Bagian 1

8.6K 702 56
                                    

Mungkin inilah saat yang tepat bagi Clay untuk segera undur diri.

Berdiri di hadapan sang bangsawan, Sin, sang pangeran elixer yang tiba-tiba saja muncul di saat Clay dan Tusk tengah berdebat sengit. Bangsawan itu benar-benar terkejut ketika semburat biru menyeruak dan menghadirkan Sin di antara Clay dan Tusk. Clay tidak peduli pada penjelasan perihal kemunculan Sin. Satu-satunya yang membuat Clay miris hanyalah wajah sang pangeran yang, menurut Clay secara pribadi, luar biasa menyeramkan.

Baiklah, Clay mungkin hiperbolis, secara wajah pangeran itu memang selalu mengeluarkan aura intimidasi; setiap elixer pria pasti akan merasa kecil hati jika berada di dekat Sin, sementara elixer wanita akan langsung bertekuk lutut di hadapan pangeran itu. Wajah tampan, keturunan raja, dan rambut perak indah yang panjang menjuntai....

"Tunggu," kata Clay. "Ada apa dengan rambutmu?"

Sin menepis tangan Tusk yang ingin membantu sang pangeran melangkah. Tampak darah kering di ujung bibir Sin. Tanda bahwa pangeran itu telah berkelahi dengan seseorang.

"Aku tidak mengerti," kata Sin. "Aku benar-benar tidak bisa memahami semua ini."

"Sin," kata Tusk. "Bukankah dirimu diterima Rea? Aku dan Clay, kami berdua terlempar keluar."

Clay mengangguk. "Kau sangat beruntung."

"Aku bertemu Ringga."

Sunyi. Clay dan Tusk tidak mampu berucap. Mereka berdua saling menatap, kemudian Tusk pun bertanya, "Kau yakin?"

"Bocah itu ada di sana. Bersama fana yang kucari."

"Jadi mereka berdua saling mengenal," simpul Clay.

Tusk tidak pernah bisa memahami Clay, bangsawan itu benar-benar paham cara menuang minyak di atas api. Mengagumkan elixer semacam Clay bisa bertahan hidup hingga saat ini. Tusk curiga, Clay memiliki sejumlah kemampuan minor yang lain; mungkin membuat Ibu Suri kesal, oh tunggu, Ibu Suri memang tidak pernah menyukai elixer lainnya.

"Kacau!" erang Sin. Pangeran itu menendang kerikil yang ada di dekat kakinya. "Aku tidak mengerti, semua ini ... tanda raja yang seharusnya ada di sana. Sial! Aku membenci semua mahluk suci itu."

"Sin," ucap Tusk menenangkan, "kau tidak boleh melaknat pelayan dewa. Bahkan Kaisar Ruthven pun-"

"Terlebih dia," desis Sin. "Andai pria itu tidak menyembunyikan hal sebesar itu dari para penerusnya, mungkin aku tidak perlu bersusah payah dari satu praktisi sihir ke praktisi lain. Bahkan aku sudah lelah dengan pencarian ini. Andai saja aku tidak perlu mencari tanda itu maka-"

"Maka kau tidak akan bertemu gadis itu," potong Clay.

Diam. Sin menatap sang bangsawan berambut hitam.

Dengan tenang Clay menjelaskan, "Ayolah, setidaknya kau menemukan hal baik. Maksudku ... gadis itu. Bukankah dia cukup menghibur?"

Lagi-lagi, Tusk dibuat tercengang. Bangsawan itu mungkin tidak pandai memilah kata-kata, namun dia cukup bijak untuk mengatakan hal yang bisa menyenangkan Sin. Bagus. Tusk sependapat dengan Clay, tidak ada segala hal yang benar-benar buruk.

"Benar," aku Sin. "Setidaknya aku berjumpa dengannya."

"Lalu," tanya Tusk, "di mana dia?"

Sin menghela napas. Dia mulai menyisir rambutnya dengan jemari. "Aku tidak bisa mengambilnya, Ringga, bocah itu ... aku membencinya!"

"Tenanglah Sin, kau pasti bisa bertemu dengannya lagi?"

Sin menatap Tusk. Meminta kepastian.

"Aku yakin," jawab Tusk.

Black Lily (Baca Lengkap Dreame/Innovel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang