Chapter 3 ~ Trust

Start from the beginning
                                    

"Pastinya," jawab James dengan sikap identik.

Luke menyuruh Ray terus terbang menuju pohon raksasa. Semakin dekat, semakin terlihat jika pohon itu memiliki daun yang lebih besar dari bus kota dan dahan yang lebih besar dari gedung pencakar langit.

"Ini di luar ekspektasiku," ucap James sebelum mereka mendarat di salah satu dahan.

"Begitupun hal ini," Luke mengangkat tangan begitu menyadari dirinya dikepung oleh sekumpulan prajurit wanita bersayap. Mereka memakai pakaian pelindung metal dan semacam tombak bercahaya.

"Valkyrie," bisik James yang ikut mengangkat tangan.

"Aku tahu," balas Luke.

"Heimdall," bisik James lagi.

"Mana?" Luke melirik kanan-kiri.

"Itu," James memberi isyarat dengan matanya.

"Eeeeh?" Luke mengerti begitu melihat kedatangan seorang pria dengan baju pelindung berwarna kuning emas.

Berbeda dengan Heimdall yang dikenalnya, dewa penjaga gerbang dunia yang Luke lihat di dunia ini ternyata sangat tua.

"Anak manusia," ucap Heimdall kalem. Sikapnya berbeda dengan semua valkyrie yang serius dan tetap siaga.

"Maaf Heimdall, kami datang dengan damai. Kami datang untuk bicara langsung dengan Odin," Luke mencoba tersenyum.

"Turunlah dari nagamu, ikuti aku," Heimdall mengajak Luke dan James.

Luke dan James saling bertatapan, mereka tidak menyangka Heimdall akan sangat kooperatif. Mereka mengangguk bersamaan lalu turun dari punggung Ray. Luke menyuruh Ray menunggu meski naga itu jadi khawatir jika harus berpisah dengan tuannya.

"Kurasakan kekuatan Odin dan Thor dari diri kalian, kalian juga memiliki senjata kami. Siapa sebenarnya kalian, anak manusia?" tanya Heimdall sembari berjalan diikuti dua pemuda yang dikawal puluhan valkyrie.

"Kami... hmm, bagaimana menjelaskannya ya," Luke bingung. Belum sempat James mengambil alih penjelasan, Heimdall mendahului.

"Kalian bisa jelaskan sendiri di depan Odin nanti. Saat ini aku percaya kalian," Heimdall berhenti sejenak. "Atau lebih tepatnya, percaya karena kekuatan kalian berasal dari tempat yang sama dengan kami."

###

"Jadi...." Hara melihat ke bawah dimana kota telah menjadi puing-puing yang ditinggalkan.

"Jadi?" Ravine menyahut dengan malas.

"Kau kira penyihir memakai sapu atau semacamnya untuk terbang?"

"Normalnya begitu kan."

"Ah, tidak harus kok. Lagipula jika aku pakai sapu, aku tidak bisa memboncengmu," Hara tersenyum.

"Hmm, benar juga. Lagipula aku tidak mau terlalu dekat denganmu," kejujuran Ravine tidak ditutup-tutupi.

Ravine berada di balik setir sedangkan Hara duduk di jok penumpang sebelah sopir. Mereka menaiki mobil yang telah diberi sihir oleh Hara hingga bisa terbang. Ravine yang mengemudikan mobil terbang karena Hara tidak tahu cara mengemudi.

Hara terus mengajak Ravine ngobrol meski tanggapan Ravine sangat dingin. Ravine berusaha menahan diri menghadapi Hara yang banyak bicara. Mereka berdua sudah terbang cukup lama, kecepatan mobil sihir dari Hara secepat pesawat komersial hingga mereka sudah menempuh jarak yang cukup jauh. Mobil itu sendiri merupakan jenis mobil sport yang Ravine temukan di jalanan kota Shanghai.

"Belum ketemu?" akhirnya Ravine bertanya setelah Hara diam cukup lama.

"Apanya?"

"Yang kita cari."

Mirror/II/paralleL: The Ancient WarfareWhere stories live. Discover now