Bab 6 - Usaha Terus

24.6K 2K 54
                                    

Pagi ini entah apa yang terjadi sampai ia bisa bertahan di ruang kerjanya dengan tivi LED-nya yang menyala. Dalam layar tivinya terpampang wajah cantik seorang wanita yang sedang bicara dengan analisanya. Seorang pembawa acara bertanya lagi tentang topik yang mereka angkat pagi ini. Kasus yang menimpa anggota dewan yang bermasalah dengan artis sedang menjadi topik yang hangat di masyarakat. Wanita yang menjadi narasumber kembali memberikan penjelasannya. Para pria disisi kanan dan kiri wanita itu nampak memperhatikan dengan penuh minat. Sang pembawa acara pun ikut menyetujui penjelasan yang dituturkan seolah apapun yang keluar dari bibir wanita itu adalah kebenaran yang mutlak.

Wiga menggelengkan kepalanya tak habis pikir menonton para narasumber dan pembawa acara yang terlihat sekali bodohnya. Mereka tak peduli apa yang Hanin jelaskan dengan susah payah. Mereka hanya mencoba menikmati indahnya pagi hari mereka yang biasanya suram. Kapan lagi bisa bertemu dengan seorang pengacara yang berparas cantik. Mereka pasti lebih sering bertemu dengan narasumber bermuka datar. Pengacara yang sangat berapi-api ketika berdebat dan siap menyerang jika lawan bicaranya mulai terlihat lebih sombong darinya. Wiga menonton Hanin yang tersenyum pada layar televisi seolah kameramen ikut menikmati pagi mereka yang mendadak cerah dan indah.

"Sejak kapan kamu nonton berita pagi macam itu? pagi-pagi udah ngomongin isu yang beredar dimasyarakat, apa saja dikomentarin, berasa udah pinter banget mereka ngomentarin yang punya masalah, belum kena tuntut aja mereka."

Wiga melihat Kakak sepupunya yang ikut bergabung bersamanya di sofa besar yang berada diruang kerjanya. Wiga tersenyum tipis mendengar komentar Renggar yang sinis. Renggar adalah politisi yang insyaf. Setelah dua kali gagal mencalonkan diri untuk jadi kepala daerah di kampungnya. Pria itu memilih untuk kembali menjadi pengusaha dan mengembangkan kemampuannya berbisnis. Dan kini mendengarnya berkomentar tentang para narasumber dan pembawa acara yang asik membicarakan masalah yang sedang ada dimasyarakan dengan santai jelas sedikit membuatnya terganggu. Wiga tahu betapa bencinya Renggar pada dunia politik terlebih jurnalis yang berbau politik atau stasiun tivi yang dikembangkan oleh para politikus.

"Cantik juga tuh pengacara, baru lihat gue pengacara bening gitu." Suara Renggar yang kali ini berkomentar membuat Wiga yang sedari tadi menonton sedikit terganggu.

"Namanya Hanin, temennya sahabat saya," sahut Wiga yang memberitahu kalau ia mengenai wanita itu. Renggar menoleh ke arah adik sepupunya itu lalu terkekeh geli.

"Wah wah sejak kapan seorang Wiga temenan sama pengacara, cewek pula, inget pula sama namanya." Renggar menyahut dengan berbau menyindir. Wiga tak peduli. Matanya masih mengarah pada televisinya yang masih menayangkan wajah Hanin di sana.

"Jangan sok tahu." Sahut Wiga dingin.

"Waah.. ada mbak Hanin, emang dasar orang cantik, mau aslinya atau ditivi tetep aja cantik."

Tak tahu kapan munculnya tiba-tiba saja Eno sudah bersuara. Komentarnya bahkan membuat Renggar mulai menatap Wiga seolah habis menangkap basah penjahat. Wiga tak perlu membalikkan tubuhnya karena ia tahu Eno sedang mengantar minuman pesanan Renggar. Eno meletakkan nampan berisi kopi untuk Renggar sambil menampilkan cengirannya. Wiga tak tahan untuk tidak meneleng kepala asistennya yang kelewat sok tahu itu.

"Lo juga kenal sama tuh cewek, No?" tanya Renggar dengan tangan meraih cangkirnya dan menyesapnya pelan-pelan.

"Kenal dong Pak, Bos Wiga kan-"

"Eno.." Wiga memperingati Eno agar tidak memulai aksi embernya.

Eno meringis sambil membawa nampannya dan keluar dari ruangan Wiga tanpa bersuara. Renggar melirik Wiga sambil menyesap kopinya lagi.

DESPERATE FOR LOVE √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang