First Time // Prolog

51.2K 1.8K 116
                                    

Mungkin kedengarannya aneh, gila, bahkan nggak jarang sebagian orang menuduh gue memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Pasalnya, sampai gue menginjak umur yang ke-21 tahun ini, gue nggak pernah merasakan yang namanya punya pacar. Orang tua gue aja hampir berniat untuk menjodohkan gue dengan seorang putri dari kolega mereka.

Sebenarnya, bukan soal punya pacar yang jadi masalahnya. Melainkan, sama sekali nggak terpikir dalam benak gue akan gimana rasanya jatuh cinta. Nggak pernah. Itulah yang mengkhawatirkan... bagi orang tua dan teman-teman dekat gue. Gue? Gue sih nggak peduli. Tapi ngeri juga kalau membayangkan gue menua tanpa ditemani seorang istri. Yaiks.

Entahlah di mana letak kesalahannya. Apakah gue ini termasuk pria yang payah dalam hal cinta? Atau, gue aja yang terlalu pemilih? Mengingat, tampang gue juga nggak jelek-jelek amat kok. Setidaknya, ada salah seorang teman sekelas gue semasa SMA yang pernah menyatakan perasaannya ke gue. Yang berujung pada penolakan. Jadi, gue masih bisa dibilang lumayan laku di kalangan kaum hawa, bukan?

Belum lagi gue pernah mendapatkan surat kaleng selama sebulan penuh di bulan Februari. Orang itu terus-menerus mengirimkan puisi roman yang selalu ditujukan ke gue dengan cara menaruhnya di laci meja gue. Pernah sekali, gue datang pagi-pagi buta hanya demi mencari tahu siapakah gerangan orang misterius tersebut. Waktu penyelidikan itu, gue ngerasa agak sedikit was-was sejujurnya. Bagaimana jika pengirim surat kaleng itu ternyata berwujud sama kayak gue? Maksudnya, laki-laki. Gini-gini, gue masih suka perempuan, cuma... belum ada satu pun dari jumlah populasi mereka yang tersebar di muka bumi ini yang dapat bikin gue kepincut. Yah, ujung-ujungnya, gue nggak berhasil menangkapnya. Sebab gue lupa kalau hari penyelidikan itu bertepatan dengan hari Minggu. Pantes aja sekolah sepi. Alhasil karena gue juga terlalu malas untuk bangun pagi untuk yang kedua kalinya, gue biarin aja rasa penasaran itu nggak menemukan titik temu.

Walaupun orang-orang sering beranggapan bahwa cinta pertama nggak akan pernah berujung kepada kebahagiaan (atau mereka sering menyebutnya dengan pelaminan—yang buat gue berpikir, memangnya pernikahan selalu identik dengan kata bahagia?), gue masih berharap kalau nanti ketika tiba saatnya gue bertemu dengan cinta pertama gue, gue nggak akan melepaskannya. Gue akan membuktikan kepada dunia bahwa gue bisa mematahkan kutukan cinta pertama yang, katanya, selalu berakhir dengan kepedihan.

Sepertinya itu aja yang bisa gue ceritain hari ini. Besok, gue akan bercerita tentang pengalaman masa kecil gue sebagai seorang anak yang usil yang pernah mencuri celana dalam tetangganya dan lihai dalam membuat alibi. Jangan lupa beri komentar dan di-like, ya!

First TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang