"Mau ngga?" tanya Rio.

Untuk beberapa saat Nesya terdiam. Kemudian gadis itu mengangguk ragu, membuat hati Rio bersorak gembira.

Lelaki itu segera menuntun tubuh mungil Nesya untuk di dudukkan di atas kursi roda. Kali ini Rio tidak mengenakan lift, dia takut akan bertemu Raymond kalau mereka turun menaiki lift. Bukan takut karena tatapan tajam lelaki itu saat melihatnya, tapi dia takut Raymond akan melarangnya untuk berlama-lama dengan Nesya.

"Kok ngga naik lift?" tanya Nesya bingung seraya menoleh ke arah Rio.

"Gue nemu jalan alternatif yang lebih deket dari taman. Tenang aja, kita ngga lewat tangga kok."

Nesya mengangguk, dia hanya mengikuti ucapan Rio sejak tadi. Walaupun hati kecilnya berkata ada yang tidak beres, gadis itu akan tetap mencoba positif thingking dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

Mereka berdua tiba di taman yang Rio maksud. taman yang kecil namun indah, banyak bunga yang baru bermekaran di sini. Kupu-kupu dengan sayapnya yang indah mulai mencari makananya, serta burung-burung yang terbang ke sana kemari.

"Enakan disini 'kan dari pada di kamar, bosen." kata Rio.

Nesya mengangguk setuju, gadis itu menarik dalam-dalam nafasnya kemudian di hembuskan secara perlahan.

"Lulus SMA mau kemana, Sya? Udah ada plan?"

"Hmm maunya sih lanjut kuliah ke luar negeri, tapi takut ngga lolos seleksi."

"Loh kok gitu?" Rio menatap Nesya sembari mengernyitkan keningnya, "Belum nyoba masa udah nyerah aja." lanjutnya.

"Saingannya berat, Rio." jawab Nesya seraya mendengus lelah.

"Gue yakin lo lolos seleksi kok."

"Kenapa yakin? Diri gue sendiri aja gak yakin."

"Lo pinter, Sya. lo cerdas, nilai lo rata-rata sembilan ke atas, dan skor TOEFL lo juga tinggi banget. Apa yang kurang coba?"

Nesya tertawa kecil, hatinya sempat melambung mendengar pujian-pujian yang Rio katakan, tapi gadis itu menyangkal ucapan Rio,

"Setiap orang punya kekurangan Rio. Gue ngga sehebat kayak yang barusan Rio jabarin. Buktinya, banyak orang yang bilang kalau gue lemot. Bahkan Raymond bilang kalau gue bloon banget."

Rio menghembuskan kesal nafas kala dirinya mendengar nama Raymond terlontar dari mulut Nesya. Kemudian lelaki itu menatap dalam kedua mata Nesya seraya memegang kedua bahu gadis itu.

"Jangan dengerin apa kata orang, Lo cukup ngaca. Lo tanya sama diri lo sendiri, bener ngga apa yang orang-orang bilang tentang lo? Bener ngga kalau lo bloon kayak yang Raymond bilang? Kalo bener, yaa lo harus hapus semua sifaf buruk itu. Tapi kalo salah, anggap omongan-omongan buruk itu adalah gonggongan seekor anjing."

Selama beberapa detik Nesya terpaku ditempatnya sembari memperhatikan wajah serius Rio. "Gausah speechless gitu dong." kata Rio tertawa sembari mengacak-acak rambut Nesya.

Nesya menyeringai kuda, "Nesya bingung aja, kok tumben Rio bijak banget gitu."

Rio tertawa lega.

Lelaki itu senang, kini Nesya sudah tidak canggung lagi jika mengobrol dengannya. Awalnya, Rio sempat ragu untuk mengajak Nesya ke taman ini, sebab saat dirinya masuk ke kamar Nesya dan mulai berbicara dengan gadis itu, Nesya seperti ketakutan.

"Rio sendiri, mau kemana abis lulus?"

"Gue?" Nesya mengangguk. "Gue mah ngambil yang deket-deket aja, paling UI atau ngga UGM." jawab Rio.

Geandert [Completed]Where stories live. Discover now