This is just short story, so just one chapter

94 2 0
                                    

Menjadi salah satu murid bodoh dari daftar 2 murid paling bodoh di kelas adalah hal yang menyedihkan, mungkin kau akan selalu diingat oleh teman-temanmu, akan diingat jika kemampuan otakmu berbeda.

Pagi hari yang indah, matahari bersinar tanpa tertutupi satupun awan hitam, memancarkan Vit-D yang hanya bisa kita dapat darinya, membuat sebagian orang bersemangat untuk mengawali hari baru yang panjang dengan hal-hal baik, salah satunya tersenyum dan menyapa setiap orang yang kau temui dan tidak lupa untuk berdo'a agar hari ini lebih baik dari pada hari kemarin. Begitu juga Benjamin, murid kelas 3 SD yang mendapat ranking 29 dari 30 murid di kelas. Benjamin terlalu bersemangat pagi ini, karena ia sudah tidak sabar untuk memperlihatkan kepada teman-temannya bahwa ia juga bisa mendapatkan nilai 100. Yups, ada PR yang diberikan bu guru kemarin dan karna ia selalu mendapatkan nilai dibawah 50 , Benjamin selalu menjadi bahan ejekkan teman-temannya. Namun, dengan semangat yang menggebu-menggebu, tadi malam Benjamin berniat untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik untuk kedepannya. Benjamin mengerjakan 3 buah PRnya sampai jam 11 malam, dari jam 6 sore sampai jam setengah 11 malam ia membaca 15 serial komik Detektif conan, lalu setelaahnya ia baru mengerjakan PRnya dengan terkantuk-kantuk.

Setelah satu jam menunggu angkot di depan pangkalan ojek, Benjamin akhirnya berangkat ke sekolah dengan ojek langganannya. Lagu Indonesia Raya berkumandang dengan penuh hikmah, Sang Saka Merah Putih dinaikkan ke puncak tiang tertinggi, pertanda bahwa upacara bendera yang selalu dilakukan setiap hari Senin sudah dimulai. Benjamin berbaris di barisan murid-murid lain yang terlambat, mereka harus siap menerima hukuman yang akan diberikan oleh bu guru.

Upacara telah selesai. Benjamin menjalani hukumannya selama 1 jam. 50 menit ia makan di kantin, 10 menit ia menyapu taman belakang sekolah bersama murid lain yang juga mendapatkan sanksi. Benjamin masuk ke kelas dan berjalan menuju bangkunya yang paling belakang tanpa memberi salam pada bu guru yang sedang menulis materi di papan tulis.

"Benjamin. Dari mana saja kamu?" Teriakan bu guru menghentikan langkah Benjamin, semua murid menutup telinganya karna teriakan bu guru bagaikan petir yang menggelagar di langit.

"Saya bu?" Benjamin bertanya untuk meyakinkan dirinya bahwa ia yang dipanggil bu guru tadi.

"Iya kamu, memangnya ada nama Benjamin di kelas ini selain kamu?"

"Ya biasa aja dong bu, jangan nyolot dong, ibu kira saya hapal semua nama mereka." Ucap Benjamin sambil kembali melanjutkan langkah kakinya menuju tempat duduknya. Baru saja ia hendak mendaratkan bokongnya di kursi, suara bu guru kembali mengurungkan niatnya.

"Benjamin, berhenti kamu. Siapa yang nyuruh kamu duduk hah?"

"Apa lagi sih bu?" Benjamin bertanya dengan malas.

"Kamu belum jawab pertanyaan saya."

"Pertanyaan yang mana bu? Saya lupa."

"Yang tadi itu."

"Tadi ibu nanyanya banyak banget, saya lupa deh pertanyaan yang mana yang ibu maksud."

"Kenapa kamu baru masuk? Dari mana saja kamu?"

"Oh itu, gini bu, tadi kan saya datang telat, terus di hukum deh."

"Hukuman itu hanya 10 menit Benjamin, sedangkan kamu diluar selama 60 menit." Bu guru berujar dengan mata melotot, seakan siap menerkam Benjamin saat itu juga.

"Makanya bu, jangan motong omongan saya dong, saya kan belum selesai ngomong tadi. Jadi, setelah menyapu taman belakang sekolah saya pergi kekantin terus sarapan deh, kan tadi pagi saya enggak sempat sarapan, ntar kalau nanti saya pingsan kan susah."

Bu guru menghembuskan napas untuk meredam emosinya yang membara.

"Baiklah, mana PR kamu Benjamin?"

Benjamin mengeluarkan buku Prnya dan memberikan ke bu guru dengan senyum Pepsodent, menampakkan giginya yang ompong.

Bu guru membuka setiap lembaran kertas buku PR Benjamin, dan langsung menutup buku tsb di lembaran kertas terakhir.

"Gimana bu? Benarkan? Asal ibu tau ya, itu saya ngerjainya sampai jam 11 malam loh bu." Benjamin berkata excited ttak lupa pula matanya yang berbinar-binar.

"Ya Benar. Benar benar salah."

"Salah apanya bu? Mata ibu buta nih."

"kamu do'ain saya buta? Kamu tau gak PRnya itu halaman 256, sedangkan kamu ngerjai halaman 56. Sekarang kamu keluar, kerjakan Prnya dengan benar di luar." Bu guru memerintahkan Benjamin untuk mengerjakan PR di luar kelas, namun sebelum ia keluar kelas, Benjamin menyempatkan diri untuk mengambi buku PR Rini di meja Rini.

"Nih buk sudah selesai." Benjamin menyerahkan buku Prnya.

"Benjamin. Ini PR Biologi bukan Matematika."

"Lah terus? Bukannya PR Matematika ya buk?"

"Benjamin. PR kita itu Biologi. Sekarang kamu..."

"Saya capek ya buk ibu giniin terus, lebih baik saya pulang." Perkataan bu guru dipotong oleh Benjamin. Benjaminpun melangkahkan kakinya keluar kelas untuk pulang.

Benjaminpun menunggu angkot di depan gerbang sekolahnya. Setelah satu jam ia menunggu, akhirnya Benjamin memilih untuk pulang dengan supir pribadinya yang sudah menunggu selama dua jam setelah ia telepon.

Bocah [1/1 End]Where stories live. Discover now