ILU

698 42 3
                                    

Cukup lama aku menangis. Hatiku sangat sakit karena ulahku sendiri. Tidak seharusnya aku menyangkal terus menerus apa yang kurasakan terhadapnya. Tapi setelah ini jika aku mengakuinya akankah dia kembali ke sampingku? Mengejarku seperti yang ia lakukan selama lima tahun?

Aaaaaarrrrrggghhhh

Bodoh bodoh bodoh

"Apa yang kau lakukan?" Suara bariton itu terdengar lagi. Aku sangat merindukan suara itu meski baru beberapa jam lalu aku mendengarnya.

Dia memegang tanganku yang sedang berusaha memukul-mukul kepalaku sendiri. Tapi aku tak bisa berhenti dan berontak melepaskan cekalannya dan melakukan kembali apa yang kulakukan tadi.

"Jangan gila!! Kau menyakiti dirimu sendiri!" Bentaknya tepat didepan wajahku. Wajahnya memerah.

"Ini tidak seberapa dengan rasa sakit yang ku torehkan padamu selama ini. Sakit di hati akan lebih membekas daripada sakit di fisik kak. Dan itu sulit untuk di obati." Air mataku semakin mengalir deras. Kulihat dia terpaku mendengar ucapanku.

Dia tak melakukan apapun padaku, cengkeramannya di tanganku sedikit demi sedikit terlepas tapi aku tak akan membiarkannya melepaskan ku.

Dengan cepat kupeluk pinggangnya yang terduduk di depanku tadi. Mungkin karena terlalu kuat kami terjatuh ke lantai dengan posisiku berada diatasnya.

Dia tak bergeming, tubuhnya kaku, otaknya seperti mencerna apa yang sedang terjadi dan berpikir keras apa yang harus dia lakukan. Sebelum semua terlambat dan dia melepaskan ku dan menjauhkan ku dari tubuhnya aku harus melakukan ini...

Aku mencium bibirnya meski hanya menempel kuharap dapat menyalurkan perasaanku padanya. Tapi dia tetap diam saja, seketika air mata ku jatuh dan mengenai pipinya. Aku melepaskan ciuman ini dan kembali memeluknya erat menyandarkan kepalaku di dada bidangnya yang selalu terasa hangat bila memelukku.

"Aku mencintaimu Rean. Maafkan aku yang selalu menyangkal semuanya. Maafkan aku yang selalu membalas pernyataan cintamu dengan makianku, dan maafkan aku yang selalu jutek padamu." Dia masih tak bergeming.

"Bila rasa cintamu sudah hilang, biarkan kali ini aku yang memperjuangkannya kembali." Aku mendongak untuk menatap wajahnya, dia balas menatapku. Dia memajukan wajahnya mendekati wajahku dan dia segera mencium bibirku dengan lembut dengan penuh cinta, kurasakan air matanya menempel di pipiku.

Kami berciuman dengan posisi yang sangat berbahaya, tapi aku yakin dia akan menjaga kehormatan ku.

Dia menarik bibirnya dari bibirku. Dia meletakan kepalaku di dadanya dan mengatakan kata-kata yang tidak ingin ku dengar dulu, tapi sangat ingin ku dengar sekarang.

"Aku mencintaimu Aluna. Sangat mencintaimu. Terimakasih telah membalas cintaku." Dia mengecup ubun-ubun ku berkali kali membuat senyum merekah di bibirku. Kudengar jantungnya berdetak sangat kencang sama seperti milikku.

Aku bahagia sangat bahagia mendapatkan cintanya yang sangat tulus. Aku tidak yakin lelaki lain dapat memberikan cinta yang sama sepertinya.

"Btw, kenapa kau kembali lagi?"

"Handphone ku tertinggal disini. Aku harus berterima kasih padanya. Jika tidak aku tidak akan mendengar pernyataan cintamu yang sangat tidak bagus itu." dia terkekeh.

Aku mendengus "kenapa tidak bagus?"

"Kau menyatakan cinta dengan mata pandamu, itu sangat jelek." Dia terkekeh lagi. Aku mendongakkan wajahku untuk menatapnya dia menahan tawa saat melihat bibirku maju lima centi. Dan akhirnya kami tertawa bersama masih dalam posisi semula.

**** End ****

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang