“ Maaf ya Vi, aku nggak tahu kamu sedang puasa”,

Dia pun tersenyum mengerti.

            “ Nggak apa – apa kok, kamu pesen aja sembari kita diskusi mengenai undangan”,

            “ Oke”,

Mereka pun selanjutnya menghabiskan siang itu dengan diskusi dengan diselingi sedikit canda.

***

            Mobil hitam itu terparkir dengan mulus di depan halaman sebuah gedung perkantoran. Dia turun dari mobilnya dengan tak lupa menekan automatic key. Kedatangannya disambut senyum ramah dari para karyawan. Dia memang datang sudah menjelang sore karena sejak tadi pagi dirinya sibuk meeting dengan beberapa klien yang lebih suka bertemu diluar kantor.

            Sebelum masuk ke dalam ruangannya yang terletak dilantai tiga ia mampir sejenak ke pantry dimana beberapa staff OB’nya tengah berbincang santai.

            “ Assalamualaikum”, sapanya pada dua staff  OB yang sedari tadi asik mengobrol. Kedua staff’nya terkejut saat melihat Bos’nya langsung mendatangi mereka.

            “ Wa..walaikumsalam Bu”, keduanya menyahut dengan gugup.

            “ Boleh saya minta tolong? “,

            “ Ya Bu, minta tolong apa?”, sahut salah satu staff bername tag ‘ UDIN ‘,

            “ Tolong buatkan saya teh hangat dan pesankan saya paket nasi yang ada di restoran depan ya”, pintanya pada Udin. Udin pun mengangguk penuh semangat sementara itu temannya hanya ikut mengangguk.

            “ Kalau begitu, makasih ya..”,

Setelah itu dirinya menuju ruang kerjanya. Ia ingin sekali merebahkan tubuhnya yang lumayan lelah hari ini namun diingatnya ia belum menunaikan shalat Ashar karena tadi terjebak macet di jalan. Setelah menutup pintu ruangannya, ia pun mengganti sepatunya dengan sandal kantor yang selalu setiap di bawah meja kerjanya.

            Beberapa menit kemudian dia sudah terhanyut dalam aktivitas ibadahnya yang selalu membuat hati dan pikirannya lebih tenang.

            TOK – TOK

Pintu ruangannya tiba – tiba saja diketuk dari luar. Dia pun segera menyudahi ibadahnya dan berjalan menuju pintu setelah merapihkan jilbabnya.

            “ Ini pesanan Ibu”, Udin pun memasuki ruangan dengan memapah nampan ditangannya. Ia meletakkan piring dan segelas teh di atas meja ruangan atasannya.

            “ Makasih ya Din”,

Setelah Udin mengundurkan diri dari ruangannya. Dia pun dengan santai menunggu magrib dengan mambaca Al-Quran yang senantiasa selalu menemaninya kemana pun ia berada.

****

            Pria itu dengan putus asa terus menginjak pedal rem dan gas mobilnya sembari ber’istigfar. Dia putus asa menghadapi kemacetan Ibu kota yang semakin mengerikan setiap harinya. Hampir dua jam ia terjebak di salah satu jalan di pusat Ibu kota sepulang dari meeting dengan klien’nya.

            Dengan lemas ia memandang jam digital didalam mobilnya.

06.25pm

            Matanya bergerak gelisah mencari tempat ibadah terdekat. Setelah melihat salah satu Masjid besar yang ada di pinggir jalan, ia segera mencari jalan agar mobilnya lebih cepat bergerak kearah Masjid tersebut. Dengan lihai ia menyalip dan meloloskan diri dari beberapa mobil yang hendak mengabil jalurnya.

            Setelah terbebas dari sergapan macet, ia pun tersenyum bahagia ketika mobilnya berhasil terparkir di halaman Masjid.

            Dia melirik jam sebelum turun dari mobil.

06.35pm

            Haduuh.. Ia pun bergegas masuk kedalam Masjid dengan terlebih dahulu mengambil air wudhu. Setelah itu ia dan beberapa jamaah yang bersama dengannya bergabung untuk shalat Magrib berjamaah.

            Dia tak langsung pulang setelah usai menjalankan ibadah shalat magrib. Setelah berdzikir sebentar sembari menunggu waktu Isya datang ia pun memilih mencari tempat makan di sekitar Masjid.

            “ Bang, nasi gorengnya satu nggak pake mecin, nggak pedes ya”, dengan santai ia memberitahu pesanannya pada tukang Nasi Goreng yang untungnya banyak tersebar dikawasan Masjid.

            Tukang nasi goreng pun menoleh kearahnya. Dia menatap mata si tukang nasi goreng.

            “ Di ceplok ya bang”,

Si tukang Nasi goreng tampak terkejut dan bingung karena belum sempat ia menuturkan pertanyaannya tapi ia sudah menerima jawaban.

            “ O..oke Mas “,

Pria itu menempati kursi panjang. Ia melipat lengan kemeja panjangnya sampai siku lalu melepas dasi yang menjerat lehernya sejak pagi tadi.

            “ Ini Mas”, Si tukang Nasi goreng pun menyuguhkan sepiring Nasi goreng yang ia pesan.            

            “ Makasih bang”,

Setelah itu ia menikmati Nasi goreng yang rasanya lumayan enak itu dalam diam. Dia terus memusatkan fikirannya pada Nasi goreng karena tak ingin terganggu oleh kicauan – kicauan aneh yang selalu berhasil ia dengar.

            ‘ Kok mau sih cowok seganteng itu makan disini? Nggak punya duit apa sampe nggak bisa makan di restoran ‘

            Pria tersebut hanya tersenyum tipis saat ia berhasil mendengar salah satu kicauan yang berhasil ia tangkap dengan radar specialnya.

            ‘ Aduuuh tuh cowok ganteng banget sih? Kalo nggak sama cowok gue, udah gue gebet deh’

            Senyumnya makin berkembang saat kicauan- kicuan lain silih berganti terdengar. Setelah menghabiskan nasi goreng tersebut tanpa sisa ia pun bangkit dan segera membayarnya.

            “ Berapa bang?”,

            “ Dua puluh ribu”,

Tanpa ragu – ragu ia menyerahkan uang  dua lembar ratusan ribu pada tukang nasi goreng. Si Abang tukang nasi goreng nampak terbengong - bengong di tempat.

            “ Kebanyakan Mas”, kata si Abang dengan wajah kebingungan.

            “ Sekalian sama yang lain bang, bilang aja abang lagi ulang tahun hari ini, jadi digratisin, oke bang?”,

Pria tersebut keluar dari tenda nasi goreng dengan meninggalkan ekspresi kebingungan dari si tukang nasi goreng.

            Senyum pria itu masih mengembang seiring langkahnya  memasuki kawasan Masjid lagi untuk menunaikan ibadahnya.

***

My Dream Is You ( Jibran Series )Where stories live. Discover now