Bukan Karena Hujan

397 1 0
                                    

Aku benci jika langit sudah mendung, kenapa? Karena itu menandakan hari akan hujan. Aku tidak benci hujan, karena bagaimanapun hujan adalah berkah. Setiap tetes hujan itu penting untuk kelangsungan hidup mahluk hidup. Tanaman butuh hujan untuk berfotosintesis , Binatang butuh hujan untuk minum, begitupun manusia. Tapi hujan juga yang selalu membuatku mengingat kenangan masa lalu yang sangat ingin kulupakan, kenangan buruk yang bahkan sempat membuatku tak mau melanjutkan hidupku. Mungkin itu yang menjadi satu alasan kenapa aku benci melihat hujan turun, selalu menutup mata dan telinga ku rapat-rapat agar suara hujan itu tidak terdengar dan membuatku terbebas dari kenangan masa-masa kelabuku

Aku berdiri di tepi jendela dalam kamar kecilku. Kutarik sofa kecilku menghadap jendela tempatku berdiri tadi, sofa dengan motif bunga-bunga kecil berwarna kuning pastel. Kubuka jendelaku lebar-lebar dan menghempaskan tubuhku di sofa tadi. Kutarik nafasku dalam-dalam dan menutup mataku, walau aku benci hujan tapi aku sangat menyukai bau angin yang berhembus jika hujan akan turun. Seperti bau tumbuh-tumbuhan basah yang sangat menyegarkan, aku sudah menyiapkan earphone ku untuk menetralisir suara hujan nanti. Ini adalah salah satu kegiatan favoritku jika hujan akan turun, aneh bukan? Aku benci hujan tapi disatu sisi aku juga menyukai hujan. Lebih tepatnya angin yang berhembus ketika hujan akan turus.

Oke, ini sudah cukup. Aku tak mau terlarut dalam kesegaran angin yang berhebus ini, aku takut jika hujan segera turun sebelum aku menutup jendela ini. Segera ku tutup jendela kamarku dan beranjak dari sofa nyaman ku tadi, dan mengambil laptopku dan menjelajahi dunia maya. Bermaksud mencari cara mudah lulus ujian sertifikasi Satpam. Minggu depan adalah pelatihan pertamaku, karena aku belum pernah mengikuti pelatihan sebelumnya jadi aku harus mengikuti Pelatihan Satpam Gada Pratama. Banyak orang-orang terdekatku tidak mendukung pilihan ku ini, apalagi aku seorang wanita. Yang jelas aku punya alasan tersendiri atas pilihanku ini yang mungkin hanya aku dan Tuhan mengetahuinya.

“Putri.. boleh mama masuk?” mamaku mengintip dibalik pintu hanya menunjukkan kepalanya

“iya ma, masuk aja” sahutku kemudian menutup laptoku. “ada apa ma? Tumben banget berkunjung kekamar Putri?” lanjutku, mama ku memang kurang suka memasuki kamar ku. Alasannya kepalanya pusing jika memasuki kamarku lama-lama karena warna kamarku yang sebagian besar didominasi dengan warna kuning.

“mama langsung aja ya, kamu yakin mau ikut sertifikasi satpam nanti? kenapa gak cari profesi lain aja sih? Yang lebih bagus, setidaknya mama bisa bangga-banggain ke tetangga kalau anak mama kerja nya di kantoran bukannya Satpam !!” omel mama dan duduk di tepian ranjangku dengan kaki yang masih menjuntai dilantai, sedangkan aku duduk di tengah ranjang dengan kaki bersila.

“udah deh ma, ini udah yang ke sebelas kali mama nanyain Putri. Keputusan Putri udah bulat dan gak bakal bisa mama ubah, lagi pula ada apa dengan profesi Satpam? Apa kalau Putri jadi Satpam bisa buat mama malu?” jawab ku berusaha melembutkan suaraku

“kamu gak liat ya, anak tetangga sebelah? Anak gadis nya itu kerja di kantor, dandanan nya rapi. Nah kamu apa? Rambut bagus-bagus udah di pangkas jadi pendek gini, kamu itu cantik Putri. Mama hanya ingin kamu dapat pekerjaan yang lebih layak dibanding harus jadi Satpam”

“Lebih baik Putri jadi Satpam kan? dari pada Putri makan uang rakyat alias Korupsi. Lagi pula semua pekerjaan itu kan mulia ma, asal gak ngerugiin orang lain”

“jadi menurut kamu kerja di kantor-kantor itu ngerugiin orang lain? Enggak kan sayang, itu juga pekerjaan. Setidak nya pekerjaan nya jauh lebih pantes buat kamu dibanding Satpam” omel mamaku lagi, ini deh kalau udah debat dengan mama. Masing-masing gak mau ngalah, ini juga karena sifat keras kepala mama yang nurun ke aku. Gak pernah nemu titik temunya, kayak kubu positif ditemukan dengan kubu positif. Hasilnya saling tolak menolak.

Bukan Karena HujanWhere stories live. Discover now