Part 7 "Bila Cinta Berkata Pergi.."

Start from the beginning
                                    

Merasa tersadar berdiri cukup lama dan membiarkan Farah juga terus berdiri sedari tadi, Gibran langsung mempersilahkan Farah untuk duduk di kursi hadapannya. Memanggil waiters, lalu ia meminta Farah untuk memesan menu yang wanita itu inginkan.

Keduanya saling diam ketika waiters tadi telah beralu. Meninggalkan hening dan sunyi yang berbaur menjadi satu. Keduanya juga tengah bergelut dengan hati dan pikirannya yang sedari tadi terus meronta untuk bisa memecah kecanggungan ini. Tetapi sepertinya ego telah memimpin.

"Terimakasih bunga mawarnya, aku suka." Dan akhirnya Faralah yang berhasil melawan egonya. Memecah keheningan yang terjadi, dan membuat Gibran langsung menatapnya.

"Sama-sama, aku senang mendengarnya kalau kamu menyukai bunga itu."

Kembali hening, sampai seorang waiters tadi telah kembali ke meja mereka untuk mengantar menu pesanan Farah.

"Terimakasih mbak.." waiters itu mengangguk sopan dan kembali pergi.

"Far?" Farah mendongak. Menatap wajah Gibran yang kini juga menatapnya.

"Tujuan aku mengajak kamu ketemuan di sini, karena ada suatu hal yang ingin aku bicarakan sama kamu." Jelas Gibran dengan raut wajah yang telah berubah menjadi serius.

Farah mengangguk kecil.

"Boleh aku bertanya satu hal sama kamu?"

"Silahkan."

Menghembuskan nafasnya sejenak, Gibran kembali menatap wajah Farah yang tertunduk. "Kenapa kamu tidak memberitahu aku tentang kepindahan kamu ke Samarinda Far?"

Tiba-tiba tubuh Farah menegang mendengar pertanyaan Gibran. Inilah satu pertanyaan yang pernah terlintas di pikirannya, ketika suatu saat dirinya akan bertemu Gibran. Dan pria itu akan mempertanyakan alasan mengapa Farah tidak memberitahunya saat dirinya pindah ke Samarinda setelah lulus SMA.

Farah bingung harus menjelaskan dan menjawab apa pada pertanyaan Gibran. Tidak mungkin dirinya akan berkata yang sebenarnya, kalau Farah pindah ke Samarinda karena ia ingin menghindar dari Gibran. Ia ingin membuang jauh-jauh perasaannya pada Gibran. Ia ingin tidak mengingat lagi rupa dan sosok pria itu. Ia hanya ingin bebas. Bebas dari segala sakit yang ia rasakan selama bersama pria itu. Dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar Gibran selalu menorehkan sayatan demi sayatan yang lama-kelamaan membuat luka di hatinya semakin menganga lebar. Dan pria itu jelas tak pernah tahu. Seolah ia hanya perduli jika Farah sahabatnya, tidak perduli jika hati Farah terluka parah karena dirinya.

"A-aku... Aku hanya di suruh kedua orang tuaku untuk melanjutkan study di sana. Dan masalah aku tidak memberitahumu tentang kepergianku, maaf... aku saat itu buru-buru."

'Maaf Gibran, aku harus berbohong. Aku tidak mungkin memberitahu alasanku padamu yang sesungguhnya..' rutuk Farah dalam hatinya.

Gibran mengangguk setelah mendengar penjelasan Farah. Dan ia hanya bisa tersenyum simpul saat membandingkan perkataan Farah dengan hal fakta yang telah ia ketahui sebelumnya.

"Tapi kamu tahu kan, seseorang akan merasakan kehilangan ketika sesuatu yang tidak pernah ia pedulikan telah pergi dari hadapannya?" tanya Gibran. Matanya menatap lurus ke manic mata Farah yang juga menatapnya.

"Aku merasakan itu Farah.. begitu merasakannya, saat aku benar-benar kehilangan kamu."

"Maksud kamu apa Gibran?" tanya Farah yang memang sedikit tidak mengerti dengan ucapan Gibran. Ataukah pria itu kini—

"Aku merasakannya.. tersadar dari arti kehilangan itu, aku telah memahami perasaanku yang selama ini serasa terombang-ambing. Hinggap dari satu tempat ke tempat yang lain, tanpa sadar ada suatu persinggahan yang sebenarnya sangat membuatku nyaman ketika berada di sana."

Bila Cinta Berkata Pergi..Where stories live. Discover now