Why Didn't He Ask Me About It

Start from the beginning
                                    

Aku membuka mataku dan mendengar ia menyalakan keran. Aku melepas kaos yang ia pakaikan padaku dan melemparnya ke lantai. Aku kembali menutup mataku. Kepalaku rasanya seperti berputar-putar.

Pintu kamar mandir terbuka saat aku hampir terlelap. Tubuhku menghadap tembok jadi aku tidak bisa melihat Leo. Ia mendekat, menarik bahuku agar aku tidur terlentang. Sepertinya ia mencoba memakaikan kaos itu lagi, oh, ternyata dia peduli hahaha. Saat ia mencoba memakaikan kaos tersebut aku mengintip dengan membuka pelan mataku. Ia terkejut begitu pula aku. Karena wajahnya tepat di atas wajahku sangat dekat. Aku mencoba rileks agar ia tetap mengira aku masih masuk dan tidak melihat apapun.

Aku tersenyum dan menyentuh wajahnya. "Oh....ini Taewoonieeeee! Hehehe" Kesempatan untukku menyentuk rahang dan lehernya, tapi bagian yang ingin kurain terlalu jauh.

Leo mematung sambil menatapku. Entah kenapa dan bagaimana, tiba-tiba aku menarik lehernya lalu mencium bibir lembutnya. Ia terjatuh menimpa tubuhku, kami bertahan dalam posisi itu beberapa lama. Ia tidak membalas ciumanku dan tidak juga menjauh. Jantungku berdegup sangat kencang dan sepertinya tubuhku juga berkeringat, terasa sangat panas saat itu. Aku melepaskan bibirnya, ku tatap matanya. Ia terlihat kebingungan dengan wajah datarnya. Kusentuh bibir lembutnya terakhir kali dan tidak sadar aku tertidur.

*flashback tadi malam selesai*

Aku meraih ponselku untuk menelpon saudaraku, Ken.

"Yooooo, hai."

"Aku sangat sakit." Kataku pelan.

"Apa? Oke oke, Aku ke sana sekarang."

Kepada siapa aku harus cerita sekarang? Aku hanya punya sahabat sekaligus saudaraku. Tentang aku dan Ken serta orangtua kamu semuanya sudah baik-baik saja. Kami hanya perlu sering bertemu setelah ini.

20 menit kemudia seseorang membuka pintu kamarku.

"Ravi, kau tidak apa-apa?" Suara Ken memecah keheningan kamarku, Oh, aku lupa ia punya kunci rumah ini.

Aku bangkit dari tidurku dan duduk di kasur, Ken juga.

"Apa yang terjadi?"

Aku merangkak mendekat lalu memeluknya. "Leo..." Jawabku pelan.

"Kenapa? Ada apa?"

"Aku menciumnya kemarin."

"Apa?" Ia melepas pelukanku lalu menatap mataku. "Katakan sekali lagi."

"Aku mencium si brengsek Jung Taekwoon."

"Kenapa? Bagaimana? Dia ingat?" Ken tersenyum.

"Entahlah kenapa aku melakukan hal itu, mungkin karena aku mabuk."

"Kau mabuk? Oke, jelaskan padaku agar aku mengerti ada apa ini."

Kuceritakan semua yang kuingat malam itu.

"Ooooh..." Ken memelukku setelah aku selesai cerita. "Maaf aku tidak merasakan hal itu."

"Kalau bisa pun kau tidak ingin merasakannya." Aku menghela napas.

"Jangan sedih. Mau melakukan hal menyenangkan?" Ken mengangkat alisnya.

"Seperti apa?"

"Nonton porno."

Aku memukul kepalanya.

"Bercanda. Aku tidak menonton itu"

"Ya ya, semua orang nonton yang seperti itu."

"Tapi aku tidak. Eh, tunggu. Berarti kau mengaku pernah nonton?" Matanya melebar. "Kau suka nonton yang seperti apa? Gay?"

"Diam!"

VIXX LR // MUTE (Indonesia Version)Where stories live. Discover now