"Aku tidak sudi diantar olehmu. Dasar pria berengsek!"

"Baiklah. Aku yakin semua orang yang punya mata akan memperhatikan penampilanmu yang berantakan dan beberapa stempel merah di leher," ejek Morgan dengan kedua tangan yang tetap fokus pada setir.

Wanita itu dengan sigap meraih ponsel di dalam tas tangan untuk membuktikan ucapan Morgan. Ia buka kamera depan yang serta-merta menyoroti wajah hingga bahunya. Morgan tidak berbohong, ia terlihat kacau. Ia menutupi leher dengan kedua tangan dan lanjut berjalan tanpa menghiraukan pria itu.

Morgan tersenyum simpul lalu menekan sebuah tombol untuk mengaktifkan rem mobil. Ia turun, berjalan cepat dan mencekal pergelangan kurus itu.

Menyadari tangannya ditarik, wanita itu mengempaskan pergelangan dengan kuat hingga terlepas. Mata tajam itu terlihat bak kobaran api. Sungguh ia enggan disentuh lagi oleh pria itu.

Meski mendapat tatapan setajam burung hantu, Morgan tidak mengindahkannya. Kemudian menarik wanita itu tanpa basa-basi untuk masuk ke kendaraannya.

"Sudahlah, jangan keras kepala." Morgan tidak acuh akan perlawanan yang diterima. Pintu mobil sukses terkunci saat wanita bertubuh mungil itu duduk di sebelah pengemudi. Morgan melirik sekilas ke arah wajah kecut di sampingnya, wanita itu bersedekap sembari memanyunkan bibir. Mobil perlahan melaju meninggalkan taman. "Sebutkan alamatmu." Suara maskulinnya memecah keheningan.

Alih-alih menyebutkan alamat lengkap, si wanita memilih diturunkan di tempat lain. "Kau bisa menurunkanku di persimpangan Jalan Kingsbury," jawabnya tanpa menatap lawan bicara. Menerima respons itu, Morgan hanya menghela napas pelan dan menurut.

Setibanya di lokasi yang ditunjukkan, Morgan menepikan sekaligus memarkir kendaraan di sisi jalan. Wanita itu lekas keluar tanpa mengucap sepatah kata pun, walau sekadar terima kasih. Diam-diam dan spontan, Morgan keluar untuk membuntuti wanita malamnya. Detak jantung hampir berhenti saat wanita mungil itu mendadak menoleh ke belakang dan hampir memergokinya. Untung Morgan lebih tangkas dengan bersembunyi di balik tiang tembok bangunan sekitar. Hingga wanita itu masuk ke sebuah flat kecil, Morgan baru bisa bernapas lega. Merasa semua sudah aman, ia memutuskan untuk kembali ke mobil sambil berbisik, "Dia menyedihkan sekali, pantas tidak mau diantar sampai rumah."

Hari ini sungguh melelahkan sekaligus mimpi buruk bagi Morgan. Dengan julukan Kiper—diberi berdasarkan kehebatannya menjaga gawang—tidak pernah ada dalam sejarah hidupnya bahwa ia bisa mabuk berat seperti semalam. Apa karena suasana hati terlalu buruk dan beratnya melupakan kejadian yang menimpanya? Ia telah melakukan hal terfatal selama dua puluh lima tahun dalam hidup. Lawan jenis yang bermalam dengannya terlihat polos dan suci.

Sesampainya di rumah, ia melangkah masuk ke kamar dan beralih ke kamar mandi guna membersihkan diri. Berendam air hangat adalah pilihan terbaik saat ini. Bathub-nya terbuat dari batu kristal, ia terduduk di dalam bak terisi air penuh. Morgan menarik-narik rambut dengan kasar, melampiaskan sesal atas apa yang terjadi di antara mereka. Ia termangu dengan tatapan menerawang. Air yang bergejolak seolah-olah turut merasakan apa yang dialami pria bertubuh atletis itu. Morgan mulai simpati, bahkan ia lupa menanyakan nama wanita malang tersebut. Semua terjadi begitu cepat.

Di sisi lain, Cassandra Valerie, wanita yang tidak sengaja bermalam bersama Morgan, tiba di flat dengan terhuyung menuju kamarnya. Ia merupakan wanita mandiri yang bekerja sebagai kasir restoran di salah satu pusat perbelanjaan di Westfield. Ia menjalani hidup yang tidak mudah, membanting tulang dan bekerja keras demi masa depan yang lebih baik. Cassandra pernah tinggal dan dibesarkan di panti asuhan. Sejak lahir, ia sudah "dibuang" orang tuanya di depan pintu panti tersebut bersama selembar kertas terselip dalam bedungan bertuliskan nama dan tanggal lahirnya.

SECRET GARDENWhere stories live. Discover now