Prologue

40.9K 1.3K 151
                                    

Seorang lelaki berstelan jas kantornya berjalan penuh karisma menuju lift yang mengarah ke lantai 16, lantai khusus CEO perusahaan. Lelaki tampan itu tampak acuh dengan tatapan memuja para wanita yang bekerja di kantor tersebut, ia berjalan dengan sikap angkuh dan sedikitpun tak mau melirik salah satu di antara wanita itu. Bahkan ia tak membalas sapaan beberapa karyawan yang tadi berpapasan dengannya.

Lelaki itu seperti tak peduli.

Sungguh kesan yang jauh berbeda dengan dirinya jika diluar kantor. Lelaki itu dikenal dingin dan arogan ketika di kantor, tetapi tidak ada yang mengetahui sisi lain seorang Adry ketika di luar kantornya.

Adry Gracio, nama itu bukanlah hal asing di telinga masyarakat, khususnya para pebisnis sukses di negeri ini. Ketika usianya 12 tahun, orangtuanya mengirimnya ke Amerika untuk tinggal bersama paman dan bibi nya disana. Ia melanjutkan pendidikannya sekaligus menghabiskan masa remajanya di negri pamansam tersebut. Ia mengambil jurusan Bisnis dan Manajemen di universitas ternama di negara itu, dan kini ia kembali ke Indonesia selang beberapa waktu hari kelulusannya.

Gracio Daniel, yang merupakan ayah dari Adry, telah menyerahkan tanggung jawab perusahaannya kepada putranya tersebut. Ia percaya jika Adry pasti bisa mengurusi perusahaan yang telah ia rintis sejak dulu, termasuk perusahaan properti dan perhotelannya.

Alasan utama yang membuat Gracio meminta Adry untuk kembali adalah masalah gaya hidup Adry. Ia tahu jika anak itu sudah terjerumus oleh pergaulan bebas di negara itu, bahkan dari informasi yang ia dapat dari tangan kanannya, terbukti jika hampir setiap malam Adry pergi ke tempat hiburan malam. Hal itu membuatnya merasa tak pecus dalam mendidik anak, selama ini ia selalu sibuk dengan urusan pekerjaannya dan tak pernah mengontrol kegiatan putranya itu dengan baik.

Mungkin ini salahnya karena telah mengirim Adry belajar diluar negeri, hingga putranya yang jenius itu tumbuh menjadi lelaki tak bermoral. Entah sudah berapa wanita yang telah Adry tiduri selama ini, yang jelas jumlahnya tak sedikit.

Kebiasaan  Adry yang satu itu rupanya belum berkurang, Gracio tahu jika putranya masih sering mengunjungi pub yang diisi dengan pelacur kelas tinggi.

Menghilangkan suatu kebisaan memang tak mudah, terutama jika itu adalah hal yang membuat jiwa merasa senang, tetapi seharusnya Adry tak membawa kebiasaan buruk itu ke Indonesia. Sia-sia Gracio memaksa Adry untuk pulang jika putranya masih belum berubah.

Bagi Adry, ia tak bisa menghilangkan kebiasaannya dengan mudah, hal itu seperti menjadi rutinitas Adry setiap harinya.

Sex adalah kebutuhan utamanya setelah pekerjaan. Menurutnya itu adalah cara terbaik untuk menghilangkan kepenatannya setelah seharian bekerja. Ia selalu melakukan hubungan itu tanpa adanya cinta, karena sebenarnya ia hanya menginginkan sex dengan wanita panggilannya, bukan bercinta.

Ia tak percaya dengan yang namanya cinta, baginya itu adalah perasaan yang lama kelamaan akan membuatnya hancur.

Lift terbuka, lelaki itu melanjutkan langkahnya menuju ruangan kebesarannya. Belum sempat ia memasuki ruangannya, ponsel di saku celana kerjanya terdengar bergetar, menandakan ada panggilan masuk.

My mom. Nama itulah yang tertera di layar ponselnya.

Adry menaikkan satu alisnya ke atas. Tidak biasanya ibunya menghubunginya di jam kerja seperti ini, apa ada yang penting?

"Ada apa ibu menghubungiku?" Tanya Adry langsung.

"Begitukah caramu menyapa ibu? Apa ibu tidak boleh menghubungi putra ibu sendiri?" Sahut suara di seberang sana.

"Sudahlah bu, aku sedang bekerja, katakan saja perihal apa ibu menghubungiku di jam kerjaku?"

"Kau memang sama seperti ayahmu, selalu menuhankan pekerjaan." Terdengar helaan napas dari suara ibunya.

When Desire DiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang