"Nah," seru Clay. "Kita bisa memikirkan langkah selanjutnya di rumahku. Dan aku rasa pangeran kita perlu merapikan rambut."

***

Sekuat tenaga Ringga berusaha melindungi Aria. Pemuda itu terus mendekap Aria dan tidak membiarkan tangan tak kasat mata merebut gadis itu dari dalam lindungannya. Rasa panas seperti menyelimuti Ringga, menekan bahu dan punggung sang pemuda.

Pemuda itu tidak berani membuka mata. Dia hanya menunduk dan berusaha menekan rasa sakit yang berdenyut di bagian belakang kepala.

Hingga akhirnya dia mendengar suara seseorang, "Ringga, kau baik-baik saja?"

Ringga bersimpuh di atas tanah, sementara Aria masih tak sadarkan diri di pangkuan Ringga. Kedua mata yang biasa melirik Ringga dengan tanya yang tak terjawab itu kini menutup sempurna. Ringga bisa melihat ada sesuatu yang aneh; tanda berwarna biru muncul di sekitar kening dan pelipis Aria. Tanda berbentuk aluran tanaman. Tanda yang asing. Dan apa pun arti dari tanda itu, Ringga yakin Aria tengah sekarat.

Mengabaikan pertanyaan Mir, Ringga menepuk pelan pipi Aria. "Bangun," katanya. "Aku mohon, bangun."

Miris, Amara menyentuh bahu Ringga. "Dia...."

"Masih hidup," salak Ringga. Dia tidak akan membiarkan malapetaka menimpa Aria. Tidak akan. "Aku yakin. Kita harus mencari bantuan. Kita harus ... Mir, lakukan sesuatu!"

Mir menggelengkan kepala. Menolak.

"Kenapa?" Ringga mendekap erat Aria, seolah raga itu akan lenyap saat itu juga. "Ada apa dengan kalian berdua ini?"

"Dia berbahaya," ungkap Amara. "Dia adalah-"

"Aku tidak peduli dia ini siapa," potong Ringga. "Aku berjanji akan melindunginya. Namun ... sekarang...." Suara Ringga semakin lirih seiring dengan hawa dingin yang dirasakan Ringga. "Aku mohon ... selamatkan Aria."

Tidak tahan melihat penderitaan Ringga, Mir pun berkata, "Aku tidak bisa menolong gadis itu. Tapi kau bisa."

"Bagaimana?"

"Kembalilah ke kerajaan manusia sebagai pewaris."

"Mir!" seru Amara. "Kau gila."

Mir menatap adik perempuannya, kukuh. "Di sana ada seorang gadis yang bisa menyelamatkan Aria. Jika Ringga kembali ke sana dan bersedia menerima takhta fana, maka ia...."

"Akan langsung berhadapan dengan Baginda Lion," sela Amara. "Luar biasa. Bukan hanya itu, dia juga akan berhadapan dengan Sin dan Ibu Suri. Mir! Kita bahkan belum bertemu dengan elixer lain yang bersedia bersumpah setiap pada Ringga."

"Memang itu rencana awalnya," ungkap Mir. "Menjadikan Ringga sebagai sang raja dan menyingkirkan ratu tua dan kleniknya dari istana besar. Kau bisa lihat sendiri, gadis itu dalam tahap perubahan. Sudah takdirnya untuk meneruskan garis pelayan sang dewi malam. Tanda di keningnya sudah mulai muncul dan jika kita tidak segera membawanya ke istana fana, maka ia...."

"Aku akan ke sana."

Mir dan Amara menoleh ke arah Ringga.

Pemuda itu bangkit sembari menggendong Aria.

"Ringga...."

"Amara, aku tahu apa yang harus aku lakukan."

"Gadis itu akan membawa petaka." Amara menghampiri Ringga, menatap langsung ke kedua mata Ringga yang berwarna hijau. "Apa kau masih menginginkan sesuatu yang bisa menghancurkanmu? Apa kau ingin seperti Kaisar Ruthven? Berikan saja dia pada Sin. Biarakan Sin yang memilikinya."

"Kaisar Ruthven memilih cintanya. Lalu untuk apa aku takut dengan hal semacam itu? Sin? Amara, dia hanya akan menjadikan Aria sebagai budak, tidak lebih."

"Ringga, aku sudah memperingatkanmu."

Mir bisa melihat kesungguhan di kedua mata Ringga, dan pemuda itu yakin Ringga tidak akan bisa dipukul mundur. "Amara, biarkan dia menolong gadis itu."

"Tapi dia...."

"Biarkan waktu yang menjawab keputusan Ringga."

Amara mendengus kesal. "Aku akan mengabari Nihuar."

Elixer itu berbalik pergi dan segera menunggang kuda meninggalkan Mir dan Ringga. Gadis itu bahkan tidak menoleh ke belakang. Jelas, dia sangat murka.

Mir menghela napas. "Maafkanlah adikku."

Ringga menggeleng. "Tidak, aku bisa sedikit mengerti rasa khawatirnya. Tapi ada satu hal yang masih belum bisa aku pahami. Ada apa dengan Aria? Kenapa?"

"Ringga, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Mungkin gadis fana yang ada di istana itu bisa menolongmu."

Menatap wajah pasrah Mir, kemudian pada wajah Aria. Ringga merasa dia tengah melangkah ke sebuah jalan berliku.

Black Lily (Baca Lengkap Dreame/Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang