Fireworks

315 7 4
                                    

Badump!

Suara keras itu terdengar lagi, suara dentuman kembang api nan kencang yang menghiasi langit malam. Cahaya indah kembang api tersebut sendiri dapat terlihat jelas dari tempat Seiji berada sekarang, rumahnya. Ia menatap kembang api tersebut bagaikan cahaya-cahaya tersebut mengingatkannya akan sesuatu. Sudah berapa lama ia berdoa kepada para dewa diatas agar keinginannya terkabul pada hari ini? Ia sendiri sudah lupa berapa tahun sudah ia habiskan untuk membuat rangkaian 1000 bangau yang katanya dapat mengabulkan apapun yang ia mau. Mungkin tahun ini, sesuatu akan terjadi, ia selalu membohongi dirinya sendiri. Mungkin tahun ini... akan tersampaikan semua, perasaan yang ia tahan sejak lama.

Ia pun berdiri dari posisinya sekarang, bergegas memakai yukatanya dan pergi ke sumber kembang api tersebut. Entah kenapa, jalan yang dulunya sangat sempit kalau mereka jalani bersama-sama sekarang terasa sangat lebar. Entah kenapa juga, jalanan yang dulunya sangat terang kalau ia jalani bersamanya sekarang gelap tak bernyawa. Ia sendiri tidak tahu mengapa semua ini terasa sangat berbeda, padahal ia masih ingat dengan jelas dulu setiap tahunnya pasti akan sama saja--jalanan yang sama, keramaian yang sama, keseruan yang sama, lampu jalanan yang sama persis terangnya. Mengapa sekarang terkesan berbeda tanpanya?

Keramaian pun langsung memenuhi pandangannya, membuatnya kurang nyaman, tetapi apa yang tidak untuk mencari anak itu. Mencari kesana kemari, ia tiba-tiba menemukan sesosok yang sudah lama tidak ia lihat. Ya, akhirnya ia menemukannya, anak itu. Berjalan secepat mungkin kearahnya, Seiji pun langsung menepuk pundaknya saat sudah berada di belakangnya. Anak tersebut melihat ke belakang, kedua iris mata ungu bagaikan hydrangea miliknya terbelalak, dan bibirnya yang tipis membuat senyuman lebar seperti ia telah melihat truck es krim berhenti untuknya. "Sei!" panggilnya dengan bahagia, memeluk Seiji sambil menggumamkan namanya beberapa kali. Seiji sendiri terdiam, apa yang ia rasakan... bukan mimpi? Apa semua ini realita? Banyak sekali hal muncul di dalam benaknya saat sang purplette memeluknya dengan erat.

Walau agak cemas, ia memeluk anak itu kembali, senyuman yang sangat kecil muncul di wajahnya. "Benar Sei kan?" ucap sang purplette dengan suara yang agak pecah seperti hampir menangis, Seiji hanya melihat ke bawah sambil menganggukkan kepalanya. Kemungkinan saja ini sebuah mimpi seperti yang ia biasa alami karena tertidur sambil memeluk potretannya. Tapi segala sesuatu yang ia rasakan sekarang terasa terlalu nyata untuk menjadi mimpi. Seiji melihat lurus ke depan untuk menyadari sesuatu. Tempat mereka berdua kembali adalah tepat sebelah kuil itu--tepat seperti tempat mereka berpisah, bagaikan sebuah ejekan dari para dewa. "Ayo, kita jalan sampai fajar!" Ucap sang purplette, Haru, dengan riang, menarik sode milik Sei sambil menunjuk ke depan. "Ya." jawabnya singkat sambil ikut berjalan, memerhatikan setiap gerak gerik yang dilakukan oleh Haru bagaikan gerakan terkecil darinya itu sangat penting untuknya.

Akhirnya mereka pun berakhir di sebuah bukit yang tidak jauh dari kuil tadi, Haru, seperti sudah kebiasaan, duduk di rerumputan tersebut, memeluk lututnya sambil melihat ke depan. Tersenyum bahagia ia menunjukkan jarinya ke depan dan berbisik kearah Seiji dengan pelan. "Lihat, Sei! Kunang-kunang! Indah kan?" Seiji pun ikut duduk di sebelah Haru dan menganggukkan kepalanya dengan pelan sambil memerhatikan kunang-kunang tersebut terbang kesana kemari. Perhatiannya pun kembali tertuju pada Haru, ingin sekali ia mengatakan sesuatu, tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang ia ingin ungkapkan. Haru yang masih senang melihat kunang-kunang pun lama-lama sadar bahwa pandangan Seiji bukanlah pada kunang-kunang tersebut, melainkan, dirinya sendiri.

Haru pun menatap kembali ke kedua mata Seiji, memberi senyuman manis padanya seperti yang biasa ia lakukan. "Kau benar-benar Haru?" Tanya Seiji dengan nada tidak pasti, Haru pun menggenggam tangan Seiji dengan erat dan mengarahkannya pada pipinya. "Kau merasakan kehangatan, bukan?" tanya Haru yang masih tersenyum, Seiji hanya dapat menganggukkan kepalanya kembali, ia tidak percaya, bagaimana Haru kembali ke tempat ini? Mengapa? "Pasti kau bingung mengapa aku kembali kan?" celetuk Haru yang masih terlihat energetik--tetapi rasanya ada yang kurang, entah apa itu... rasanya ada yang kurang. Lagipula sifat Haru yang sekarang bagaikan sebuah ilusi yang terprogramkan di benaknya. "Ada yang ingin kukatakan." lanjutnya, senyumannya berubah menjadi wajah serius, Seiji pun tahu apa yang akan ia katakan--ya, ia tahu persis apa yang akan Haru katakan setelah ini.

FireworksWhere stories live. Discover now