LEB 1

191 10 2
                                    

Hai hai hai
Selamat datang dicerita ku !
Apa bila ada kritik dan saran tulis aja di kolom komentar !
Terima kasih ! Maaf jika banyak typo yang bertebaran !
Satu lagi, maaf apabila ada kesamaan tokoh, alur cerita dll itu karena murni ketidaksengajaan. :)

----------------------------

Ruangan besar layaknya aula berdominasi warna putih di salah satu rumah sakit ternama di Bandung tak pernah sepi dari lalu lalang orang-orang yang memiliki kepentingan hanya sekedar mencari kesehatan atau pun mengunjungi sanak saudara yang sakit. Nampak pula bebeapa orang-orang berseragam putih lalu lalang di sekitar ruangan utama rumah sakit tersebut. Hingga derap langkah tergesa-gesa seorang namja berpakaian pasien rumah sakit kini terdengar tengah tergesa-gesa melewati orang-orang yang berada di ruangan besar itu. Tak ayal juga beberapa perawat menyapa dengan senyuman manis kearah perempuan manis tersebut.
"Wah, tergesa-gesa sekali eum Aruna ?" Perempuan yang tadi tengah tergesa-gesa ingin segera menuju taman belakang rumah sakit mendadak berhenti dari langkahnya dan berbalik badan kearah seorang perawat perempuan yang mengajaknya bicara.

"Ah! Suster ! aku terlambat menemuinya ! Aku duluan ne ?!" Jawab si perempuan manis itu kemudian berbalik badan lagi dan berlari-lari kecil keluar melalui pintu belakang rumah sakit. Milla , nama perawat tadi sejenak mengerutkan keninganya tak mengerti namun sedetik kemudian wajahnya kembali normal dan tersenyum.
"Dasar anak itu !" gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya pelan dan berjalan anggun menuju lift rumah sakit.

Sedangkan perempuan yang tengah berlari-lari kecil itu kontan menghentikan larinya ketika melihat sesuatu di yang tiba-tiba membuat jantungnya berdebar keras. Seulas senyum indah terukir di bibirnya.

Dipeluk buku sketch yang tadi dibawa dari ruangan rawatnya. Dengan perlahan dia melangkah menuju salah satu bangku rumah sakit. Langkah kakinya yang mengendap-endap tidak menyadarkan sesosok pemuda tampan yang kini tengah duduk bersebrangan dengan kursi yang akan menjadi incaran perempuan manis tersebut untuk duduk.

Dengan perlahan perempuan manis tadi atau kerap disapa Aruna dengan nama asli Aruna Sachi Kayana menduduki kursi yang menjadi sasarannya.

Setelah berhasil duduk, Aruna meletakkan buku sketchnya beserta pensil dan penghapusnya disisi kursi. Dengan senyum yang masih terukir dipandanginya sosok laki-laki tampan di depannya. Namun laki-laki tampan itu sama sekali tidak merespon pandangan Aruna. Malah matanya memandang kosong kearah depan.

"Seandainya kau bisa melihatku, Azka Aldric." Gumam Aruna sangat pelan sehingga hanya ia yang bisa mendengar gumaman tersebut.

Dipandanginya laki-laki di depannya dengan raut muka sendu.
Ya, laki-laki tampan di depannya kini tengah mengalami gangguan penglihatan. Bisa dibilang, laki-laki bernama Azka Aldric tersebut mengalami kebutaan akibat kecelakaan yang menimpanya seminggu lalu. Aruna yang di beri tahu oleh perawat khusus yang menanganinya begitu terpukul mendengar keadaan laki-laki di depannya. Apalagi setelah mengetahui bahwa laki-laki tersebut kehilangan matanya demi melindungi adiknya dari tabrakan mobil.

Setelah puas memandangi laki-laki di depannya, Aruna kembali membuka buku sketchnya dan pensil khusus untuk menggambar.
Dengan perlahan digoreskannya pensil tersebut ke buku sketch. Garis-garis yang tak beraturan yang dibuat Aruna lama-lama membentuk sebuah gambaran wajah yang sempurna milik laki-laki di depannya. Benar. Aruna sedang menggambar sketsa wajah dan setengah badan laki-laki di depannya. Sketsa tersebut di gambar dengan rapi tanpa cacat dan sama persis dengan objek di depan mata Aruna.

Perempuan manis itu memang memiliki bakat melukis sejak kecil. Karya-karyanya juga sudah diakui oleh pengamat-pengamat seni terkemuka di Indonesia bahkan di Eropa. Namun sayangnya, keadannya yang semakin lemah karena penyakit Leukimia yang di deritanya menyebabkan tak bisa terus berkarya. Sempat dulu ketika Aruna mengetahui ia mengidap penyakit Leukimia di usianya masih 16 tahun menjadikan dirinya yang ceria berubah murung dan tak memiliki semangat hidup. Namun orang tuanya selalu berada disisinya dan menyemangatinya hingga ia kembali ke dirinya yang dulu walau penyakit ganas di dalam dirinya belum bisa pergi jauh-jauh dari tubuhnya.
"Ehem...sedang melukisnya ya ?" celetuk suara seorang perempuan di belakang Aruna.

Sontak Aruna menutup buku sketchnya dengan cepat dan berbalik memandang seorang perempuan yang mengganggu kegiatannya menggambarnya.
"Aissh ! Bisakah kau tak mengagetkanku eoh ?" Sembur Aruna dengan nada sangat ketus. Sedangkan perempuan bernama Adelia itu hanya nyengir kuda dan mulai duduk di sebelah Aruna.
"Oh ayolah ! Kau itu penakut sekali ! Dekati dia, siapa tau mau denganmu." Ujar Adelia dengan memandang Aruna innocent dan tak lupa senyum manisnya.
"Seandainya kau bukan sepupuku sudah ku buang kau ke lautan !" Geram Aruna dengan menatap tajam Adelia yang masih memasang muka manis ke Aruna.
"Hihihihi ! Silahkan saja kalau kau mampu !" Tantang Adelia dan itu membuat Aruna diam kesal tak mau memandang Adelia. Masih dengan senyuman manis Adelia mencoba menggoda Aruna dengan mencubit-cubit pipi Aruna gemas.

"Ya ! Singkirkan tanganmu !" Aruna yang kesal tambah kesal ketika Adelia terus saja mencoba mencubit pipinya. Dan ketika kekesalannya memuncak dengan tenaga penuh, ditampiknya tangan Adelia dari wajahnya.

"Hihihi. Kau sangat lucu ! Hahahaha!" Adelia pun menghentikan cubitannya dan mulai tertawa terbahak-bahak. Mengetahui Aruna tambah cemberut, ia pun menghentikan tawanya.
"Dekatilah dia, atau kau akan menyesal seumur hidup." Lanjut Adelia sembari menepuk-nepuk bahu Aruna menyemangati. Sejenak Aruna memandang sepupunya yang membuatnya sering jengkel dengan pandangan tidak mengerti.
"Dekatilah dia, rebutlah hatinya ! Dia milikmu !" Entah kenapa kalimat Adelia barusan membuat Aruna yang sempat sedikit terenyuh dengan perkataan Adelia kini mulai menampakkan wajah sweatdropnya.

"Ya ! Kau mau mulutmu aku sobek ?" Ancam Aruna jengkel. Kontan Adelia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan takut.
"Diam begitu lebih baik." Lanjut Aruna kemudian menggambar sketsa wajah laki-laki yang masih duduk diam tanpa ekspresi di depannya. Lalu ia menyadari sesuatu. Dibukanya satu persatu sketsanya yang terdahulu. Semua sketsa tentang Azka hanya berekspresi sama. Datar.
"Dia tak pernah tersenyum sejauh ini ya ?" Tanya Aruna kepada dirinya sendiri. Namun perkataan Aruna sempat terdengar oleh Adelia yang sudah melepaskan tangannya dari mulut.

"Kalau begitu buatlah dia tersenyum. " Ujar Adelia memandang Aruna lembut. Sedangkan orang yang diajaknya bicara memandang balik Adelia dengan tatapan ragu-ragu.
"Tunjukan padanya bahwa dia harus bisa tersenyum lagi." Adelia pun tersenyum lebih bijak. Aruna mulai berfikir. Benar pula kata Adelia, dia harus bisa membuat Azka tersenyum kembali.
"Tapi, bagaimana kalau dia..?" belum sempat Aruna menyelesaikan kalimatnya langsung dipotong oleh Adelia.
"Kau pasti bisa. Kau mencintainya kan?" Perkataan Adelia tiba-tiba terdengar seperti petir untuk Aruna. Wajahnya langsung memanas, ia tundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Y-ya.." Jawab Aruna dengan terbata-bata.
"Kalau begitu kau mau melihatnya tidak tersenyum lagi eoh?" Tanya Adelia lagi. Sebagai jawaban Aruna menggeleng pelan.
"Kalau begitu ajak lah dia tersenyum dan tertawa bersamamu." Adelia tersenyum, tak lama diikuti Aruna tersenyum lebih lebar.

----------------------------

Hai hai hai !!!
Terima kasih telah membaca wattpadku !
Jan lupa Voment !
Tunggu kelanjutan ceritanya !
:)

LOVE, EYES AND BLINDWhere stories live. Discover now