Kembali ke Awal

Magsimula sa umpisa
                                    

"Hmm, sepertinya malam ini sangat sepi disini. Sangat bagus. Dan sangat cocok." James berkata seolah-olah hanya untuk dirinya sendiri.

"Maksudmu apa?" tanyaku bingung.

Ia kemudian meraih kedua tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Ini pertama kalinya ia memegang tanganku dan kedua telapak tangannya terasa sangat hangat di udara yang dingin ini. Matanya yang coklat kehitaman menatapku dengan lekat, dengan tanpa sadar aku pun ikut membalas tatapannya walaupun itu membuat jantungku berdetak tambah kencang.

Di malam yang sangat gelap ini, kulit pucat James seolah-olah bersinar, membuat dirinya bertambah menarik. Mataku menjelajahi tubuhnya, otot-otot di lengannya terlihat sangat menonjol walaupun dia tidak masuk kategori cowok dengan badan yang seksi. Dan kaus hitam yang melekat di tubuhnya membuatku membayangkan apa yang ada di dalamnya. Aku mengambil napas dalam-dalam dan berusaha untuk fokus menatap wajahnya.

"Nessa, kamu tahu mengapa aku mengajakmu kesini?" ia bertanya dengan suaranya yang lembut.

Aku menggeleng dengan pelan. Kemudian ia melanjutkan, "ternyata kamu masih sepolos biasanya." ia tersenyum penuh arti.

"James, aku benar-benar tidak mengerti dengan maksud perkataanmu." kataku dengan ekspresi benar-benar bingung.

Tanpa sadar wajah kami tambah berdekatan, hanya beberapa sentimeter jarak memisahkan kami. Bahkan sekarang aku bisa mengukur dengan tepat perbedaan tinggi kami karena selama ini aku selalu penasaran. Dan ternyata tinggi badanku sejajar dengan hidungnya, walaupun aku sudah bisa menerka sebelumnya karena ia memang masuk kedalam kategori cowok yang bertubuh cukup pendek dan aku merasa bahwa tinggi badanku juga cukup pendek dibandingkan teman-temanku yang lain.

"Kamu pasti sangat menyukaiku." tiba-tiba ia berbicara lagi.

Saat ia mengatakan hal itu, rasanya jantungku hampir copot saking kencangnya berdetak, "Itu, em, aku bisa jelaskan."

"Jangan kira aku tidak menyadarinya," ia tersenyum, "kamu selalu memperhatikanku. Dan teman-temanmu juga. Tapi kamu yang 'selalu' memperhatikanku."

"Tenang saja, kamu tidak perlu malu kok. Aku juga sepertimu, aku selalu memperhatikanmu." ia tersenyum dan aku tidak sanggup melihat senyumannya yang dapat mengalihkan dunia. Kata-kata itu dicampur dengan senyumannya membuat diriku hampir gila dan bahkan aku tidak tahu perasaan apa yang sedang kurasakan ini.

"Aku masih ingat saat kita sering berbalas pesan dulu." katanya, "apa kamu sadar bahwa aku masih menyimpan nomormu?"

Tiba-tiba aku teringat kejadian yang sepertinya sudah sangat lama, saat aku baru awal-awal menyukainya. Satu tahun yang lalu. Saat itu aku dan James pernah dekat, tetapi itu hanya sebentar. Aku kira dia sudah melupakan hal itu.

Setelah itu, kami tidak pernah berbicara satu sama lain, walaupun beberapa bulan yang lalu di kampus ada suatu acara dan kami berada di satu proyek yang sama. Kemudian aku baru tersadar bahwa ia mengirimkan pesan ke nomorku beberapa jam yang lalu. Rasanya aku ingin menertawakan diri sendiri saking bodohnya otakku.

"Kamu pasti mengira aku sudah melupakannya." kata James lagi, "padahal semenjak hari itu aku selalu memerhatikanmu."

Setiap kata-kata yang keluar dari mulut James membuat jantungku semakin lama semakin berdetak kencang hingga aku yakin diakhir malam ini mungkin jantungku tidak bisa berfungsi lagi. "Tapi mengapa kamu memerhatikanku, James?" tanyaku dengan bingung sekaligus mencoba mengendalikan detak jantungku.

James terdiam sambil menatapku, tatapan yang sangat tajam dan penuh makna. Entah mengapa tatapannya kali ini membuat bulu kudukku berdiri. Aku merasakan ada sesuatu yang salah disini, tetapi aku tidak tahu apa itu. Bahkan sekarang aku tidak berani untuk menatap matanya. Setelah jeda panjang yang terasa sangat mencekam antara aku dan James, akhirnya ia pun membuka mulutnya.

"Nessa, mungkin setelah malam ini kamu akan sangat membenciku. Aku akan bisa menerima itu. Maafkan aku, Nessa." kata James sambil menatap wajahku dengan tatapan memohon yang amat sangat.

"Aku masih sangat belum mengerti dengan semua maksud dari perkataanmu." tanyaku tambah bingung.

Tanpa berbicara, James maju selangkah demi selangkah ke arahku. Kemudian ia mendekatkan wajahnya ke leherku. Awalnya aku mengira akan merasakan bibirnya yang lembut di leherku, tetapi aku salah. Kejadiannya berlangsung sangat cepat. Tiba-tiba saja aku merasakan sakit yanga amat sangat di leherku karena ada sesuatu yang menusuk leherku. Aku menjerit kesakitan dan rasa sakit itu menjalar ke seluruh tubuhku. Tubuhku ambruk dan meronta-ronta di atas tanah. Teriakanku memecah keheningan malam. Kedua tanganku mencakar-cakar tanah dengan tidak jelas. Tidak ada yang menolongku.

Hal terakhir yang aku lihat adalah wajah James yang sepucat kertas sedang duduk di sampingku. Aku baru tersadar bahwa tanganku sudah tidak mencakar-cakar tanah lagi, tetapi berada di genggaman James. Kami saling menatap untuk waktu yang sangat lama, sampai-sampai rasa sakit di tubuhku mulai memudar. Setelah itu ia memiringkan kepalanya ke arahku. Dengan refleks aku berusaha menjauhkan tubuhku darinya, tapi kali ini ia tidak menyakitiku lagi. Ia mencium keningku dengan lembut dan membisikkan kata-kata di telingaku.

"Maafkan aku, Nessa. Aku benar-benar minta maaf." Suaranya yang lembut malah membuatku tambah takut. Setelah itu semuanya menjadi kabur dan yang ada hanya kegelapan yang semakin dalam

-------------------------

Hi, this is my first story. I hope you guys enjoy it. And don't forget to vote and comment. I'll be happy to answer all of your comments guys. Thank you very much and wait till the next chapter.

TERIMA KASIH :)

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jan 24, 2017 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

The One To RememberTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon