Kuhempaskan tubuhku di kasur, kemudian kupejamkan kedua mataku, mendatangkan warna hitam yang semakin lama berubah menjadi kepingan-kepingan memori. Senyumnya, tawanya, dan kata sayangnya untuk seseorang yang bukan diriku.

"Aku capek, Tar." jawabku, membayangkan semua hal yang baru ku lalui, "Aku capek pikiran, capek hati, sama capek badan. Pikiranku terkuras memikirkan siapa yang menulis kalimat teror itu."

Muchtar mengangguk-anggukan kepalanya, kemudian hantu laki-laki itu kembali terbang keatas lemari. "Kamu gabisa bantu aku nyari siapa yang nulis teror itu tar?" tanyaku.

"Hmm, aku sudah tau siapa pelakunya."

"Siapa siapa?" tanyaku semangat sembari mengangkat tubuhku.

"Manusia."

Aku memutar malas kedua bola mataku, lalu menatapnya datar "Yaiya atuh manusia, masa iya dedemit." Muchtar tertawa kecil mendengar ocehanku. Jika dia manusia pasti sudah kulempari dengan bantal yang tengah kupeluk. Dia itu hantu paling menjengkelkan yang pernah ku kenal!

"Kamu cari tahu sendiri coba, Sya. Biasanya kamu tak seperti ini."

"Emang biasanya aku gimana?"

"Biasanya kamu akan mencari tahu sendiri apa yang membuat kamu penasaran, tak sedikit pun bertanya kepadaku."

"Masa sih?" Muchtar mengangguk mantap. tidak lama kemudian pintu kamar ini terbuka, lalu Aileen muncul dari sana. Ia berjalan menghampiriku sembari memainkan ponselnya.

"Udah prepare, Sya?" tanya Aileen tanpa memperhatikan ku.

"Udah dong." jawabku seraya menunjuk tas bawaanku yang sudah rapih.

Aileen mengangguk sembari mengacungkan jari jempolnya kepadaku, "Bagus bagus, kita jalan jam berapa sih?" tanya Aileen melirik jam dinding yang tertengger di dinding.

"Jam tiga."

Aileen ber-oh ria kemudian menidurkan tubuhnya, membuat bentuk bintang besar diatas kasur. "Eh Sya, lo harus tau!" pekik Aileen semangat.

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Di kamar yang Veno pesen," Aileen memotong ucapannya, ia bangun dan duduk tepat di hadapanku, "Masa ada tulisan sama kayak di kamar ini."

"Maksudnya yang tentang bunuh-bunuh itu?"

Aileen mengangguk semangat, bahkan terlalu semangat hingga aku ingin tertawa melihatnya, "Kok Aileen bisa tau?" tanyaku.

"Taulah orang gue abis dari sana."

"Dari sana? Kamar Kak Veno? Ngapaiin?"

"Yaampun, Sya, gue ngga berbuat mesum kok. Gatau tuh dia ngga jelas, nanya ke gue siapa yang nulis tulisan itu, terus sama ngasih unjuk foto."

"Foto? Foto apa?"

"Biasalah," jawab Aileen menghempaskan kembali tubuhnya, "foto si brengsek sama si bangsat."

"Hah? Mereka siapa?"

"Aiden ama Arin."

"Serius?"

Aileen mengangguk, "Tadi ada Jean, Sya."

Jean. Astaga mendengar namanya saja aku teringat kembali saat Rayap menyebut kata sayang kepadanya. "Iya Nesya tau."

"Ngapain dah mereka, bala banget bala."

Aku terkekeh seraya mengangkat kedua bahuku, "Mau liburan kayak kita mungkin." jawabku menebak, "Oh iya, Leen, Nesya udah tau siapa yang meletakkan kita dikamar ini."

Geandert [Completed]Where stories live. Discover now