Prolog

859 50 10
                                    

Prita menghapus keringat yang berleleran di dahi. Sepasang mata tajamnya melirik ke papan skor. 19-20 sekarang untuk Saras. Servis di tangan lawan. Kalau yang ini sampai meleset lagi, habislah sudah.

Make no mistake! Ia berbisik pada dirinya. Dan ia kembali membisikkan kalimat yang sama ketika kemudian memasang kuda-kuda untuk menerima serve.

Di sekeliling lapangan, gemuruh sorak sorai penonton seperti gempuran meriam yang membombardir benteng konsentrasinya. Ia berharap ini adalah tenis tempat wasit bisa berseru "Quiet, please!" untuk menenangkan penonton. Tapi ini bulutangkis. Dan di bulutangkis, gaduh suara penonton adalah bagian tak terpisahkan dari permainan.

Jadi, sekali lagi, make no mistake!

Ia masih ingat betul tadi set pertama ia selesaikan dengan mudah, 21-13. Tapi set kedua berjalan dengan kacau. Ia kehilangan match point dan harus menyerah 22-24. Dan di set ketiga, Saras memimpin 16-19 sebelum ia bisa menyusul sampai 19-19 dan bola berpindah tangan gara-gara drive-nya terlalu datar sehingga nyangkut di net.

So, ini adalah match point untuk Saras. Mata Prita menyipit mengamati pergerakan tangan kanan Saras. Ia mencoba menebak ke arah mana shuttlecock akan dilayangkan. Pengin banget sekali gebuk langsung selesai. Terlebih karena ia tahu persis Saras kadang suka ceroboh di pengembalian backhand.

Napasnya tertahan di dada. Ada angin halus berkesiur dalam gedung saat Saras memberikan deep service ke arah kanan lapangan Prita. Bola melambung tinggi. Prita bergeser mengikuti arah turun bola, lantas memberikan lob jauh ke pojok kanan pertahanan Saras.

Terbebani angka kritis match point, Saras sama sekali nggak mau ambil risiko. Ia pun balas mengirim lob, juga dalam gerakan diagonal. Prita menggeser langkah seraya melihat kedudukan kaki lawan. Belum ada celah untuk menyerang, jadi ia memilih untuk memberikan pukulan yang sama pula.

Sampai beberapa saat kemudian, bola terus-menerus diangkat dari ujung ke ujung. Masih sama-sama main aman sekaligus mengintai kelemahan lawan yang bisa dimanfaatkan untuk mulai menyerang.

Dan Prita lah yang pertama kali melihatnya. Saat ia menghunjamkan lob serang ke sudut kiri lapangan seberang, Saras tak bisa menyusulnya dengan baik sehingga terpaksa mengembalikannya dengan backhand. Mata Prita berpendar. Celah itu terbuka! Ia harus bisa memanfaatkannya sebelum Saras bisa kembali lagi bergeser ke kanan.

Otaknya berputar cepat. Bola berada dalam posisi bagus di kanan belakangnya. Ada dua pilihan: dropshot atau net drop. Tapi ia tak suka pilihan terakhir, karena Saras lumayan bagus dalam permainan net. Jadi ia memilih yang pertama, mengirim bola drop ke bagian kanan tengah pertahanan Saras.

Pancingannya mengena! Dengan stamina yang udah berkurang banyak, Saras harus menyeret langkah sejadinya mengejar dropshot itu. Sebagian penonton menjerit. Mereka berpikir bola pasti tak terjangkau. Namun Saras ternyata masih cukup liat untuk mengembalikannya dengan pukulan clear jauh ke belakang lapangan Prita.

Posisi kembali fifty-fifty, tapi momen itu memberi peluang Prita untuk, as usual, mengambil kendali permainan. Terlebih bola pengembalian Saras sepenuhnya berada dalam kondisi bertahan. Tanpa perlu berpikir dua kali, Prita kembali mendesak Saras ke baseline dengan lob serang yang amat apik. Tak sempat menyusun kuda-kuda, Saras berlari ke belakang dan terpaksa memakai backhand lagi untuk menangkis.

Dan kali ini, pengembaliannya tanggung!

Prita melompat. Penonton berteriak gaduh. Pasti akan ada smash!

Sempat terpikir olehnya untuk mengirim bola drop lagi, tapi ia tak mau menyerang dua kali dengan cara yang sama. Raket pun berkelebat luar biasa dahsyat. Terdengar suara "plak!" bola yang dihantam sepenuh tenaga. Shuttlecock melesat seperti dilontarkan dengan kecepatan cahaya. Sekilas bahkan terdengar suara desing pelan saat tepian bulu-bulu shuttlecock bergesekan dengan udara.

Saras mendesuh kaget. Sama sekali tak terjangkau! Setengah refleks dan setengah nekat, ia melontarkan badannya ke arah kanan dengan tangan dan raket terulur sejauh mungkin. Kembali terdengar jeritan penonton saat badannya jatuh berdebum di lantai dan ia merasakan raketnya menyentuh sesuatu.

Ia bergulingan dan sudut matanya sempat melihat bola membal ke udara dengan lembut melintasi permukaan net—persis saat jerit panik barusan berubah menjadi gumaman kagum.

Prita sendiri tak menyangka Saras masih bisa mengembalikan smash keras itu. Terlebih karena tangkisan Saras tahu-tahu langsung menjadi bola net yang lumayan sulit dikembalikan. Namun karena saat bola menyeberangi jaring, gadis itu masih belum sepenuhnya bangun, tak terlalu sukar bagi Prita untuk mematikan permainan.

Ia mengirimkan bola net clear jauh ke baseline. Sama sekali bukan bola sulit jika posisi Saras nggak sedang setengah tengkurep di lantai seperti itu.

Prita menunggu dengan mata nyalang memandangi shuttlecock yang melayang mendaki dan perlahan jatuh menukik kembali ke Bumi.

Ia sedikit tersenyum menyeringai. Habis sudah! Skor akan sama: 20-20—deuce dua angka!

Sayang ia terkadang lupa bahwa Saras bisa sangat ulet saat sedang terjepit. Jadi ia hanya bisa melongo tak percaya ketika Saras melompat bangkit dan mati-matian berlari mengejar bola. Pukulan backhand-nya terayun sekuat tenaga saat bola hanya tinggal berjarak beberapa senti dari lantai. Skill tingkat tinggi! Sekilas hampir mustahil, tapi bola benar-benar bisa diangkat dengan mulus kembali ke lapangan lawan.

Seringai Prita kian lebar. Hanya saja, yang ini karena kagum. Memanfaatkan kelincahan kakinya, ia mundur dua langkah mengantisipasi arah jatuh bola. Dalam sepersekian detik yang amat cepat, ia menatap shuttlecock dan sudut kanan lapangan lawan bergantian. Masih bisa satu kali lagi!

Tubuh rampingnya melayang indah. Raket menghentak keras. Saras menyongsong bola kembali ke kanan. Tapi detik berikutnya ia langsung menyesal bukan alang kepalang.

Umpatannya terlontar spontan sekali. Seharusnya ia nggak boleh melihat mata lawan!

Dan dugaannya benar. Bola nggak diarahkan Prita ke tempat semula, melainkan ke sudut sempit pertahanan backhand-nya. Kilatan mata itu tadi hanya jebakan.

Sekali lagi ia termakan tipu muslihat Prita!

Amat dekat tapi sama sekali tak terjangkau, Saras hanya bisa melengking kecewa. Bola menukik tajam luar biasa cepat. Ia merasakan sambaran angin shuttlecock menerbangkan beberapa helai rambutnya.

Di seberang sana Prita berteriak lantang sambil mengepalkan tinju kirinya.

Bola menghantam lantai, sempat membal kembali beberapa senti ke udara. Dan stadion seperti berguncang oleh gaduh suara teriakan penonton.

"Dua puluh-dua puluh!"

Deuce dua angka.

Masih dua angka lagi, tapi Prita merasa seluruhperjuangan hidupnya telah selesai!    

GrasshopperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang