Chapter 1: Airplane

4.9K 454 6
                                    

Genre: romance

Rating: PG 13+

Btw, ini ff SoonHoon yang pertama gw bikin. Menurutku lebih cocok kalo mereka yang menjalani cerita ini daripada yang lain. Jadi... yaa... gitu, pokoknya. Have a nice reading! :)

***

Pesawat. Entah mengapa kendaraan itu terdengar menyakitkan di telinga Soonyoung. Padahal tidak ada yang salah mengenai plat alumunium bermesin yang dapat melayang di angkasa. Tidak ada selain apa yang tertanam dalam ingatannya selama 2 tahun ini. Kekasihnya lenyap tak berkabar setelah kecelakaan.

Kecelakaan itu hanya merenggut kekasih dan kebahagiaannya. Untungnya bukan bakatnya. Bakat menarinya itulah yang membawanya berada di tempat ini. Di dalam sebuah apartemen di kota New York, ia sedang menikmati waktu bersantainya ditemani sekaleng coke.

"Kwon Soonyoung!"

Sebuah suara memanggil namanya dari balik pintu. Itu Vernon, sahabatnya. Ia yang menyarankan New York sebagai kota yang dapat memberikan peluang menyalurkan bakatnya dengan lebih baik.

"Setidaknya tambahkan hyung saat memanggilku," balas Soonyoung.

"Di New York, tidak ada kata hyung," elak Vernon.

Soonyoung menghampiri Vernon di depan pintu dan mengajaknya masuk. Alih-alih, Vernon menarik laki-laki yang bertampang kusut di depannya keluar.

"Kau harus menikmati hidupmu. New York tidak seru bila tidak dijelajahi," ujar Vernon menutup pintu apartemen Soonyoung.

"Kuncinya," tambah Vernon menengadahkan tangannya meminta kunci pintu.

Soonyoung menatapnya ragu setengah hidup. Vernon hanya menghela nafas berusaha sabar menghadapi tingkah orang yang kesepian sepanjang hidupnya. Oh, bukan. kesepian 2 tahun terakhir.

***

Suasana kota New York ramai seperti biasanya. Jalannya ramai, cafenya ramai, tokonya ramai, supermarket ramai. Hanya Soonyoung yang tampak sepi. Ralat, kesepian.

"Relax, hyung!"

"Akhirnya kau memanggilku hyung," balas Soonyoung tak bernada seperti biasanya.

"Aku bosan mendengar kata-kata tak bernadamu 2 tahun ini."

"Jangan ungkit-ungkit!"

"Sorry."

Vernon mengakhiri pembicaraan itu dengan permintaan maafnya. Ia bahkan tidak tahu ke mana tujuan mereka. Ia hanya berharap suasanan ramai ini dapat mengalihkan pikiran Soonyoung yang sedang kesepian.

"Kau ingat tanggal berapa ini?"

Janggal. Kali ini Soonyoung yang memulai pembicaraan. Baru kali ini ia memulai pembicaraan.

"20 Juli."

"Ini hari peringatan meninggalnya Jihoon."

Kembali sendu. Sepertinya Jihoon yang sudah tiada tak dapat pergi jauh-jauh dari pikiran orang di sampingnya itu. Vernon tidak mau mencari masalah dengan masalah Soonyoung yang sudah akut itu.

"Lain kali, tidak usah mengajakku keluar bila tidak ada tujuan yang jelas," ujar Soonyoung ketus berbalik arah menuju ke apartemennya itu.

Vernon diam saja melihat temannya yang berjalan pergi. Sebenarnya ia memiliki tujuan yang jelas untuk keluar, hanya saja ia juga merasa temannya perlu diajak keluar walaupun tujuannya tidak ada hubungannya dengan Soonyoung. Ah, lupakan. Itulah Kwon Soonyoung yang sekarang. Mengapa harus diperdebatkan lagi?

"Hati-hati, hyung!" balas Vernon tetap pada tujuan awalnya, cafe. Untuk menepati janjinya, tentu saja.

***

"Jihoon," panggil Soonyoung berlari ke arahnya.

Koper dan tas punggung yang dibawanya sudah terasa berat. Ditambah lagi dengan kehadiran kekasihnya. Ehm, bukan. Soonyoung bukan kekasihnya. Belum resmi.

"Kau tidak pernah bilang apapun padaku," ujar Soonyoung yang kali ini sudah mendekapnya, membuat Jihoon menjatuhkan kopernya.

"Berat, Soonyoung," kelit Jihoon. Ia tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Semuanya seakan sudah jelas. Jawaban dari pertanyaannya sudah jelas. Apa yang ia nantikan?

"Amerika itu jauh, kau tahu itu." Soonyoung sudah terisak. Jihoon tidak tahu harus membalas apa. Ia hanya dapat berusaha untuk berhenti mengeluh dan mengelus punggungnya.

"Maaf." Satu kata itu sukses membuat Jihoon menangis. Padahal itu adalah kata-kata yang keluar dari bibirnya sendiri

Soonyoung berganti mengelus puncak kepala Jihoon.

"Aku hanya bercanda. Aku tidak melarangmu pergi."

Hati Jihoon mencelos. Sejak kapan dirinya harus meminta restu Soonyoung untuk sekedar pergi ke sekolah?

"Aku tidak meminta ijin darimu," ujar Jihoon singkat namun masih terisak.

"Kau harus."

Jihoon mendongak. Soonyoung sudah berhenti memeluknya dan berdiri tepat di hadapannya.

"Kejarlah mimpimu di sana! Aku akan menyusulmu nanti."

Soonyoung memasang senyum paling bahagia yang dapat ia tunjukkan saat itu. Saat Jihoon menyadari keberadaan kalung di lehernya.

"Kwon Soonyoung!"

Jihoon mendongak memandang sosok di hadapannya. Namun ia telah berlari pergi.

"Terima kasih."

***

Hari itu, hari di mana ia benar-benar menyesali keputusannya. Harusnya ia melarangnya pergi. Harusnya ia menarik tangannya pergi dari bandara. Harusnya ia tidak menyukainya. Harusnya ia tidak pernah bertemu dengannya.

Soonyoung tidak bisa berhenti menyesal.

Dengung pesawat yang lewat di atas apartemen terdengar kencang di telinga Soonyoung. Soonyoung menggeram kesal.

"Aku benci pesawat," gumamnya asal.

***

Author butuh kritik dan saran. Tolong comment! Kamsahamnida~~~ ^^

[√] Until we meet again... | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang