“KENAPA KAU MENYIMPAN OBAT SEPERTI INI, HAH?

PYAR..

Kyuhyun melempar botol obat itu ke lantai hingga tutupnya terbuka dan isinya berhamburan. Pria itu benar-benar kalut. Marah, kecewa, sakit, bahkan takut. Semua rasa itu semakin mencabik-cabik dan menambah luka di hatinya.

Ji Ahn berjingkat. Matanya pun berkaca-kaca. Bukan, bukan karena teriakan dan bentakan Kyuhyun. Namun karena ia tahu, harga dirinya tengah diinjak-injak di muka umum.

“KENAPA KAU MENGKONSUMSINYA, YOON JI AHN?” Bentak Kyuhyun untuk kesekian kalinya.

Ji Ahn hanya menggeleng pelan. Lidahnya terasa kelu. Ia tak mampu berkata-kata dan membalas setiap perkataan menyakitkan yang dilontarkan Kyuhyun.

“Kau tidak ingin mengandung anakku? Sebegitu muakkah kau padaku? Sebegitu inginkah kau pergi dariku?” Teriak Kyuhyun. “Selama ini kau merendahkanku, kau berteriak padaku, bahkan berlaku semena-mena, tapi aku diam. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri atas apa yang terjadi padamu. Aku bahkan berniat meninggalkan kedua istriku yang lain dan memisahkan anak-anakku dari ibu mereka demi menjadikanmu satu-satunya. Tapi apa yang kudapatkan sekarang? Kau bahkan seolah ingin membuangku dari hidupmu. Kau tahu, kau bahkan tidak lebih baik dari kedua istriku yang lain.”

Mata Ji Ahn terbelalak sempurna mendengar kalimat terakhir Kyuhyun. Tidak lebih baik dari kedua istrinya yang lain?

Air mata Ji Ahn pun menetes seiring dengan sebuah blitz kamera yang memancar. Lalu disusul dengan lampu hall yang mulai menyala satu-persatu, memperlihatkan keadaan hall sepenuhnya. Menampakkan banyaknya manusia di hall itu yang tengah menyaksikan percakapan menyakitkan antara Kyuhyun dan Ji Ahn.

“Kyu..” Lirih Ahra. Wanita itu membekap mulutnya sendiri, tidak menyangka atas apa yang dilakukan adiknya.

Ji Ahn memejamkan matanya sejenak. Membuat air matanya mengalir lebih banyak. Seluruh kehormatan dan nama keluarganya telah rusak dan tercoreng. “Kau sudah selesai?” Tanyanya pada Kyuhyun. Suaranya terdengar bergetar.

Sementara di hadapannya, Kyuhyun nampak terkejut luar biasa melihat keadaan di sekitarnya. Ini.. begitu mengejutkan untuknya. Ternyata di ruangan besar itu tidak hanya ada dirinya dan Ji Ahn. Dan itu berarti, ada banyak orang juga yang mendengar semua perkataannya. Secara tidak langsung juga, dia telah membuka masalah pernikahannya di muka umum.

Para tamu undangan hanya terdiam dan memperhatikan dengan seksama pasangan suami istri yang tengah menjadi pusat perhatian itu. Tak sedikit juga yang menunjukkan ekspresi terkejut, iba dan bertanya-tanya. Sementara para wartawan, dengan keahliannya, mereka mulai mengambil banyak gambar dengan kamera yang dibawanya.

Ji Ahn menghela nafasnya sejenak. Ini sudah terlanjur. Semua telah terjadi. Semua telah diketahui. Dia sudah tidak memiliki pilihan lain lagi. Dia harus menghadapi orang-orang itu.

Dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya, Ji Ahn memutar tubuhnya. Menatap para wartawan yang tengah sibuk mengambil gambarnya.

“Ada yang ingin kalian tanyakan?” Tanyanya dengan suara yang sangat serak karena setengah terisak.

“Nyonya, sebenarnya apa yang terjadi dengan rumah tangga anda?”

“Apa benar anda telah menggugat cerai Tuan Cho?”

“Apa benar anda tidak ingin mengandung anak Tuan Cho?”

“Apa maksudnya dengan kedua istri lain dari Tuan Cho? Apakah anda bukan satu-satunya?”

Dan semua pertanyaan itu terlontar begitu saja dari para wartawan disana. Semua itu membuat Ji Ahn ingin menjerit dan menutup telinganya. Atau paling tidak meneriaki mereka semua agar berhenti bertanya. Namun itu tidak mungkin. Ji Ahn tidak bisa melakukannya. Seberat apapun keadaan ini, dia harus menghadapinya.

The Third Is The FirstWhere stories live. Discover now