU ARE READING
memoir(^○^)
Randomand i'll give away a thousand days just to have another one with you. (a scribbled down wound of a pessimistic seventeen).
• shiver / n.h
Start from the beginning
