Bab 13 - Gedung Persada

133 9 0
                                    

Bahkan Reddy yang berasal dari klub besar pun terpukau.

"Bagaimana mungkin kalian bisa bilang ini klub kecil kalau fasilitas kalian sebegini lengkap?" desisnya tak percaya sambil mengedarkan pandang ke segala arah.

Yang saat itu tengah ia lihat bareng Prita dan Saras emang sama sekali bukan sesuatu yang simpel.

Mereka tengah berada di sebuah gedung besar beratap tinggi yang memuat empat buah lapangan bulutangkis dengan peralatan komplet. Dalam keadaan biasa, gedung itu kayaknya bisa pula difungsikan sebagai aula tempat berkumpul warga atau disewakan buat pesta-pesta pernikahan.

Di sudut terdapat sebuah lemari besar tempat menyimpan stok raket dan shuttlecock yang luar biasa banyak plus alat-alat latihan seperti bangku kecil, dumbell, dan juga tali. Sedang di bagian depan gedung terdapat ruangan besar yang berfungsi sebagai kantor klub. Meja-meja, kursi, komputer, alat tulis, dispenser air, dan lemari kabinet udah tertata rapi di sana. Sedang ruang satunya lagi berisi meja panjang dan TV 14 inci—pasti didesain sebagai ruang rapat dan bersantai.

Apa yang paling mengejutkan buat Prita adalah kenyataan bahwa gedung itu dan seisinya seolah-olah sudah dipersiapkan sejak jauh-jauh hari khusus untuknya—dan juga Saras. Seperti sebuah pesawat luar angkasa yang udah lama jadi dan tinggal menunggu pilot dan para awaknya datang untuk menerbangkannya entah ke mana.

Bahkan ruangan kantor itupun sudah siap pakai. Tinggal menunggu rekrutmen orang-orang yang nanti akan menjalankannya, yang mana tugas itu kini tahu-tahu diemban oleh Pak Tadi sebagai manajer merangkap pelatih kepala.

Dari luar tadi, keseluruhan bangunan itu betul-betul amat mengejutkan, terlebih karena di bagian atas pintu masuk terdapat tulisan besar yang berbunyi "GEDUNG PERSADA". Prita sampai nyaris tak percaya ia masih waras. Ini beneran kayak mimpi jadi nyata. Kalau yang ini beneran gedung milik "klub" mereka, ia tak perlu bingung lagi nyari tempat untuk latihan rutin.

Tempo hari, kalau pas nggak sedang ikut ekskul di sekolah, ia pasti saingan ama Bapak-bapak RW make lapangan outdoor di dekat Balai RW—atau nunggu diajak Saras latihan di tempat langganan keluarga anak itu, yakni di GOR Samapta di bilangan Tuguran. Sekarang masa-masa penuh ketidakpastian itu bakal segera berakhir. Akan ada tempat baginya untuk memraktikkan semua yang ia baca di buku misterius itu.

Lalu, "kromosom" bulutangkis yang udah kadung menyatu dengan DNA membuatnya dan Saras sama-sama menghunus raket dan lantas main tepok bulu di lapangan paling ujung dekat pintu penghubung ke kantor. Tentu saja, karena masih pada pakai rok seragam abu-abu, mereka jadi nggak bisa main leluasa. Cuman sekadar memukul-mukul shuttlecock sekenanya.

Reddy yang agak kacau balau itu sudah pasti menyarankan agar mereka mencopot saja rok masing-masing biar bisa main sungguhan!

Beberapa menit kemudian Pak Tadi terlihat muncul lagi. Barusan ia keluar bareng Edo untuk sedikit mencari keterangan soal gedung misterius itu pada para warga sekitar.

"Gimana? Ada info?" tanya Saras, yang bareng Prita langsung menepi dan menghentikan permainan mereka.

"Ada, tapi nggak banyak," sahut Pak Tadi. "Bu RT sini hanya bilang, gedung ini dihibahkan oleh seorang dermawan yang nggak mau disebut identitasnya, lantas tiap hari dipakai sebagai arena latihan badminton warga sekelurahan merangkap aula RW. Perayaan hari-hari besar kayak 17 Agustus, halal bihalal Lebaran, atau pembagian daging kurban juga dilakukan di sini."

"Trus ini gedung didirikan sejak kapan?" sela Prita.

"Belum lama kok. Kata Bu RT baru sekitar setengah tahunan. Tadinya hanya berupa gedung ini tok, dan baru kira-kira sebulan lalu ditambahi dengan ruangan kantor di depan situ, plus tambahan nama Gedung Persada. Begitu ruangan kantor jadi, sang donatur berpesan bahwa gedung ini nanti akan dipakai sebagai markas klub bulutangkis miliknya, jadi penggunaannya ke depan harus dikoordinasi antara Kelurahan, RW, dan klub."

GrasshopperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang