Audrey menggeleng pelan. "Aku lagi sariawan," jawabnya asal. Dalam hati, Audrey mengutuki dirinya sendiri.

Alasan macam apa itu? Sariawan? Yang benar saja, Drey.

"Oh, gitu. Makanya, banyak-banyak minum air ya," ucap Marco dengan perhatian.

Audrey menganggukkan kepalanya dan tidak mengucapkan apapun lagi. Hal ini benar-benar membuat Marco pusing sendiri menghadapi Audrey yang pasif. Ia jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa. Maka, ia pun ikut diam selama perjalanan menuju mall yang dituju.

"Beli popcorn dulu ya?" tanya Marco saat mereka sudah sampai di bioskop.

"Boleh. Sekalian aku mau beli minum," ucap Audrey sambil berjalan menuju counter makanan dan minuman.

Setelah membeli dua iced cappuccino dan satu popcorn berukuran besar, mereka pun menunjukkan tiket pada penjaga bioskop sebelum masuk ke dalam studio. Sambil menunggu film dimulai, Audrey hanya sibuk menikmati minumannya sambil sesekali memasukkan popcorn ke dalam mulutnya. Ia benar-benar seperti menganggap bahwa Marco tidak ada di sampingnya. Alias mencampakkan Marco.

Tapi, Marco sama sekali tidak keberatan. Ia berpikir bahwa mungkin Audrey memang sedang memiliki masalah dan perlu sedikit refreshing mengingat ia sudah tidak pernah mengajak Audrey keluar lagi. Semenjak ia memulai hubungan gelapnya dengan Lucy, Marco memang lebih sering pergi dengan Lucy ketimbang Audrey. Bukan karena ia lebih mencintai Lucy, melainkan karena Lucy lebih mudah diajak ke tempat-tempat dimana banyak anak-anak yang sudah terkena pergaulan bebas. Ia tidak mau mengajak Audrey karena ia tahu Audrey adalah perempuan yang baik. Maka dari itu, ia tidak ingin merusak Audrey. Sebandel-bandelnya laki-laki, ia pasti menginginkan perempuan baik-baik menjadi pasangannya bukan?

Sedangkan Lucy? Ia tahu bahwa Lucy sering pergi ke club-club malam dan juga sering mabuk. Jadi Marco tidak terlalu memikirkannya dan hanya menjadikan Lucy sebagai permainan saja. Mana mungkin ia lebih mencintai Lucy? Toh, perempuan di sampingnya ini justru jauh lebih baik daripada Lucy. Perempuan di sampingnya inilah yang benar-benar ia cintai.

Namun, sayang sekali. Bukan itu yang dipikirkan oleh Audrey saat ini. Yang ada di pikiran Audrey adalah Marco berselingkuh dengan sahabatnya sendiri karena Marco tidak tahu satu hal yaitu tidak tahu diri. Berani-beraninya ia merusak persahabatannya dengan Lucy dan Claire. Dan tega-teganya kedua sahabatnya itu mengkhianatinya. Padahal selama ini, hanya mereka berdua yang selalu Audrey andalkan dalam hal apapun. Mungkin memang tidak semua orang bisa dipercaya. Mungkin memang karena ia yang terlalu buta untuk melihat kejelekan mereka.

***

Hari-hari berikutnya, Audrey masih berusaha menjauhi semua orang yang sebelumnya dekat dengannya. Tentu saja kedua sahabatnya dan juga Marco. Ia berusaha sebisa mungkin untuk meminimalkan komunikasi di antara mereka sehingga ia tidak perlu melihat wajah mereka terlalu lama dan teringat kembali dengan apa yang telah mereka lakukan. Hal itu hanya akan terus menggores luka baru di hatinya.

Tapi tentu saja semua tidak berjalan semudah yang Audrey bayangkan. Kedua sahabatnya itu malah terus menerus mendekatinya dan mengajaknya berbicara hampir setiap kesempatan. Maka dari itu, setiap jam istirahat, Audrey memilih kabur ke perpustakaan. Ia merasa jauh lebih tenang di sana. Dan juga, ia membawa makanan dari rumah sehingga ia tidak perlu pergi ke kantin.

"Astaga! Kenapa sih lo hobby banget ngagetin gue?"

Audrey mengangkat kepalanya dari buku tentang jenis-jenis ikan yang sedang ia lihat-lihat. "Apa sih, Riel? Kenapa lo sering banget sih ke sini?"

"Yah kan gue sering disuruh balikin buku biologi. Makanya gue sering ke sini. Lo ngapain coba di pojokan gini? Mau jadi setan jadi-jadian?" tanya Riel sambil berjalan melewati Audrey yang duduk di lantai menuju rak buku biologi kelas dua belas.

Lesson To Learn Where stories live. Discover now